Mohon tunggu...
Yuvita Rahayu
Yuvita Rahayu Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa aktif Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Implementasi Pembelajaran Model Berbasis Kontekstual

31 Mei 2024   11:05 Diperbarui: 31 Mei 2024   11:12 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

A.Pengertian Pembelajaran Kontekstual

John Dewey, seorang filsuf dari Amerika mengembangkan pembelajaran kontekstual dari pengalaman belajarnya yang tradisional serta penelitiannya. Ia menciptakan silabus dan metode belajar dengan menyesuaikan karakter, pengalaman, dan keinginan para siswa pada tahun 1918. Akan lebih baik apabila yang dipelajari siswa sesuai kegiatan dan keterampilan yang sudah pernah diketahui dan berlaku di lingkungannya.

Kontekstual berasal dari istilah konteks, yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mempunyai dua pengertian: 1) Unsur kalimat atau uraian yang membantu memperjelas atau mempertegas makna; 2) Keadaan sekitar suatu kejadian.

Pembelajaran kontekstual, juga dikenal sebagai CTL, adalah strategi pembelajaran yang mendorong siswa untuk menarik hubungan antara kemampuan yang mereka miliki dan penerapannya dalam situasi dunia nyata. Hal ini juga membantu guru dalam mengadaptasi pembelajaran dengan aktivitas yang dilakukan siswa di lingkungan sekitarnya. melalui memasukkan tujuh elemen penting dari lingkungan pembelajaran yang sukses, yaitu: konstruktivisme, sesi tanya jawab, penemuan, komunitas belajar, pemodelan, refleksi, dan evaluasi nyata.

Pembelajaran kontekstual menurut University of Washington (2001) dalam Triyanto (2007), adalah pembelajaran yang memungkinkan siswa, mulai dari anak usia dini hingga sekolah menengah atas, untuk mengembangkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan kemampuan akademiknya dalam berbagai situasi baik di dalam maupun di luar sekolah. di luar kelas untuk memecahkan masalah. dalam aktivitas sehari-hari.

Menurut Triyanto (2007), pembelajaran kontekstual adalah suatu metode pengajaran yang memungkinkan guru menghubungkan materi yang mereka ajarkan dengan pengalaman dunia nyata siswanya dan memotivasi mereka untuk membuat hubungan antara apa yang telah mereka pelajari dan hal-hal yang mereka lakukan sehari-hari. Pembelajaran kontekstual terdiri dari tujuh komponen pembelajaran utama yaitu: konstruktivisme, bertanya, menemukan, membuat model, pembelajaran sejati, dan komunitas penilaian.

Pembelajaran kontekstual, menurut Elaine B. Johnson dalam Riwayat, merupakan metode yang membantu otak membentuk pola yang menghasilkan makna. Elaine menambahkan, "Pembelajaran kontekstual adalah sistem pembelajaran berbasis otak yang memahami dunia dengan menghubungkan materi akademik dengan pengalaman dunia nyata siswa."

Howey R. Keneth mengartikan CTL sebagai "Contextual teaching is teaching that enables learning in wich student aploy their academic understanding and abilities in a variety of in-and out of school context to solve simulated or real world problems, both alone and with others" maksudnya, pembelajaran CTL memungkinkan siswa untuk belajar dengan menggunakan keterampilan dan pengetahuan akademisnya dalam berbagai suasana, baik di dalam maupun di luar kelas, baik dalam suasana sendiri maupun kelompok.

Pembelajaran yang memberikan kesempatan lebih banyak kepada siswa untuk melakukan, mencoba, dan mengalami sendiri (learning to do), daripada hanya menjadi pendengar pasif yang menyerap semua informasi yang disampaikan guru, tentu diperlukan untuk memperkuat pengalaman belajar yang dapat diterapkan dan dimiliki siswa. Dengan demikian, pembelajaran kontekstual menekankan pada pengetahuan dan pengalaman atau kenyataan (real world learning), berpikir kritis, dan berpikir kreatif. Siswa juga belajar dengan gembira, tanpa merasa terbebani atau merasa bosan dan mereka dapat menggunakan sumber belajar dari mana pun.

Pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan pendekatan pengajaran yang menekankan pada membantu guru dalam menyajikan materi kepada siswa dengan cara mengaitkan keterampilan atau bakat siswa dengan situasi dunia nyata. Hal ini dapat disimpulkan dari pembahasan di atas.

B.Komponen Utama Pembelajaran Kontekstual

Siswa harus memahami dan merasakan pembelajaran kontekstual dalam kehidupan sehari-hari. Siswa mempelajari hal-hal baru sendiri ataupun guru tidak memberikan pengetahuan baru kepada mereka. Pada dasarnya pembelajaran kontekstual terdiri dari tujuh komponen penting, antara lain:

1.Kontrukstivisme (constructivism)

Konstruktivisme adalah mendorong cara berpikir siswa tentang belajar yang lebih berarti melalui bekerja dengan mandiri, menemukan sendiri, dan mengeksposisi wawasan serta keterampilannya yang baru. Menurut Sadirman, teori ini merupakan pondasi berpikir bagi pendekatan kontekstual (CTL). Pengetahuan riil siswa adalah sesuatu yang mereka buat atau temukan sendiri. Oleh karena itu, pengetahuan siswa tidak terdiri dari kumpulan ide, fakta, atau aturan yang diingat. Sebaliknya, pengetahuan harus dikontruksi oleh siswa dan kemudian diberi makna melalui pengalaman hidup mereka sendiri.

2.Menemukan (inquiry)

Salah satu komponen utama pembelajaran berbasis kontekstual adalah penemuan atau inkuiri. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa siswa seharusnya memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui penemuan mandiri, bukan menghafal. Siswa menggunakan keterampilan berpikir kritis untuk belajar sebagai hasil dari proses metodis yang berpindah dari penemuan ke pengetahuan.

3.Bertanya (questioning)

Bertanya adalah proses dimana seluruh partisipan dalam lingkungan belajar terlibat dalam percakapan interaktif untuk menumbuhkan rasa ingin tahu siswa. Dengan demikian, lingkungan kelas menjadi lebih hidup dan dapat mendorong proses dan hasil pembelajaran yang lebih menyeluruh. Siswa mungkin didorong untuk tidak terus-menerus menerima ide, pendapat, atau teori dari orang lain dalam bentuk yang kasar dengan mengajukan pertanyaan. Bahkan seseorang yang memiliki informasi dasar pun memulai dengan bertanya. Taktik yang paling penting dalam pembelajaran berbasis kontekstual adalah mengajukan pertanyaan. Ini bermanfaat untuk:

1)Menemukan informasi.

2)Menguji pemahaman siswa.

3)Menghasilkan jawaban dari siswa.

4)Menyadari betapa penasarannya seorang siswa.

5)Mengetahui sesuatu yang belum diketahui oleh siswa.

6)Memperhatikan secara seksama apa yang diminta oleh guru.

7)Mengembangkan pertanyaan yang berasal dari siswa untuk menyegarkan wawasan siswa.

Peran guru adalah sebagai pembimbing dan penilai kemampuan berfikir siswa. Dengan mengajukan pertanyaan dapat membuat siswa untuk mengetahui dan memahami macam-macam teori, dan bisa mendorong siswa untuk menambah wawasan yang semakin luas.

4.Masyarakat belajar (learning community)

Metode masyarakat belajar (learning community) adalah hasil belajar yang diperoleh melalui kerja sama. Seorang pendidik dalam pembelajaran kontekstual (CTL) selalu menggunakan metode belajar secara berkelompok yang beranggotakan siswa-siswa dengan berbagai macam. Dalam artian siswa yang cerdas membimbing siswa yang kurang mampu, siswa yang berpengetahuan memberikan ilmu kepada siswa yang belum berpengetahuan, dan seterusnya.

5.Pemodelan (modelling)

Di sebuah kegiatan belajar diperlukan model sebagai role untuk ditiru oleh siswa. Model yang diberikan guru dapat berupa cara pelafalan dalam bahasa asing, menggiring atau menendang bola dalam sebuah olahraga, atau guru juga bisa mengajarkan untuk membuat sebuah kerajinan.

Dalam pepatah Jawa, makna guru yaitu digugu lan ditiru, jadi guru menjadi model dengan tujuan agar dicontoh dan ditiru oleh anak didiknya. Apa saja yang dikerjakan oleh guru, akan menjadi contoh bagi peserta didiknya.

6.Refleksi (reflection)

Refleksi yaitu cara untuk memeriksa, menelaah, dan menilai apa yang sudah dipelajari. Penerapannya yakni pada saat akhir kegiatan belajar mengajar, guru memberikan sisa waktu untuk menyampaikan sebuah evaluasi terhadap siswa dengan cara menyatakan secara langsung kepada siswa tentang apa yang sudah dipahami selama kelas berlangsung, kesan dan pesan siswa dalam kegiatan pada saat itu, diskusi, dan hasil karyanya.

7.Penilaian autentik (authentic assesment)

Melalui tes saja belum cukup untuk mengukur pencapaian siswa. Evaluasi yang dilakukan harus memberikan informasi yang akurat mengenai pengetahuan dan keterampilan siswa serta mengenai kapasitas program pendidikan.

Penilaian autentik merupakan suatu cara untuk mengumpulkan data dari berbagai sumber guna mendapatkan gambaran tentang perkembangan metode belajar peserta didik. Sumber data bisa saja berbentuk tes tulis, laporan kegiatan, keterampilan siswa, dan penyampaian materi yang teringkas dalam lembar kerja siswa.

Yang merupakan komponen penting pada pembelajaran kontekstual adalah kontruktivisme; menemukan; bertanya; masyarakat belajar; pemodelan, refleksi; dan penilaian autentik.

C.Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

Delapan faktor, sebagaimana dicantumkan Johnson dalam Nurhadi, merupakan indikasi pembelajaran kontekstual, antara lain:

1.Membangun koneksi yang signifikan (making meaningfull connection). Peserta didik bisa mengelompokkan dirinya menjadi individu-individu yang aktif sembari mengejar kepentingannya sendiri.

2.Melakukan aktivitas atau tugas yang penting (doing significant work). Siswa menciptakan hubungan atau ikatan antara segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan nyata sebagai anggota masyarakat dan pelaku bisnis.

3.Belajar melalui pengendalian diri (self-regulated learning). Siswa terlibat dalam tugas-tugas bermakna yang terdapat tujuan, interaksi antarpribadi, hubungan dengan pengambilan keputusan, dan hasil atau barang bersifat nyata.

4.Bekerjasama (collaborating). Siswa mampu berkolaborasi. Dalam kelompok, guru dan siswa berkolaborasi, dan guru membantu siswa dalam melihat bagaimana mereka mempengaruhi satu sama lain. Mereka juga dapat berbicara satu sama lain.

5.Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking). Peserta didik mampu berpikir kritis dan kreatif, mengevaluasi, mensintesis, memecahkan masalah, dan membuat penilaian dengan menggunakan alasan dan bukti.

6.Memelihara kepribadian siswa (nurturing the individual). Peserta didik dapat mempertahankan pribadinya dengan menyadari, memberi perhatian penuh, memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap diri sendiri, dan menginspirasi diri sendiri. Tanpa adanya bantuan orang dewasa, siswa akan gagal.

7.Mencapai tolak ukur yang tinggi (reaching high standard). Siswa megembangkan tujuan, menginspirasi siswa lain untuk mencapainya, dan menyadari serta menjunjung standar yang tinggi. Guru mencontohkan cara meraih keunggulan kepada siswanya.

8.Memanfaatkan evaluasi yang nyata (using authentic assessment). Melalui penerapan pengetahuan akademis mereka di dalam lingkungannya, siswa mencapai tujuan penting. Misalnya, siswa dapat menceritakan apa saja yang sudah dipelajari di dunia nyata.

Menurut Masnur Muslich (2008) pembelajaran kontekstual mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1)Memperoleh pengetahuan yang memungkinkan siswa untuk menggunakan bakatnya dalam dunia nyata atau kehidupannya sehari-hari.

2)Pendidikan dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan berbagai tugas yang berguna di kehidupan sehari-hari.

3)Tujuan pembelajaran adalah memberikan siswa pengalaman yang bermakna.

4)Evaluasi siswa antar satu sama lain, tugas kelompok, dan latihan diskusi digunakan untuk melaksanakan pembelajaran.

5)Bisa menumbuhkan rasa persatuan, bekerja sama, dan saling pengertian dengan antar siswa.

6)Fokus pada interaksi siswa dan pembelajaran aktif, kreatif, dan produktif.

7)Siswa terlibat dalam lingkungan belajar yang menyenangkan dalam kegiatan pembelajaran.

Karakteristik strategi pembelajaran kontekstual menurut Wina Sanjaya (2005: 110) adalah sebagai berikut;

1.Mengaktifkan kembali pengetahuan awal siswa (activating knowledge)

2.Menambah atau mempelajari ilmu baru (acquiring knowledge)

3.Memberikan pemahamn pengetahuan sebagai prioritas utama (understanding knowledge)

4.Menerapkan apa yang telah dipelajari dan dialami tersebut (applying knowledge)

5.Merefleksi taktik pengembangan pengetahuan (reflecting knowledge)

Departemen Pendidikan Nasional (2002 : 8) menyebutkan karakteristik strategi pembelajaran kontekstual yakni:

1)Menyenangkan, tidak membosankan.

2)Pembelajaran terintegrasi.

3)Adanya kerjasama.

4)Memakai berbagai sumber.

5)Saling menunjang.

6)Siswa aktif.

7)Siswa kritis dan guru kreatif.

8)Belajar dengan semangat yang tinggi.

9)Saling berbagi dengan teman.

10)Laporan kepada orang tua.

Dari pembahasan di atas bahwa mengembangkan hubungan yang bermakna, terlibat dalam kegiatan yang bermakna, pembelajaran yang mengatur diri sendiri, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, membina kepribadian siswa, memenuhi standar yang tinggi, dan memanfaatkan penilaian otentik merupakan seluruh aspek pembelajaran kontekstual.

D.Prinsip Pembelajaran Kontekstual

Istilah pembelajaran kontekstual menggambarkan beberapa gagasan mendasar yang mempengaruhi pembelajaran. Pedoman berikut ini harus menjadi landasan kurikulum dan pembelajaran kontekstual, menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dalam Gafur prinsip pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut:

1.Keterkaitan dan relevansi (relation). Proses pembelajaran hendaknya dikaitkan dengan pengetahuan (prerequisite knowledge) yang telah dimiliki siswa.

2.Pengetahuan langsung (mengalami). Pengalaman langsung dapat dihasilkan dengan melakukan tugas-tugas seperti eksplorasi, penemuan (discovery), inventarisasi, investigasi, studi dan lain-lain dapat menghasilkan pengalaman secara langsung. Pengalaman dianggap sebagai inti dari pembelajaran berbasis kontekstual. Apabila peserta didik diberi kesempatan agar aktif berpastisipasi dalam kegiatan penelitian, memanipulasi peralatan, dan menggunakan sumber belajar dengan tepat, maka pembelajaran akan berjalan lebih cepat.

3.Pengaplikasian (applying). Salah satu strategi pembelajaran utama dalam pembelajaran kontekstual adalah menerapkan ide, fakta, prinsip, serta metode yang diterapkan di ruang belajar bersama guru, antara narasumber dan siswa, dan menyelesaikan tugas secara berkelompok.

4.Transmisi pengetahuan (transferring). Tujuan pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa menjadi lebih adaptif dalam berbagai situasi. Ini lebih dari sekedar hafalan dan dianggap sebagai pembelajaran berkualitas tinggi.

5.Kerja sama (cooperating). Siswa dapat bekerja sama pada lingkungan dimana mereka dapat bertukar ide, mengajukan dan menanggapi pertanyaan, juga terlibat dalam komunikasi dua arah dengan siswa yang lain.

6.Informasi, kemampuan, prinsip, dan perspektif yang telah dimiliki dalam situasi yang berbeda.

Dengan demikian, prinsip-prinsip ini berfungsi sebagai sumber kutipan untuk menggunakan model kontekstual dalam pendidikan. Pembelajaran kontekstual adalah konsep pembelajaran yang lebih penting daripada hasil belajar, karena proses pembelajaran terjadi secara natural melalui kegiatan siswa dan pengalaman mereka sendiri, bukan transfer pengetahuan dari guru kepada siswa.

E.Manfaat Strategi Pembelajaran Kontekstual

Berikut manfaat dari strategi pembelajaran kontekstual bagi siswa, antara lain:

1)Mengembangkan kemampuan berpikir logis, kritis, dan metodis siswa.

2)Karena siswa menerapkan apa yang sudah dipelajarinya, maka pemahamannya dapat bertahan lebih lama.

3)Siswa mungkin mengalami peningkatan kesadaran lingkungan.

4)Menumbuhkan rasa kreativitas yang lebih besar pada siswa dengan mengacu pada tantangan lokal yang disesuaikan dengan ilmu yang dipelajari.

Kesimpulan dari uraian di atas mengenai manfaat dari pembelajaran kontekstual adalah peningkatan kemampuan berpikir logis, kritis, dan metodis pada peserta didik berperan penting dalam memperpanjang pemahaman mereka karena metode belajar yang menekankan pada penerapan konsep. Hal ini juga membuat siswa lebih menyadari hal-hal terhadap lingkungan sekitarnya dan menumbuhkembangkan kreativitas mereka dalam menghadapi permasalahan sehari-hari. Dengan penyesuaian keilmuan yang diperoleh, peserta didik dapat mengembangkan solusi inovatif yang relevan dan efektif.

F.Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kontekstual

Setiap hal pasti tidak memiliki kelebihan atau kekurangan terlepas dari kepemilikannya. Hal ini juga berlaku untuk pembelajaran kontekstual. CTL memiliki keunggulan dan kelemahan, yaitu sebagai berikut:

1.Keunggulan CTL

a)Melalui pembelajaran kontekstual atau CTL siswa didorong untuk menarik hubungan antara apa yang telah mereka pelajari dengan situasi di dunia nyata. Ini berarti bahwa siswa diberikan sarana tidak langsung untuk memahami hubungan antara apa yang sudah mereka dapat di kelas dan situasi di kehidupan sehari-hari, sehingga mereka memiliki kemampuan untuk berdiskusi, mengeksplorasi, dan memecahkan masalah secara kritis.

b)Pembelajaran kontesktual mampu mendorong siswa untuk menerapkan pengetahuan mereka dalam dunia nyata. Dengan kata lain, para siswa diharapkan bukan hanya memahami topik yang dipelajari, namun juga memahami bagaimana topik tersebut bisa mempengaruhi karakter, perilaku, dan akhlak mereka di kehidupan sehari-harinya.

c)Pembelajaran kontekstual menonjolkan proses partisipasi siswa dalam pencarian informasi. Maksudnya, konsep belajar didasarkan pada peristiwa yang dialami langsung. Dalam kerangka CTL, daripada sekedar menunggu siswa diberikan materi pembelajaran, maka akan lebih baik melalui proses mencari dan menemukan sumber belajar sendiri..

d)Strategi pembelajaran kontekstual membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan informasi, memahami masalah, dan menghasilkan solusi (problem solver). Mereka juga memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih informasi yang mereka perlukan, membantu mereka belajar bagaimana berkolaborasi dengan baik dalam kelompok, dan menjadikan pembelajaran di kelas lebih menyenangkan daripada membosankan.

e)Paradigma pembelajaran kontekstual sangat menekankan pada keterlibatan penuh siswa, baik secara kognitif maupun fisik.

f)Ruang belajar dalam pembelajaran kontekstual tidak hanya untuk tempat mendapatkan pengetahuan, tapi juga digunakan untuk melakukan pengujian laporan temuan siswa pada tugas proyek lapangan.

g)Penerapan pembelajaran kontekstual mampu menciptakan lingkungan kelas yang penuh makna.

2.Kelemahan CTL

a)Pembelajaran ini membutuhkan banyak waktu agar siswa bisa memahami materi secara komprehensif.

b)Karena bukan lagi sebagai pusat pengetahuan dalam CTL, guru harus berusaha lebih keras dalam membimbing.

c)Siswa harus terus mengalami kegagalan agar menemukan hubungan yang ideal antara subjek dan kehidupan sehari-hari karena mereka sering melakukan kesalahan.

d)Sulit untuk memilih pengetahuan atau sumber belajar bagi siswa di dalam kelas, karena setiap siswa memiliki keunikan dalam kemampuannya masing-masing.

e)Siswa yang pasif akan kesulitan mengejar ketertinggalan karena ketidaksamaan antara siswa yang mempunyai kemampuan di atas dan di bawah rata-rata. Ini dikarenakan keaktifan menjadi poin penting dalam proses belajar model kontekstual.

f)Jika guru tidak sanggup mengatur keadaan kelas, akan berakibat suasana kelas yang ricuh dan tidak kondusif.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran dan pengajaran kontekstual, juga dikenal sebagai CTL memiliki banyak keuntungan yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan. CTL membantu siswa memahami relevansi materi di dunia nyata dengan mendorong siswa agar menghubungkan pelajaran dengan situasi nyata. Namun, ada kelemahan CTL. Agar siswa dapat memahami materi secara mendalam, proses belajar dengan metode ini butuh durasi yang lebih lama Selain itu, keadaan belajar dapat menjadi buruk jika kelas tidak dikelola dengan baik.

Secara keeseluruhan, CTL adalah pendekatan pembelajaran yang kaya dan bermanfaat, namun, untuk mengatasi masalah yang muncul, itu memerlukan strategi yang efektif dan waktu yang cukup

G.Langkah-Langkah Pembelajaran Kontekstual

Tindakan yang harus dilakukan seorang guru untuk melaksanakan pembelajaran kontekstual dikenal dengan strategi pembelajaran kontekstual. Crawford mengklaim ada lima teknik atau proses pembelajaran kontekstual REACT, yakni:

1.Relating atau berhubungan, yaitu memadukan informasi sebelumnya dengan pengalaman hidup seseorang. Untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dimaksudkan agar dapat memahami makna atau manfaat dari ilmu yang diperolehnya.

2.Experience atau pengalaman, yaitu memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bereksperimen dengan berbagai aktivitas yang merekaciptakan untuk menguji pengetahuannya sendiri.

3.Applying atau menerapkan/memanfaatkan pengetahuannya untuk mengatasi berbagai permasalahan. Selain itu juga disertakan soal-soal latihan yang sesuai dengan tingkat pemahaman siswa.

4.Cooperating yakni proses pembelajaran melalui debat, proyek kelompok, dan berbagi ide antar siswa atau antara siswa dan guru.

5.Transferring yaitu proses mengajak siswa untuk memcoba memecahkan masalah atau tugas yang baru mereka temui dengan menerapkan pengetahuannya dalam situasi baru dengan tujuan memotivasi siswa agar secara aktif terlibat dalam pencarian informasi terbaru.

Dari pernyataan tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa langkah-langkah atau metode pembelajaran kontekstual itu ada 5 (lima) yang biasa disebut REACT, yaitu relating; experience; applying; cooperating; dan transferring.

H.Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional

Siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran jika menggunakan pendekatan kontekstual, sedangkan siswa yang menggunakan metode pembelajaran konvensional hanya sekedar menyerap pengetahuan. Inilah perbedaan utama antara kedua metode tersebut.

Perbedaan antara pendekatan tradisional dan pendekatan pembelajaran kontekstual digambarkan pada tabel berikut:

Pendekatan KontekstualPendekatan Tradisional

Siswa berpartisipasi aktif dalam pendidikannyaInformasi disampaikan secara pasif kepada siswa

Siswa mengambil pengetahuan dari teman melalui proyek kelompok, percakapan, dan koreksi teman sebayaSiswa memperoleh pengetahuan sendiri

Mengaitkan pengetahuan akademis dengan pengaplikasian di dunia nyataPendidikan sebagian besar bersifat teoritis dan abstrak

Landasan perilaku adalah kesadaran diriPerilaku melalui rutinitas

Mengembangkan keterampilan berbasis pemahamanMendapatkan keahlian melalui latihan

Kepuasan diri sebagai hadiah atas perbuatan baik yang dilakukanHadiah atas perilaku baik adalah pujian

Tidak bertindak buruk hanya karena tahu itu salahMenahan diri dari bertindak buruk karena takut mendapat hukuman

Menggunakan pendekatan komunikatif dalam mengajarkan bahasa, yang melibatkan siswa menggunakan bahasa dalam situasi otentikMenggunakan pendekatan struktural dalam pengajaran bahasa, rumus-rumus dipraktikkan setelah dijelaskan secara menyeluruh

Membangun pengetahuan siswa tentang rumus berdasarkan skemanyaHanya ada dua kemungkinan hasil terkait rumus: salah satu memahami rumus dengan benar atau salah.

Siswa menerapkan kemampuan berpikir kritis, menunjukkan upaya mereka untuk merancang metode pembelajaran yang efisien, dan memasukkan skema mereka sendiri ke dalam proses.Siswa tidak menyumbangkan idenya dalam proses pembelajaran, sebaliknya mereka mengikuti intstruksi atau aturan (membaca, mendengarkan, mencatat, menghafal)

Informasi yang dimiliki manusia dikembangkan oleh manusia. Dengan menyediakan konteks bagi pengalamannya dan memahaminya, manusia menghasilkan atau memperluas pengetahuanPengetahuan adalah kemampuan untuk memahami gagasan, hukum, atau kebenaran tertentu yang berada di luar manusia.

Manusia adalah pembelajar seumur hidup, pengetahuan mereka pada dasarnya tidak stabil dan selalu berkembang, karena hal tersebut merupakan sebuah produk dari pengalaman manusiaPengetahuan bersifat konklusif dan kebenaran bersifat mutlak

Wajib bagi siswa untuk bertanggung jawab mengawasi dan memajukan pendidikannya sendiriJalur yang diambil dalam proses pembelajaran ditentukan oleh guru

Memberikan pengalaman siswa sebagai prioritas utamaDalam pembelajaran, pengalaman siswa tidak diperhitungkan

Mengukur hasil belajar melalui berbagai cara, antara lain penilaian, proses kerja, dan rekaman kinerjaHanya memanfaatkan ujian untuk mengukur hasil belajar

Pembelajaran terjadi dalam banyak konteks, lokasi, dan lingkungan Pembelajaran hanya dapat berlangsung di dalam kelas

Penyesalan adalah hukuman atas perilaku burukSanksi adalah semacam disiplin atas perilaku buruk

dasar perilaku positif adalah motivasi intrinsikMotivasi ekstrinsik menjadi dasar perilaku baik

Ketika seseorang berbuat baik, itu karena menurutnya yang paling hebat dan bermanfaatSeseorang bertindak sewajarnya karena hal itu wajar terjadi pada dirinya. Hadiah yang menyenangkan membantu menumbuhkan kebiasaan ini

Jelas dari penjelasan sebelumnya bahwa pembelajaran kontekstual lebih berpusat pada siswa dibandingkan pembelajaran konvensional yang lebih berpusat pada guru. Pembelajaran kontekstual menghubungkan informasi yang diajarkan dengan keadaan aktual, permainan peran, dan proyek kelompok. Sementara itu, siswa dapat belajar sendiri melalui metode tradisional.

I.Implementasi Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran

Untuk mengimplementasikan pembelajaran kontekstual dapat menggunakan beberapa metode yang membuat siswa aktif dalam kegiatan belajar seperti problem based learning, cooperative learning, project based learning, service learning, dan work based learning.

1.Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning)

Suatu metode pengajaran dimana siswa mengerjakan persoalan-persoalan aktual yang berhubungan dengan materi pelajaran yang dipelajari. Hal ini menumbuhkan pemikiran kritis pada siswa dan membekali mereka dengan keterampilan pemecahan masalah melalui tahapan-tahapan berikut::

a)Memahami permasalahan;

b)Mengumpulkan berbagai pengetahuan untuk menyelesaikannya;

c)Mengidentifikasi serta menerapkan pilihan penyelesaian laporan;

d)Menilai prosedur dan hasil pemecahan masalah.

Kemampuan bertanya berarti kemampuan mengajukan pertanyaan dengan cara terbaik berdasarkan kualitas pertanyaan (tingkat pertanyaan), relevansi, frekuensi dan bahasa. Kemampuan merespon berarti kemampuan menanggapi pertanyaan dengan benar berdasarkan kriteria kebenaran jawaban, relevansi, frekuensi, bahasa.

2.Pembelajaran koperatif (cooperative learning)

Pembelajaran kooperatif adalah ketika siswa berkumpul dalam suatu kelompok kecil dan bekerja sama untuk menuntaskan tugas sehingga sseluruh siswa yang ada di dalam kelompok belajar mencapai hasil yang optimal.

Asisten Pembelajaran Tim (APT) adalah model pembelajaran koperatif yang menggabungkan belajar bersama dengan individu. Masing-masing anggota dalam kelompok harus bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya sebab berhasilnya kelompok ditentukan oleh kemampuan mereka untuk bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Pelajaran tidak bisa dilanjutkan apabila salah satu anggota tidak memahaminya.

APT merupakan sejenis pembelajaran kooperatif dalam kelompok kecil yang melibatkan lima sampai enam individu dengan keahlian berbeda. Siswa menyelesaikan tugas dalam berbagai kelompok.

3.Pembelajaran berbasis proyek (project based learning)

PjBL (Project Based Learning/Pembelajaran Berbasis Proyek) adalah pendekatan pendidikan yang dimulai dengan pemecahan masalah untuk mengumpulkan dan menggabungkan informasi baru yang diperoleh dari pengalaman praktis. PjBL dirancang untuk mengatasi masalah rumit yang memerlukan pemahaman dan penelitian siswa.

Belajar melalui proyek akan meningkatkan dorongan dan daya cipta siswa. Salah satu jenis pembelajaran berbasis aktivitas yang bersifat terbuka dan berpusat pada konteks adalah kerja proyek. Ini adalah aspek pendidikan yang sangat menghargai upaya mengatasi masalah secara bersama-sama dalam jangka waktu yang lama.

Menurut filosofi konstruktivisme, model pembelajaran berbasis proyek memungkinkan siswa mengambil bagian dalam aktivitas nyata atau simulasi sehingga mereka dapat mengembangkan pemikiran atau menjadi pelajar yang mandiri. Model pembelajaran ini tidak hanya berfungsi untuk alat bantu atau penunjang pembelajaran untuk menjadikan kegiatan belajar menjadi lebih menyenangkan, tetapi juga dapat memotivasi belajar dan menumbuhkan motivasi mereka untuk menggunakan media.

4.Pembelajaran pelayanan (service learning)

Metode ini memungkinkan pengembangan minat dan kreatifitas baru guna memenuhi proyek ataupun kegiatan bagi kebutuhan masyarakat. Menurut Departemen Pendidikan Nasional, memanfaatkan metodologi pembelajaran yang memadukan layanan masyarakat dengan kerangka berbasis sekolah untuk mewakili layanan tersebut diperlukan untuk pembelajaran layanan.

Ada persamaan antara pembelajaran tindakan sosial dan pembelajaran layanan (service learning memiliki kesamaan dengan pembelajaran aksi sosial. Model pembelajaran tindakan sosial melibatkan siswa dalam kelompok atau secara individual untuk menunjukkan kepedulian mereka terhadap masalah sosial.

Contoh tindakan sosial antara lain bakti sosial, pengabdian pada masyarakat, kunjungan ke panti asuhan, santunan untuk korban bencana alam, pemberian pelayanan K3 (ketertiban, kebersihan dan keindahan) di sekolah.

Langkah-langkah pembelajaran pelayanan:

a.Pendidik menguraikan kompetensi yang diperlukan

b.Pendidik menjelaskan tugas-tugas yang harus diselesaikan, termasuk bentuk, lokasi, dan waktunya

c.Guru menerangkan tujuan tugas yang harus dilaksanakan

d.Siswa mengumpulkan bahan, sumber daya, tenaga kerja, dan energi yang dapat diberikan kepada sekolah atau masyarakat

e.Di bawah arahan gurunya, siswa melakukan proyek pengabdian masyarakat atau di sekolah

f.Siswa menulis laporan tentang pekerjaan suka relanya beserta dampak positifnya

g.Siswa menyampaikan hasil laporannya di depan kelas

h.Pendidik dan peserta didik mendiskusikan aspek manfaat dari proyek layanan yang telah diselesaikan

i.Pendidik menarik kesimpulan dari siswanya.

5.Pembelajaran berbasis kerja (work based learning)

Menekankan pada kemampuan dan pengetahuan yang diperoleh di tempat kerja melalui pelaksanaan tugas, interaksi dengan teman kerja dan identifikasi, serta merenungkan kembali proses dan prosedur yang membuat perusahaan bergantung pada pekerjaan tersebut. Singkatnya, pembelajaran berbasis kerja berlaku untuk siapapun yang secara teratur terlibat dalam pekerjaan (atau menyetujui kontrak kerja selama waktu yang cukup lama untuk menyelesaikan program studi). Tidak banyak orang yang menyadari bahwa sekolah atau kampus menawarkan banyak kesempatan untuk belajar.

Pembelajaran berbasis kerja menggunakan banyak teknologi, namun yang menonjol adalah penyebaran kegiatan, tim pembelajaran dan pengalaman interpersonal seperti bimbingan yang mendorong diskusi dalam sebuah pembelajaran. Proses pembelajaran berbasis kerja (work-based learning) memiliki tiga komponen penting, antara lain:

a)Memandang belajar sebagai sesuatu yang diperoleh melalui tindakan dan didedikasikan untuk tugas yang ada.

b)Memandang penciptaan dan pemanfaatan pengetahuan sebagai kegiatan kolektif, di mana belajar menjadi pekerjaan semua orang.

c)Penggunanya menunjukkan kemampuan belajarnya untuk belajar, yang membebaskan mereka untuk mempertanyakan asumsi yang mendasari pembelajaran mereka.

Penjelasan di atas mengarah pada kesimpulan bahwa ada banyak cara untuk melaksanakan pembelajaran kontekstual, lima di antaranya adalah pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran layanan, dan pembelajaran berbasis kerja.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun