Mohon tunggu...
yustiana yayuk
yustiana yayuk Mohon Tunggu... Administrasi - IRT

emak bekerja yang tak ingin ketinggalan belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tentang Pelakor, Jangan Wariskan Sejarah Buruk kepada Anak-anak

23 Februari 2018   10:07 Diperbarui: 23 Februari 2018   11:47 1181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: rockingmama.id

Sebetulnya enggan untuk komen, karena topiknya sensitif.

Saya juga gak nyaman dengan istilah pelakor. Yang memunculkan istilah itu pasti sedang sangat emosi dan merasa menjadi korban.

Tapi saya setuju dengan pendapat bahwa dalam kasus pelakor pasti terdapat andil dari kedua belah pihak, dari wanitanya maupun  lelaki beristri (saya lebih nyaman menyebutnya demikan) yang terlibat.  Tak perlu diperdebatkan siapa yang memulai, bisa jadi wanita yang menggoda duluan, lelaki beristri menanggapi atau malah lelaki yang telah beristri tersebut lupa kalau sudah punya istri sehingga menggoda wanita lain yang menarik hatinya. Bisa jadi pula terkondisi oleh lingkungan,  awalnya mungkin tak ada niat  untuk terjebak ke situasi terlarang itu, namun karena intensitas pertemuan yang terlalu sering, lemahnya iman antara keduanya dan longgarnya adab pergaulan yang seharusnya dijaga akhirnya memunculkan benih asmara yang tidak seharusnya tumbuh. 

Witing tresno jalaran soko kulino. Cinta tumbuh karena terbiasa. Witing tresno jalaran ora ono liyo, cinta tumbuh karena cuma dia satu-satunya wanita yang ada (karena kondisi tertentu_ LDR misal). Sang wanita  penasaran dan merasa menang karena berhasil memalingkan  lelaki beristri itu dari istrinya, sang lelaki beristri  sudah pasti  puas dan terpenuhi egonya berhasil menundukkan hati wanita (lagi), bukti bahwa dirinya masih punya pesona.

Apa kabar dengan istri sahnya?  

Sakit hati itu pasti, perasaan dikhianati, dibodohin, tak dicintai lagi, tak dianggab. Reaksi dari sakit hatinya itu yang  beragam, tergantung kepribadian dan bentukan akhlaknya.  Ada yang reaktif meletup-letup emosinya seperti adegan di video yang sedang viral saat ini, ada yang nampak diam  namun penuh dengan manuver rencana melampiaskan emosi, dan mungkin ada sebagian kecil yang merenung sambil introspeksi diri, apa yang tidak sempurna  dalam dirinya hingga suami berpaling ke lain hati?

Apapun wujud pelampiasan sakit hatinya, memaki/menyerang/mempermalukan bahkan menguploadnya menjadi konsumsi umum tanpa batas, tindakan tersebut  tak akan menyelesaikan masalah.  Sebenarnya tidak hanya pelakor yang merasa malu dan jatuh harga dirinya, suami dan istri sah pun akan ikut menanggung rasa tersebut, bahkan anak-anak dan keluarga besar.

Kira-kira pasca emosi terlampiaskan dengan cara yang kurang apik tersebut, apa yang akan terjadi di antara mereka?  Kemungkinannya bisa jadi seperti ini :

  • Wanita yang merebut perhatian lelaki beristri merasa terhina, memutuskan hubungan dan sangat mungkin melakukan pembalasan kepada istri sah;
  • Lelaki beristri bisa jadi masih melakukan pembelaan terhadap gebetannya dan berupaya memberi janji-janji manis lainnya (gak kapok);
  • Lelaki beristri menyadari kesalahannya, dan bertekuk lutut di depan istri sahnya;
  • Istri sah sesaat merasa puas berhasil mencurahkan semua kekecewaan dan kemarahan yang menggumpal;

Namun masih bisa kah hubungan suami dan istri tersebut menjadi mesra kembali ? Jalinan cinta suci itu apakah akan tetap terajut sempurna? Noda itu mungkin akan selalu menjadi mimpi buruk di kehidupan rumah tangga mereka selanjutnya.

Lelaki dengan fitrahnya sebagai pemimpin masih bisakah dijadikan panutan untuk dihormati oleh istri dan anak-anak?  Dan istri yang bisa menerima kembali suaminya setelah penghianatan tersebut pastilah hatinya seluas samudra, sangat lapang.

Apa kabar dengan anak-anak? 

Wahai Bapak, Ibu dan Mbak Wanita Lain, jangan kalian egois, lihatlah di sekeliling, ada anak-anak yang tak paham permasalahan orang dewasa. 

Tolong jangan kalian wariskan sesuatu yang tidak nyaman untuk mereka, sesuatu yang akan menjadi beban moral buat kehidupan mereka kelak, sesuatu yang harus selalu mereka  tutupi karena menjadi sejarah kelam masa kecilnya.

 Idealnya hanya ada Ayah dan Ibu di kehidupan mereka. Jangan diusik kemurnian kebahagiannya  dengan kehadiran Ibu  atau Tante yang lain. 

Buat mereka bangga bercerita tentang kita, tentang Ayah dan Ibunya tanpa tapi..

Denpasar menjelang pulang, 23 Februari 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun