Mohon tunggu...
Yuga Lendistanu
Yuga Lendistanu Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Everything can be engineered | Semua hal dapat direkayasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pemimpin dan Penguasa dalam Kaidah Engineering

17 Desember 2015   12:53 Diperbarui: 18 Desember 2015   00:37 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Berani”

adalah kriteria yang dibutuhkan untuk semua jenis pemimpin: keluarga, organisasi, perusahaan, lembaga, wilayah, negara, dan sebagainya. Berani seperti apa? Selain berani mengambil keputusan, berani untuk dicibir, berani ketika diintimidasi: dibangkrutkan, difitnah, dibui, diasingkan, dilukai, bahkan diancam nyawanya.

Selain berani, pemimpin juga harus “bijak” sebagai karakter penyeimbang. Kebetulan saya orang teknik yang harus serba logis dalam menghadapi segala persoalan, jadi saya lebih bisa menjelaskan dengan memodelkan diagram.

Dapat saya katakan keberanian dan kebijaksanaan adalah berbanding terbalik; dan sumbu keberanian (x) dan kebijaksanaan (y) dapat dianggap sebagai batas asimtot karena pada kenyataannya tidak ada orang yang sangat berani tetapi tidak memiliki kebijaksanaan sedikitpun, dan orang yang sangat bijaksana tetapi tidak memiliki keberanian sedikitpun, kecuali orang gila. Boleh dicari sendiri definisi dari asimtot, yang pernah belajar kalkulus pasti sudah familiar atau bahkan alergi dengan istilah ini.

Sayangnya, jika nilai kebijaksanaan terlalu besar, seseorang akan cenderung cari aman saja, sementara jika nilai kebijaksanaan terlalu kecil, seseorang akan menjadi gegabah—atau bahasa proyeknya: koboy.

Dalam hal ini terdapat keterkaitan dengan waktu pengambilan keputusan. Dalam fungsi yang dimodelkan di atas, katakanlah ada sebuah konstanta kebijakan yang akan menentukan apakah seseorang adalah gegabah atau ragu-ragu. Kemudian kita konversikan-menjadi atau kaitkan-dengan fungsi waktu pengambilan keputusan terhadap risiko. Ya kurang-lebih seperti inilah diagramnya..

Pada diagram di atas, secara alamiah nilai risiko akan meningkat ketika waktu pengambilan keputusan terlalu cepat atau terlalu lambat. Waktu efektif pengambilan keputusan adalah di mana risiko mencapai nilai minimum, yaitu lembah kurva. Tingkat pengetahuan seseorang di awal (initial knowledge) akan mempengaruhi tingkat risiko dan waktu pengambilan keputusan.

Semakin tinggi tingkat pengetahuan dasar seseorang, maka waktu efektif pengambilan keputusan akan semakin singkat. Kurva merah menjelaskan kurangnya pengetahuan di awal (low level of initial knowledge), kurva ungu menjelaskan pengetahuan menengah di awal (medium level of initial knowledge), dan kurva biru menjelaskan pengetahuan yang baik di awal (high level of initial knowledge). Oleh karena itu, selain berani dan bijak seorang pemimpin juga wajib “berilmu”. Seorang pemimpin harus memiliki dasar pengetahuan yang baik selagi learning by doing terus diterapkan.

Dengan memiliki keberanian, kebijaksanaan, serta pengetahuan berkelas, seorang pemimpin dapat mengambil keputusan secara cepat namun tetap akurat, sehingga setiap masalah yang dihadapi atau setiap proyek yang dijalankan dapat segera diselesaikan dengan cepat dan berkualitas. Inilah fungsi utama seorang pemimpin!

Tempo dulu sekali tentu kita telah menyimak kampanye calon presiden dengan jargon andalan “lebih cepat lebih baik!”. Tunggu dulu. Lebih cepat yang bagaimana, apakah sudah dilandasi ilmu yang mumpuni? Jika tidak, tentunya pemerintahan hanyalah terdiri dari sekumpulan koboy, meskipun calon tersebut tidak terpilih sehingga kita tidak pernah tahu apakah benar mereka adalah koboy-koboy senior.

Kriteria-kriteria yang sudah disebut di atas adalah faktor internal (dari diri sendiri) yang harus dibekali oleh seorang pemimpin. Ada pula yang disebut dengan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi pemimpin, yaitu yang dipimpin—yang selanjutnya akan saya sebut sebagai pengikut. Dari sini, saya akan lebih banyak membahas tentang keberanian.

Sang Penguasa

Sebagai pengikut yang sudah memilih seseorang sebagai pemimpin, ataupun pengikut yang mau tidak mau harus menerima pemimpin karena sudah terpilih, maka sudah seharusnya mendukung pemimpin dan bukannya justru menciutkan nyali pemimpinnya. Apa yang terjadi jika pengikut tidak suportif terhadap pemimpin?

Sesuai budaya mainstream, umumnya seorang pemimpin atau pejabat laki-laki di sebuah kelembagaan merupakan sekaligus seorang pemimpin di rumahnya; atau seringkali pejabat tersebut adalah seorang yang paling berpengaruh di keluarga besarnya, misalnya karena pejabat tersebut, katakanlah dalam contoh ini pak Fulan, merupakan anggota keluarga yang paling sering memberikan bantuan finansial, bantuan pekerjaan, dan sebagainya. Tiba-tiba, seorang dalam keluarga tersebut, katakanlah pak Lanfu, terlibat kasus korupsi. Keluarga besar panik dan secara kekeluargaan tentunya memberikan dukungan. Selain dukungan, keluarga juga memberikan pressure kepada pak Fulan sebagai pejabat teras agar kasus itu ditutupi, atau bagaimanapun caranya agar bukti-bukti tidak diselidiki lebih lanjut.

Alasannya sederhana: tidak mungkin pak Lanfu yang sebaik itu melakukan korupsi, jangan sampai pak Lanfu difitnah! Karena tidak enak sebab keluarga sendiri, tentunya pak Fulan berusaha membantu. Akhirnya pak Fulan menggunakan kekuasaannya sehingga pak Lanfu bebas dan kasus itu tertutupi. Dalam kejadian ini, pengikut (keluarga) tidak suportif terhadap pemimpin (pak Fulan).

Padahal seharusnya biarkan saja kasus itu diselidiki toh belum tentu juga pak Lanfu bersalah. Walaupun memang pak Lanfu bersalah, setidaknya penyelidikan dapat mencari benang merah korupsi sehingga proses hukum dapat dieksekusi sampai ke akarnya (dengan asumsi proses hukum berjalan bersih).

Itu baru ilustrasi kecil. Konflik pemimpin dengan pengikut dapat terjadi di mana-mana, dari organisasi hingga ke keluarganya sendiri. Seorang pemimpin juga dapat konflik dengan pemimpin yang lain. Siapa yang ‘lebih berkuasa’, maka ia yang menang. Bagaimana jika seseorang terlalu berani? Baik itu pemimpin atau pengikut, maka siap-siap saja hadapi risiko intimidasi yang sudah saya paparkan di awal tulisan ini.

Presiden Soekarno mungkin terlalu berani sehingga beliau diturunkan lalu diasingkan. Ini pelik dan penuh konspirasi, ada yang bilang pengasingan tersebut karena campur tangan CIA dan embel-embel lainnya, who knows? Tentu beliau juga memiliki kesalahan, namun sebagai pahlawan kemerdekaan, bagi saya pribadi rasanya sungguh terlalu, tidak manusiawi, dan tidak logis bahwa hingga menjelang napas terakhirnya beliau tetap disangkar dalam pengasingan.

Saya hanya ingin memberikan saran bagi Anda yang ingin dan sudah menjadi pemimpin. Jadilah pemimpin yang berani, bijaksana, berilmu, dengan akhlaq tetap menjadi landasannya. Jangan pernah terbuai dengan posisi karena jebakan akan selalu mengintai sehingga Anda hanya bisa menjadi boneka. Berilah bekal kepada keluarga anda dan pengikut-pengikut anda sehingga mereka siap jika kalian diintimidasi oleh sang yang-lebih-berkuasa.

Probabilitas anda untuk kalah dan pasrah sangat besar. Oleh karena itu, sang penguasa kejam hanya dapat dilawan dengan kekuatan massal, tidak lain yaitu Anda, pengikut, dan rekan-rekan yang sepihak dengan Anda. Ah, lagi-lagi tampaknya saya lebih suka menjelaskannya secara engineering.. Berikut model diagram benda bebas sesuai konsep mekanika klasik warisan dari bapak Isaac Newton.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun