Mohon tunggu...
Nuri YuthikaFfebriyanti
Nuri YuthikaFfebriyanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Uin Walisongo Semarang

Menyukai mengenai berbagai hal seperti music, travelling, movie.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Masyarakat Suku Baduy yang Tetap Menjaga Kelestarian Budaya Leluhurnya

13 September 2023   18:49 Diperbarui: 13 September 2023   19:16 1036
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam perspektif Schien, maka suku baduy dalam menjalankan budaya leluhurnya dikategorikan dalam Asumsi Dasar (basic underlying assumptions), merupakan keyakinan anggotanya yang cenderung tidak dikonfrontasi dan tidak diperdebatkan sehingga sulit untuk berubah. Bahkan menurut Edison, et.al. (2017), terkait dengan Asumsi Dasar ini menyatakan bahwa, "ini sangat sulit untuk diubah, pendekatan apapun yang dilakukan cenderung dapat diartikan lain atau menimbulkan persepsi negatif bagi yang menerimanya". Kalau pun terjadi sedikit pergeseran di Baduy Luar, namun Suku Baduy secara keseluruhan masih kuat mempertahankan budaya atau adat istiadat di era digital saat ini, karena budaya atau adat istiadat merupakan dari keyakinan mereka yang semestinya harus dijaga, jika tidak maka alam akan menghukumnya.

Pada system pernikahan suku baduy dalam masih menerapkan model perjodohan. Gadis-gadis disana biasanya menikah pada usia belasan. Pada acara pernikahannya, pasangan akan mengenakan pakaian yang baru yang namanya "baju dumping", dibeli dari Baduy Luar. Bagi warga Baduy Dalam, pernikahan adalah sekali untuk seumur hidup. Mereka tidak mengenal perceraian kecuali kematian. Yang menarik dalam adat Baduy yaitu larangan berpoligami atau berpoliandri. Prinsip Baduy untuk menjaga keharmonisan antara sesama manusia dan memperlakukan alam secara bijaksana, adalah warisan nenek moyang suku Baduy sejak ratusan tahun yang lalu. Sejak ratusan tahun lalu itu pula penduduk Baduy tetap langgeng dan terbebas dari sentuhan teknologi serta kehidupan modern. Sekilas mengenai suku Baduy menggambarkan lekatnya sistem nilai yang dianut oleh masyarakat setempat sebagai sesuatu yang baik dan dipertahankan dalam mengatur pola hubungan individu-sosial bahkan mengatur hubungan laki-laki dan perempuan dalam sektor domestik. Perempuan menjalankan tugas sehari-hari di dapur, mengasuh anak, dan menenun. Perempuan/isteri juga tidak dilarang membantu laki-laki/suami untuk berladang. Sistem nilai yang dianut dan dianggap baik ini menjadi salah satu kearifan lokal yang dipertahankan di sana.

Menurut sistem kepercayaan, Suku Baduy merupakan suku terasing di Provinsi Banten dan hampir seluruhnya menganut keprimitifan Sunda. Keyakinan ini meyakini adanya Tuhan yang disebut "Guriang Mangtu" atau  pencipta alam semesta, dan mengamalkan kehidupan sesuai ajaran Nabi Adam sebagai nenek moyang yang mewarisi keyakinan turunan tersebut. Dalam Kaneke, isi utama 'kembanguh' (kesesuaian) adalah konsep "tidak berubah" atau berubah sesedikit mungkin: "Lonjor teu  teu utkku on cut, Pondok teu utkku on utkku" (Yang panjang tidak boleh dipotong, yang short tidak boleh disambung) (Garna, 1993). Makna dari peribahasa tersebut adalah masyarakat Baduy hidup dengan alam  apa adanya. Masyarakat Baduy Dalam mempercayai adanya kehidupan setelah kematian. Mereka percaya pada surga dan neraka. Adanya kepercayaan tersebut tercermin dalam tingkah laku dan tindakan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Mereka selalu bersikap jujur, menghindari rasa iri, marah, dan emosi lain yang dapat merusak kesucian jiwanya. Orang Baduy tidak pernah mengambil barang yang bukan miliknya, meskipun tidak ada  yang mengetahuinya. Tuhan melihat semua tingkah laku mereka. Masyarakat Baduy melakukan beberapa kegiatan menurut kepercayaan Apaksat Sunda, antara lain sebagai berikut. (1) Kawalu merupakan upacara yang dilakukan masyarakat Baduy dalam  menyambut bulan Kawalu yang dianggap suci karena terdapat tiga bulan puasa  yaitu bulan Kasa, Karo, dan Katiga. (2) Ngalaksa merupakan upacara besar yang dilakukan masyarakat Baduy sebagai ucapan syukur atas berlalunya bulan Kawalu setelah  puasa  3 bulan. Ngalaka biasa juga  disebut Idul Fitri. (3) Seba yaitu masyarakat Baduy melakukan kunjungan ke pemerintah daerah atau pusat untuk menjalin hubungan baik antara masyarakat Baduy dengan pemerintah, dan merupakan bentuk pengakuan terhadap masyarakat Baduy. (4) Masyarakat Baduy mengadakan penanaman padi dengan  angklung buhun sebagai penghormatan kepada Dewi Sri lambang kemakmuran. (5) Persalinan berlangsung melalui beberapa kegiatan, yaitu: (a) Kendit, yaitu upacara kehamilan 7 bulan. (b) Anak yang dilahirkan dibawa ke dukun/paraji dengan cara dimantra. (c) Pada hari ketujuh setelah kelahiran,  diadakan upacara pemakaman/penyelamatan anak. d) Angiran yaitu upacara yang dilakukan pada hari ke 40 setelah kelahiran. e) Akika, yaitu mencukur, menyunat dan memberi nama  dukun (kokolot). Nama ini diberikan setelah mimpi Kokolot. Akikah dilakukan dengan menyembelih seekor ayam.Kehidupan masyarakat Baduy berpusat pada siklus pertanian yang dikerjakan dengan  peralatan yang  sangat sederhana, tanpa alat modern,  hanya bedengan, kapak, catur, dan lain-lain. Masyarakat Baduy juga belum mengenal listrik, mereka hanya menggunakan lampu yang terbuat dari minyak kelapa atau minyak tanah. Masyarakat Baduy juga belum mengetahui tentang kendaraan. Mereka selalu berjalan  tanpa alas kaki (khususnya masyarakat Baduy Dalam yang melakukan hal ini). Sistem informasi masyarakat Baduy adalah Pikukuh yang mengikuti segala aturan yang diwariskan nenek moyang. Menurut pengetahuan mereka, masyarakat Baduy mewarisi toleransi, adat istiadat, jiwa sosial dan teknik pertanian dari nenek moyang mereka. Masyarakat Baduy tidak mengenyam pendidikan formal. Oleh karena itu, mungkin dalam hal pendidikan modern, masyarakat Baduy masih tertinggal. Namun, mereka belajar secara otodidak. Mereka dapat membaca dan menulis dengan keterampilan sederhana dan hal ini dilakukan dengan belajar dari  orang yang lebih tua atau sesepuh. Sekolah diyakini dapat menjadikan manusia cerdas dan cerdas. Ketika orang  pintar dan cerdas, mereka dengan mudah menipu dan melakukan kejahatan. Hal inilah yang dihindari  masyarakat Baduy. Inilah yang menyebabkan masyarakat badu tidak diperbolehkan bersekolah. Meski tidak bersekolah, masyarakat Baduy bukanlah orang  bodoh. Mereka juga menerima informasi tentang perjalanan kota mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun