Namanya juga bioskop, suatu tempat untuk menonton film dengan layar super lebar dan kualitas suara yang mampu menghanyutkan  emosi penonton mengikuti alur film. Namanya juga bioskop, orang memang meniatkan diri datang untuk menonton sebuah film yang bisa jadi telah ditunggu tayangnya. Biasanya telah didahului dengan beredarnya  trailer film sebagai sarana iklan. Trailer yang sukses adalah yang mampu  membuat pemirsanya  penasaran dan ingin segera menuntaskan rasa penasarannya itu dengan langsung nonton filmnya, sesegera mungkin setelah tayang di bioskop. Bila perlu malah ikut premiernya, nonton saat pemutaran perdana.
Saya pribadi tidak terlalu hobi nonton di bioskop dengan berbagai pertimbangan, antara lain karena pasukan di rumah banyak. Apalagi  bila nonton dengan harga weekend, tiket  sudah pasti lebih mahal, bisa dihitung berapa uang yang harus saya keluarkan, termasuk rayuan anak-anak yang langsung 'ijo' melihat camilan kesukaannya  pop corn dan minuman dengan harga wow. Bila kemudian ternyata harus nonton karena pertimbangan filmnya bagus, bermutu dan layak untuk ditonton bersama keluarga , berarti harus menyiapkan diri dengan kondisi-kondisi  di atas, siapkan dana ekstra.
Bioskop sesuai  maruahnya adalah menjual kenyamanan saat menonton film. Fasilitas yang disediakan semata-mata untuk mendukung kenyamanan konsumen selama menikmati pemutaran film atau saat menunggu diputarnya film yang diinginkan. Tempat duduk yang nyaman, AC, toilet bersih, ruang tunggu yang nyaman termasuk penjualan makanan. Semakin tinggi kelas bioskop tentu fasilitas yang disediakan pun semakin  memanjakan penonton, mewah dengan harga lebih wah. Jadi ketika seseorang telah memutuskan untuk masuk ke area bioskop, seharusnya mereka telah mengetahui semua konsekuensinya.
Yang hobi nonton, pasti telah mengetahui tipsnya, tinggal bagaimana menyiasatinya. Misal yang dipermasalahkan adalah mahalnya harga makanan yang dijual di area bioskop, berarti sebelum nonton sebaiknya makan dan minum dulu secukupnya. Makan yang kira-kira mampu menahan lapar selama pemutaran film berlangsung. Meski ada saja penonton yang  berusaha maksmial mengantongi beberapa permen, coklat  atau makanan ringan lainnya dan lolos dari pemeriksaan petugas.
Menurut saya kenapa bioskop menerapkan aturan dilarang membawa makanan ke dalam ruangan karena ingin mempertahan kebersihan dan kenyamanan ruang bioskop. Bayangkan kalau tidak ada aturan makanan yang boleh dibawa masuk dan semua jenis makanan bebas dibawa ke dalam, mungkin setelah film selesai diputar petugas kebersihan akan sangat kewalahan membersihkan area dari sisa-sisa makanan (kulit kacang ato kwaci berserakan, kertas bekas nasi bungkus, tumpahan kopi, permen karet yang nempel ke sofa, dll).  Butuh extra effort membersihkan  sampah sisa makanan , sementara jeda waktu  pemutaran film berikutnya sangat pendek. Punya pengalaman dapat bangku dengan sampah makanan di sela-sela kursi? Sangat tidak menyenangkan.Â
Prasangka baik saya, mungkin itu sebabnya kenapa makanan yang dijual di area bioskop juga terbatas jenis dan ada kriteria tertentu. Kenapa mahal? Untuk meminimalisir efeknya. Penyediaan makanan benar-benar untuk yang darurat lapar dan pingin nyemil. Sepertinya pengusaha tidak mengejar omset dari  penjualan makanan tapi tetap fokus pada penjualan tiket.
Menurut saya nonton di bioskop dan jajan di areanya itu bukan kebutuhan pokok, tidak ada paksaan, sesuai dengan selera dan kemampuan. Seperti halnya jasa hiburan dan akomodasi  lainnya, meski dengan harga  fantastis tetap saja ada yang butuh, mencarinya dan membayarnya. Karena pada dasarnya mereka membeli kenyamanan. Jadi bila tetap ingin ke bioskop mari  diatur dan disiasati saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H