Sedikit cerita unik dari beberapa pengalaman teman saya terkait warteg. Saya menyimpulkan bahwa mahasiswa asal Yogyakarta lebih memilih untuk mencari makan di warmindo ketimbang warteg.
Denny mengatakan bahwa apapun makanannya, perginya pasti ke warmindo. Setelah pengalaman pertama kali makan warteg bersama saya, Denny tetap bersikukuh kalau warmindo jauh lebih enak dan nyaman untuk disingahi tatkala ia butuh makan. Selain makan, warmindo lebih cocok untuk dipakai nongkrong lama. Apalagi sembari nugas yang memakan waktu berjam-jam.
Soal cita rasa pun, Denny lebih memilih makan di warmindo, apalagi menu kesukaannya orak-arik ayam khas tangan ciamik mang liliek. Baginya makan di warteg sama saja seperti makan di rumah, dan warmindo lebih memiliki sisi yang berbeda dari masakan rumahan yang setiap hari ia makan.Â
Reyvi pun memberikan argument yang sama seperti Denny. Baginya warmindo lebih enak dan nyaman untuk makan maupun nongkrong lama. "Kesannya ga nyaman kalo nongkrong di warteg," ucap remaja asal Kasihan tersebut. Kalau mau makan besar pun, Reyvi lebih memilih makan nasi padang. Apalagi nasi padang dekat rumahnya yang selalu ia banggakan. Dengan menu andalannya, nasi ayam 10 ribu dan es jeruk yang katanya paling enak se-Jogja.
Reyvi berargumen, eksistensi padang murah yang menjamur di setiap sudut kota semakin membuat warteg sepertinya kurang diminati oleh mahasiswa. Walaupun promo warteg lebih banyak, ngambil nasi sepuasnya jauh lebih menggiurkan dibanding es teh gratis. "ya sekali dua kali gapapa sih pergi ke warteg lagi, itu pun kalu lu yang ajak," ucap Reyvi kepada saya.
Bagi saya yang seorang perantau, awalnya berfikir kalau warmindo bukanlah tempat untuk makan, namun hanya tempat nongkrong sembari membeli kopi atau mie instan. Seiring waktu, saya mulai memaklumi kalau warmindo memang bisa dijadikan opsi untuk mencari makan. Walaupun menu yang dijual berkutat pada variasi mie instan dan minuman sachet cepat saji.
Warteg bagi saya masih menjadi primadona pilihan tempat mencari makan. Mungkin di posisi kedua, di bawah nasi padang yang memang sulit untuk digeser. Selain opsi makanan yang beragam, saya memilih warteg karena menyediakan aneka sayuran yang mungkin jarang dilirik oleh anak kos kebanyakan. Semakin dewasa, makan sayur rasanya menjadi prioritas daripada harus membeli obat wasir.
Promo gratis es teh di warteg pun sangat menggiurkan, apalagi teriknya matahari Yogyakarta yang selalu membuat dahaga tenggorokan. Promo jumat berkah yang bisa makan hanya 12 ribu pada jam tertentu, makin-makin membuat warteg lebih relevan dibanding opsi tempat makan lain.
Bagi seorang perantau seperti saya, makan warteg malah membuat kenangan masakan sederhana ibu di rumah. Ati ampela balado dan sayur sawi kerap kali tertata di piring bersama dengan 2 centong nasi. Walaupun micinnya kadang kebanyakan, namun setidaknya memori cita rasa ibu kerap kali terecap tatkala sesendok nasi masuk ke mulut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H