PendahuluanÂ
Naik kereta api tut...tut...tut...
Siapa hendak turut
Ke Bandung-Surabaya
Bolehlah naik dengan percuma.
Ini adalah sebait lagu anak-anak yang kerap dinyanyikan di Taman Kanak-Kanak untuk tema tranportasi. Betapa serunya naik kereta api.
Namun untuk di  jantung Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, tersembunyi sebuah kisah bisu yang terukir dalam batu bata dan rel-rel usang. Staats spoorwegen Tanjungsari, saksi bisu masa lalu kolonial Hindia Belanda, kini tengah bersiap untuk kembali menggemakan kisah kejayaannya. Namun ini baru sebuah wacana. Namun rumah-rumah tinggal di pinggir jalan SS (Staats spoorwegen) sudah banyak yang dibongkar dan ditinggalkan pemiliknya karena sudah ada patok biru yang artinya sudah mendekati pelaksanaan program yang entah berapa tahun lagi dan masih banyak pula yang berdiri kokoh karena mungkin mereka belum mendapat lokasi untuk tempat tinggal yang baru. Kami hanya merindukan suasana kisah lokomotif melintas di wilayah tempat tinggal kami.
Lahirnya Rangkaian Besi di Tanah Pasundan
Pada masa penjajahan Belanda, pembangunan infrastruktur menjadi salah satu fokus utama. Jalur kereta api, sebagai urat nadi perekonomian, pun dibangun merambah ke berbagai wilayah, termasuk Tanjungsari. Stasiun Tanjungsari, yang kala itu masih bernama Stasiun Tanjong Sari, didirikan dengan tujuan utama mengangkut hasil perkebunan dari kawasan Jatinangor yang subur.
Perkebunan teh, kopi, dan kina tumbuh subur di tanah Jatinangor. Hasil panen yang melimpah kemudian diangkut dengan kereta api menuju pelabuhan untuk diekspor ke berbagai penjuru dunia. Stasiun Tanjong Sari menjadi pusat aktivitas yang sangat sibuk, menyaksikan lalu lalang gerbong-gerbong penuh muatan dan para pekerja yang hilir mudik.Â
Kemunduran dan Keheningan
Namun, kejayaan stasiun ini tidak berlangsung lama. Perang Dunia II membawa malapetaka bagi seluruh dunia, termasuk Indonesia. Jalur kereta api yang menjadi sasaran strategis, tak terkecuali jalur Rancaekek-Tanjungsari, mengalami kerusakan parah akibat pertempuran. Rel-rel dibongkar, lokomotif dihancurkan, dan stasiun ditinggalkan begitu saja.
Setelah kemerdekaan, jalur kereta api ini tidak pernah benar-benar pulih. Pembangunan infrastruktur yang tertunda dan prioritas pembangunan yang lain membuat jalur kereta api ini semakin terbengkalai. Stasiun Tanjong Sari pun berubah menjadi bangunan tua yang sepi dan terlupakan.
Rencana Kebangkitan
Seiring berjalannya waktu, kesadaran akan pentingnya melestarikan sejarah dan mengembangkan kembali infrastruktur transportasi semakin menguat. Pemerintah daerah dan berbagai pihak terkait mulai melirik potensi yang dimiliki oleh jalur kereta api Rancaekek-Tanjungsari.
Rencana untuk menghidupkan kembali jalur kereta api ini pun mulai digulirkan. Stasiun Tanjong Sari yang dulunya sepi, kini menjadi fokus perhatian. Bangunan tua yang penuh sejarah ini akan direnovasi dan diubah menjadi pusat informasi dan wisata sejarah. Jalur kereta api yang rusak akan dibangun kembali, menghubungkan Rancaekek-Tanjungsari dan sekitarnya. Semoga bukan kabar burung.
Harapan Baru untuk Masa Depan
Dengan dihidupkannya kembali jalur kereta api Rancaekek-Tanjungsari, diharapkan dapat memberikan banyak manfaat bagi masyarakat. Selain sebagai sarana transportasi yang efisien, jalur kereta api ini juga dapat menjadi daya tarik wisata baru. Stasiun Tanjong Sari yang telah direnovasi dapat menjadi tempat bagi wisatawan untuk mempelajari sejarah perkeretaapian di Indonesia.
Selain itu, jalur kereta api ini juga diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar. Dengan akses transportasi yang lebih baik, hasil pertanian dan produk UMKM dari kawasan Jatinangor dapat dipasarkan lebih luas.
Rencana untuk menghidupkan kembali jalur kereta api Rancaekek-Tanjungsari memang sudah ada sejak beberapa tahun lalu, dan beberapa kali muncul dalam berita. Namun, proyek pembangunan infrastruktur seperti ini seringkali membutuhkan waktu yang cukup panjang dan melibatkan berbagai pertimbangan, seperti:Â
- Studi kelayakan: Perlu dilakukan kajian mendalam mengenai aspek teknis, ekonomi, dan sosial dari proyek ini.
- Anggaran: Dibutuhkan dana yang cukup besar untuk membangun kembali infrastruktur kereta api yang sudah lama tidak terpakai.
- Perizinan: Proses perizinan pembangunan infrastruktur seringkali memakan waktu yang cukup lama.
- Koordinasi antar pihak: Pembangunan ini melibatkan berbagai pihak, seperti pemerintah daerah, BUMN, dan masyarakat. Koordinasi yang baik sangat penting untuk memastikan kelancaran proyek.
Salam literasi!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI