Mohon tunggu...
Yuyun Srimulyati
Yuyun Srimulyati Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pelatih Daerah/trainer PPKB Kemenag RI bidang profesional 2 (Publikasi Ilmiyah), pegiat literasi, public relation

Hobi yang baru saja menggeliat dan menantangku yaitu MENULIS karena terinspirasi para kompasianer, kumainkan jemari di pojok kompasiana, terjebak di ruang kolaborasi komunitas KAUSAKu4NKRI, berawal dari kepenasaran maka akhirnya Practice Makes Perfect basmalah ikuti langkah Kuntowijoyo menulis, menulis dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Menyusutnya Angka Perkawinan : Fenomena yang Harus Dipahami

6 November 2024   16:18 Diperbarui: 6 November 2024   20:32 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Studi Kasus:

 Harapan untuk membina rumah tangga terpaksa kandas bagi W. Rencana pernikahan yang telah lama dinantikan harus dibatalkan karena tuntutan biaya pernikahan yang tak terpenuhi. Tekanan finansial yang begitu besar dari pasangannya membuatnya merasa gagal dan tidak mampu. Kekecewaan mendalam pun menyelimuti hatinya, ditambah lagi dengan rasa malu dan cemoohan dari lingkungan sekitar. Ini adalah salah satu alasan dari sederet kasus lain yang menyebabkan penundaan pernikahan.

Pendahuluan

Pernikahan, yang selama ini dianggap sebagai tujuan hidup bagi banyak orang, kini semakin jarang terjadi. Angka pernikahan di berbagai negara, termasuk Indonesia, mengalami penurunan yang signifikan. Fenomena ini memunculkan pertanyaan mendasar: mengapa semakin sedikit orang yang memilih untuk menikah?

Alasan di Balik Penurunan Angka Pernikahan

Beberapa faktor kompleks saling terkait dalam mendorong penurunan angka pernikahan, antara lain:

1. Perubahan Konsep Keluarga : 

Generasi muda semakin mengedepankan kemandirian dan kebebasan pribadi. Konsep keluarga tradisional yang menempatkan pernikahan sebagai prioritas utama mulai terkikis. Fenomena nikah sirri atau di bawah tangan yang tidak masuk dalam catatan KUA menambah daftar penyebab menyusutnya data pernikahan di Indonesia.

2. Peningkatan Pendidikan dan Karier:

Banyak wanita, khususnya, memilih untuk menunda pernikahan demi mengejar pendidikan tinggi dan karier yang mapan.  Pekerjaan yang menuntut waktu dan energi yang besar membuat individu memiliki waktu yang lebih sedikit untuk menjalin hubungan serius.

3. Kondisi Ekonomi:

Tingginya Biaya Pernikahan menjadi beban finansial yang berat bagi banyak pasangan, termasuk kasus W di atas. Karena kewajiban setelah menikah adalah bertambahnya beban finansial untuk mempertahankan kelangsungan hidup berumah tangga. Ketidakpastian ekonomi membuat banyak orang enggan menikah karena khawatir tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

4. Perubahan Nilai dan Pandangan:

Banyak orang memilih untuk menunda pernikahan hingga usia yang lebih tua, karena ingin memiliki kematangan emosional dan finansial yang cukup. Pandangan bahwa pernikahan adalah satu-satunya cara untuk mencapai kebahagiaan hidup mulai berubah.

5. Teknologi dan Media Sosial:

Aplikasi kencan dan media sosial mempermudah orang untuk bertemu dan menjalin hubungan, namun juga membuat komitmen jangka panjang menjadi lebih sulit. Melihat kehidupan orang lain yang tampak sempurna di media sosial dapat menciptakan tekanan yang tidak realistis terkait pernikahan.

Dampak Penurunan Angka Pernikahan

Penurunan angka pernikahan memiliki dampak yang luas, baik bagi individu, masyarakat, maupun institusi keluarga. Beberapa dampak yang mungkin terjadi antara lain:

Meningkatnya jumlah rumah tangga satu orang atau pasangan tanpa anak, jumlah kelahiran menurun, yang dapat berdampak pada pertumbuhan penduduk dan struktur usia suatu negara, peran gender dalam keluarga dan masyarakat mengalami pergeseran dan  perubahan pola konsumsi dan investasi akibat perubahan struktur keluarga.

Kesimpulan

Penurunan angka pernikahan merupakan fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial, budaya, dan ekonomi. Untuk memahami fenomena ini secara lebih mendalam, diperlukan penelitian lebih lanjut yang melibatkan berbagai disiplin ilmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun