Dalam tulisan saya kali ini, saya ingin menuliskan analisa saya mengenai pendidikan Indonesia melalui perspektif filsafat pendidikan. Pertama-tama saya akan memulai dari menuliskan garis besar sistem pendidikan indonesia sekarang. Sistem pendidikan Indonesia terdiri atas pendidikan formal, non-formal, dan informal (Caesaria and Adit 2022). Ketentuan mengenai tiga jenis pendidikan tersebut tertera dalam UU Sisdiknas tahun 2003. Pendidikan formal adalah jenis pendidikan yang sudah terstruktur dan sistematis. Pendidikan formal sendiri pun terbagi pada tiga jenjang, pada pendidikan dasar ada Sekolah Dasar (SD) dan yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan yang sederajat (Dwi 2023). Diatas pendidikan dasar terdapat pendidikan menengah yang mencakup Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Pada jenjang pendidikan tertinggi (pendidikan tinggi), yang menjadi sarana pendidikan adalah perguruan tinggi. Program sarjana, magister, dan doktor (Dwi 2023).
Di Indonesia metode pengajaran yang digunakan adalah ceramah, diskusi, tanya jawab, demonstrasi, praktik, proyek. Ceramah, adalah pengajaran dimana guru memberikan penjelasan mengenai materi pelajaran secara verbal kepada siswa. Diskusi, dimana siswa sekarang boleh bersuara dengan memberikan pendapat atau bertanya mengenai topik. Tanya jawab, guru memberi pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa. Demonstrasi, guru secara langsung melakukan suatu tindakan untuk menunjukkan proses dan hasilnya pada siswa. Praktik, siswa melakukan suatu tindakan sesuai dengan proses yang ditunjukkan dan menghasilkan hasil yang diperlukan. Proyek, siswa diberi tugas untuk membuat suatu proyek.Â
Selanjutnya untuk melaksanakan pendidikan dengan baik akan diperlukan fasilitas yang baik juga. Pemerintah Indonesia menggunakan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD untuk menjalankan sistem pendidikan Indonesia (Inkiriwang, Singal, and Roeroe 2020, 143). Semua sekolah di Indonesia berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Dwi 2023). Sistem pendidikan Indonesia diatur dan dijaga standarnya oleh Kemendikbudristek (Dwi 2023). Selain itu juga ada Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) dan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang bertugas mengatur serta mengawasi standar dan kualitas pendidikan Indonesia (Dwi 2023). Segala macam fasilitas dan fasilitasi sebetulnya pada akhirnya ada di tangan organisasi-organisasi yang saya sebutkan di atas.
Pendidikan pada hakikatnya adalah suatu proses untuk memanusiakan manusia. Artinya, seorang manusia melalui pendidikan harus menjadi berpengetahuan, sehat dalam jasmani dan rohani, dan berakhlak mulia. Kemudian ada juga keperluan pendidikan sebagai pembudidayaan nilai-nilai dalam sebuah masyarakat. Nilai-nilai tersebut sebetulnya ada pada bentuk ideologi suatu negara. Dalam kasus Indonesia, nilai-nilai yang ingin dibudidayakan terkandung dalam Pancasila (Semadi 2019, 85). Maka dari itu, filsafat pendidikan sebenarnya ada untuk menjawab suatu pertanyaan yakni "apa yang harus dilakukan pendidik untuk membawa anak didik mewujudkan tujuan tersebut?", tujuan disini  menunjuk pada harapan masyarakat atau pada ideologi. Pendidikan suatu negara untuk mewujudkan tujuannya --memanusiakan manusia dan membudidayakan nilai-- harus memiliki landasan pada filsafat pendidikan. Namun menurut pengalaman pribadi saya, dalam 12 tahun bersekolah SD, SMP, dan SMA, saya belum pernah mendengar gagasan mengenai filsafat pendidikan.Â
Kian jelasnya bahwa pendidikan memerlukan filsafat pendidikan. Karena harus ada aspek reflektif dalam pendidikan untuk menjabarkan orientasi pendidikan bilamana ingin memenuhi tujuannya. Seperti yang saya jelaskan pada paragraf sebelumnya, saya belum pernah mendengar filsafat pendidikan Indonesia dijelaskan pada saya dalam 12 tahun bersekolah. Namun, itu tidak mengartikan bahwa Indonesia tidak memiliki sebuah filsafat pendidikan. Ki Hajar Dewantara memberikan pandangannya pada pendidikan berupa "ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karya, tut wuri handayani", yang berarti di depan memberikan contoh, di tengah memberi semangat, dan di belakang memberi dorongan (Tarigan 2022, 154). Â Sistem pendidikan Ki Hajar Dewantara disebut sebagai sistem pendidikan Among yang dalamnya mengutamakan kemampuan dasar siswa untuk mengatasi masalah yang sedang dialami dengan dibekalkan kebebasan berpikir (Tarigan 2022, 149).
Jika menelusuri pendidikan Indonesia dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara sebagai fondasi maka dapat dilihat aliran filsafat pendidikan mana yang sebenarnya dianut bangsa Indonesia. Setidaknya ada dua aliran yang cocok dengan Indonesia. Pertama, progresivisme. Progresivisme berdasarkan keyakinan bahwa manusia memiliki kemampuan yang dapat menghadapi berbagai masalah. Karenanya progresivisme tidak menyetujui pendidikan otoriter dan mencoba sebisa mungkin mengembangkan kebebasan berpikir siswa, seturut dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara (Suparlan 2014, 6). Kedua, esensialisme. Esensialisme mengutamakan internalisasi suatu macam nilai yang tetap, absolut, dan tidak pernah berubah. Esensialisme dengan Ki Hajar Dewantara memang dapat dikatakan mirip karena esensialisme berpendapat bahwa pendidikan harus mengajarkan nilai kebudayaan yang sudah ada semenjak dahulu, mirip dengan Ki Hajar Dewantara (Suparlan 2014, 11). Kendati demikian ajaran esensialisme, itu tidak mengartikan bahwa Indonesia tidak memiliki kemajuan. Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa kebudayaan Indonesia akan selalu maju namun esensinya selalu berkepribadian Indonesia (Suparlan 2014, 11).
Dapat dilihat bahwa pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai pendidikan sangatlah mirip dengan aliran progresivisme dan esensialisme. Maka, harapannya adalah pendidikan Indonesia menjadi sadar diri atas pemikiran reflektif yang ada di belakang sistem pendidikan Indonesia. Dalam pendapat saya sebetulnya Indonesia sudah mencerminkan progresivisme melalui merdeka belajar dan mencerminkan juga esensialisme melalui didikan atas nilai-nilai pancasila. Namun seharusnya ada juga pendidikan atas pendidikan. Harus ada penjelasan mengapa pendidikan Indonesia berbentuk sebagaimana rupanya sekarang. Karena jika tidak, itu layaknya membuat rumah tanpa adanya fondasi yang kuat. Bisa jadi pendidik hanya mendidik siswa tanpa mengetahui apa sebenarnya landasan dari hal yang mereka lakukan. Dan bisa jadi siswa hanya dididik membuta, dipaksa untuk belajar padahal tidak tahu untuk apa mereka belajar.Â
SUMBER
Caesaria, Sandra C., and Albertus Adit. 2022. "Apa Itu Pendidikan Formal, Non-formal dan Informal? Ini Bedanya Halaman all." Kompas.com. https://www.kompas.com/edu/read/2022/09/02/144900171/apa-itu-pendidikan-formal-non-formal-dan-informal-ini-bedanya?page=all.
Dwi, Anugrah. 2023. "Sistem Pendidikan di Indonesia - UMSU Kampus Terbaik di Medan." FKIP UMSU. https://fkip.umsu.ac.id/2023/07/11/sistem-pendidikan-di-indonesia/.
Inkiriwang, Rizky R., Refly Singal, and Jeffry V. Roeroe. 2020. "KEWAJIBAN NEGARA DALAM PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN KEPADA MASYARAKAT MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDKAN NASIONAL." Lex Privatum 8, no. 2 (Agustus): 143-153.