Mohon tunggu...
Aulia Ayu
Aulia Ayu Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengungkap Makna dalam Novel "Simple Miracles"

29 Mei 2018   13:39 Diperbarui: 29 Mei 2018   14:00 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ayu Utami lahir di Bogor, 21 November 1968. Ia adalah seorang aktivis jurnalis dan sastrawan Indonesia. ia besar di jakarta dan menamatkan kuliah di Universitas Indonesia. Ayu dikenal sebagai novelis sejak novelnya yang berjudul Saman memenangi sayembarapenulisan roman dewan kesenia jakarta 1998.

Buku Simple Miracles ini ditulis untuk mengenang sang ibu yang telah tiada. Dalam buku ini, si penulis banyak menceritakan tentang hal-hal yang menyangkut tentang spiritual. Seperti hubungan doa dan arwah. Pada bagian pengantar buku ini terdapat penjelasan tentang doa dan arwah.

"Apakah kita berdoa untuk arwah, atau kepada arwah? Untuk apa berdoa bagi arwah? Yang mati telah mati. Kalaupun ada hidup setelah mati, manusia bertanggung jawab atas diri masing-masing, bukan? Sebagian orang mencemooh nyekar ke makam itu sisa-sisa animisme"

Dan juga, dengan membaca buku ini kita akan dikenalkan kepada apa yang dinamakan spiritualisme kritis. Spiritualisme kritis adalah sikap terbuka pada yang spiritual tanpa mengkhianati nalar kritis. Keterbukaan kita pada dunia spirit dan arwah memang berisiko. Kita jadi rentan. Kita bisa diombang ambingkan dan dimanipulasi, sebab kita berhadapan dengan yang tidak bisa diverifikasi. Karenanya, sebagian orang memilih menutup diri saja agar tidak diperdaya. Sayangnya, sikap menutup diri akan memutus akses kita pada sumber-sumber yang tak terduga, spiritualitas maupun kreativitas.

Bagian pertama cerita di buku ini adalah tentang ibu. Ya, ibu dari sang penulis sakit. Penulis mengatakan" hal yang paling menakutkanku adalah ibu mati". Ketakutan itu kadang menyergap seketika aku tidak sedang bersama ibu". Penulis menceritakan bahwa ia sedari kecil memang tidak pernah berpisah dengan ibunya. Sejak kecil, ia selalu mengikuti kemana ibunya pergi. Ia takut akan ditinggal mati ibunya. Ia juga seperti memiliki dua kepribadian. Saat di sekolah, ia takut akan kemanjaan dari ibunya. Tetapi ketika berada di rumah ia akan terus mencari-cari dimana ibunya berada.

"Betapa mengerikannya hidup. Orang yang kita cintai bisa mati setiap saat".

Banyak juga cerita hantu di buku ini. Si penulis mendengarkannya dari orang dewasa si bibi gemuk dan bibi kurus yang tinggal di paviliun rumahnya. Sementara itu, sepasang bibi gemuk dan bibi kurus kadang mengaku bahwa mereka pernah melihat sendiri hantu. Di rumah mereka sendiri di desa, di tepian barat Yogyakarta, pernah ada yang mengetuk pintu saat hari gelap. Ketika dihampiri sosok itu menjadi tinggi. Dan terus bertambah tinggi, melebihi pohon kelapa.

Ketika si penulis sudah mulai berumur menjelang duapuluh. Kakak sulungnya menikah. Ia sangat senang. Kakak sulungnyayang sayang, gemas sekaligus sebal padaku itu memasuki tahap baru kehidupan. Setahun kemudian, lahirlah cucu pertama yang bernama Bonifacius. Selewat usia setahun bonifacius sudah berjalan. Tapi, perlahan tampak ada yang tidak biasa pada bocah itu. Bonifacius sering mengerutkan dahi sambil mlirik ke arah sudut ruangan sambil bilang "A-um". Tangannya menunjuk ke depan. Tak berapa lama kemudian, orang-orang berkata bahwa anak itu bisa melihat makhluk halus.

"Jika ada anggota keluargamu yang mengaku bisa melihat sesuatu yang tak bisa kamu lihat, satu-satunya cara yang adil adalah bersikap terbuka"

Lalu cerita selanjutnya dalah tentang percaya atau ketidakpercayaan akan arwah,ari-ari atau semacamnya. Orang-orang di jawa biasa menganggap bahwa ari-ari atau plasenta itu juga punya nyawa. Itu adalah teman kita waktu di dalam perut. Ia memang tak menjadi manusia. Tapi rohnya tetap hidup menemani kita. Menurut penulis,hal-hal semacam itu hanya bisa dinilai dari segi pikiran dan sikap.

 Cerita terakhir dari buku ini menceritakan tentang ibunya yg sakit. Pada saat itu, si penulis merasa bahwa waktu telah datang. Dia merasa telah ditaklukkan oleh rasa takut dan bersalah yang umum. Penulis menyaksika kegelisahan ibunya menahan rasa sakit. Sampai akhirnya nafasnya yang mengeras lalu dadanya menjadi tenang. Dadanya hening sama sekali. Disitu dia tak percaya, ibunya telah berpulang. Ibunya wafat menjelang tengah malam, dalam keadaan sesak nafas.

"Ada waktunya kepasrahan adalah jalan terbaik"

Mengharapkan sebuah mukjizat adalah hal yg biasa. Tapi mukjizat tentu tidak datang begitu saja. Mukjizat adalah keajaiban. Tapi tidak. Tentu ada bahaya dalam mengakui keajaiban. Sebab keajaiban itu menyenangkan dan banyak kita bernafsu padanya.

JUDUL BUKU : SIMPLE MIRACLES (doa dan arwah)

PENULIS : Ayu Utami

TEBAL BUKU : 177 halaman

PENERBIT : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), Jakarta

TAHUN TERBIT : 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun