Mohon tunggu...
Yusya Rahmansyah
Yusya Rahmansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Siliwangi

Seorang mahasiswa yang besar di dua pulau di Indonesia sumatera dan jawa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Melati di Tapal Batas

13 April 2020   20:25 Diperbarui: 13 April 2020   20:40 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Serdadu Perempuan (historia.id)

Sementara, malam semakin larut. Namun, masih terdengar percakapan hangat di suatu apartemen nun jauh disana. "Lalu Nek, bagaimana lagi ceritanya? Apa Ani benar-benar ketemu mamanya di surga?" tanya anak kecil yang duduk dipangkuan Neneknya itu.

"Wah, Bagaimana ya menjelaskannya? Iya sayang, Ani sudah di surga bersama mamanya, sekarang Anneliese tidur ya. Nenek mau tidur juga" dengan lembut nenek tersebut meminta anak kecil itu untuk tidur setelah bercerita panjang lebar. "Oke Nek, Anne juga lelah. Goedenacht Nek!" jelas Anne.

"Ya sayang, selamat malam juga" ujar Nenek tersebut. Malam di Utrecht cukup dingin, Nenek tersebut keluar sejenak sambil melihat ke arah gelapnya malam di Utrecht, di negeri Belanda.  "Ani, kamu sedang apa disana? Sudah bertemu Ibu mu ya? Sekarang cucuku sudah mulai besar. Aku harap kamu bahagia disana Ni. Salam untuk Siti ya" Nenek tersebut sedikit berbisik di gelapnya malam di negeri yang jauh dari Tanah Air yang selalu Ia banggakan.

*Cerpen ini berdasarkan peristiwa sejarah pada 1947 ketika terjadi perang melawan Agresi Militer Belanda di Jakarta-Karawang-Bekasi, sosok asli dalam sejarah yaitu Letnan Kolonel Moeffreni Moe'min yang merupakan komandan Resimen V Cikampek yang memiliki serdadu perempuan di dalamnya.

Letkol Moeffreni Moe'min (kiri) dan staf-nya Mayor Soeroto Kunto. Sumber: historia.id
Letkol Moeffreni Moe'min (kiri) dan staf-nya Mayor Soeroto Kunto. Sumber: historia.id

Lagu gubahan Ismail Marzuki yang berjudul Melati di Tapal Batas, ternyata merupakan upaya Letkol Moeffreni untuk mengingatkan Srikandi-Srikandi yang ada di garis depan tersebut. Dan melalui Ismail Marzuki yang kala itu sedang mampir ke Cikampek untuk pergi ke Jogjakarta.

"Bukan kami tidak percaya, namun sebagai perempuan mereka memiliki tugas yang lebih penting untuk melahirkan generasi baru. Kalau mereka semua gugur di medan perang, lantas siapa yang akan meneruskan perjuangan ini?" ujar Moeffreni dalam biografinya berjudul Jakarta-Karawang-Bekasi, Dalam Gejolak Revolusi: Perjuangan Moeffreni Moe'min karya Dien Madjid dan Darmiati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun