Mohon tunggu...
Yuswanto Raider
Yuswanto Raider Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang guru dan penulis lepas yang lahir di Surabaya pada 14 Februari 1974. Sejak tahun 2005 saya tinggal di Desa Kembangsri Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto

Hobi saya merawat tanaman, traveling, outdoor learning, dan advokasi kemasyarakatan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

5 Faktor Ini, Penyebab Sektor Pendidikan Jadi Target KPK, Mengapa?

11 April 2024   02:17 Diperbarui: 11 April 2024   02:17 659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada kesempatan itu, bahkan Dr. Chatarina Muliana mengistilahkan "Ada Gula Ada Semur". Maksudnya, bila anggaran pendidikan makin besar, prediksinya juga akan besar pula anggaran yang akan terkorupsi. Sebuah relevansi yang patut direnungkan.

Besarnya dana pendidikan itu seperti dilansir dari www.puslapdik.kemdikbud.go.id  bila pemerintah akan mempersiapkan anggaran pendidikan sebesar Rp.660,8 triliun atau 20 persen pada APBN 2024. Jumlah itu lebih besar dari alokasi pendidikan di tahun 2023 yang sebesar Rp.612,2 triliun.

MODEL LAPORAN

Indikasi tingginya korupsi disektor pendidikan, juga bisa berawal dari model penggunaan dan pelaporan anggarannya. Model pembelanjaan masih didominasi manual alias belanja langsung. Hal itu akan memperbesar peluang terjadinya tindak pidana korupsi, utamanya dalam bentuk mark-up harga pada objek belanja.

Sedangkan pada kurun waktu sekitar 3 (tiga) tahunan ini, ada sebagian model pembelanjaan secara online melalui aplikasi tertentu. Pembelanjaan ini juga harusnya mampu meminimalisir tindakan koruptif. Namun faktanya, dengan adanya perwakilan-perwakilan khusus dalam aplikasi pembelanjaan online ini, masih saja ada tindakan yang identik dengan korupsi.

Sungguh luar biasa penggunaan anggaran di sekolah. Berbagai model penekanan tindakan koruptif sudah sering dilakukan. Tapi sepertinya hal itu tidak berefek jerah apalagi takut. Oleh karenanya, jalan satu-satunya adalah adanya model pengawasan partisipatif terstruktur dan menggunakan sistem triangulasi akuntabilitas.

Bagaimana pun, model laporan penggunaan anggaran sekolah, hingga hari ini masih minim kualitas sistem dan pertanggungjawabannya. Keberadaan inspektorat (selaku pengawas dan evaluator pemerintah) juga belum maksimal. Belum lagi pengawasan dari para pegiat lembaga swadaya masyarakat yang masih cenderung kompromis dan berkhianat pada cita-cita lembaganya.

KOMITE SEKOLAH

Komite sekolah adalah representasi dari masyarakat atau walimurid bagi suatu sekolah. Ironisnya, banyak komite sekolah yang justru menjadi kepanjangan tangan sekolah untuk melakukan berbagai bentuk pungutan liar (pungli). Bagaimana pun, hingga hari ini penulis memiliki persepsi bila komite sekolah hanya life service belaka.

Memang tidak semua komite sekolah melakukan tindakan seperti itu. Namun, masih banyak komite sekolah yang justru menjadi "alat" kepala sekolah untuk meningkatkan daya partisipasi masyarakat dalam pengumpulan dana pendidikan. Melalui berbagai bentuk alibi peningkatan kualitas layanan sekolah, tidak sedikit komite sekolah yang menyetujui upaya penggalian dana dari masyarakat dan atau walimurid.

Tugas pokok dan fungsi komite sekolah harus ditegaskan kembali. Upaya-upaya memunculkan berbagai bentuk biaya di sekolah, harus disinkronisasi dengan penggunaan dana BOS maupun dana BPOPP. Meskipun legalitas Komite Sekolah berdasarka Surat Keputusan Kepala Sekolah, bukan berarti komite sekolah seperti kerbau dicongok hidungnya oleh kepala sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun