INDONESIA Berduka? Ataukah dunia berduka? Sama saja kondisinya. Utamanya saat virus corona merebak sejak Maret 2019. Bahkan tak dapat dipungkiri, saat ini di Indonesia sudah berjatuhan korban akibat terpenjara Covid-19. Masyarakat resah.Â
Pejabat binggung. Bahkan presiden pun harus menanggung berbagai kritikan pedas dari para oposisi kepemimpinannya. Indonesia benar-benar kian carut marut secara sosiologi politik.
"Wahai para pemimpin bangsa dan negara ini, berhentilah saling olok dan nyinyir. Kompak dan bersatulah untuk menenangkan lagi mensejahterahkan segenap masyarakat Indonesia.Â
Janganlah nyawa para korban Covid-19 hanya kalian jadikan tumbal kekuasaan dan kepentingan kelompokmu. Segera cuci otak dan kembalilah pada amanah NKRI," ucap dan teriakkan penulis dalam hati.
Tahu atau tidak tahu, kondisi masyarakat kita sangat mengenaskan. Masyarakat dihantui dengan kian meningkatnya korban akibat tergerus wabah Covid-19. Masyarakat juga semakin resah dengan isu, rumor, dan aneka informasi hoaxc yang merudung tiap waktu. Sudah kesulitan bergerak di masa PPKM, harus memikirkan percaturan politik yang kian terlihat tak bermoral. Mau kalian bawah kemana nasib bangsa dan rakyat Indonesia ini?
Regulasi kebijakan masa Pandemi Covid-19 memeng wajar bila memunculkan pro dan kontra. Namun demikian, bukan berarti dijadikan alasan untuk saling adu kekuatan dalam jabatan (baca : kekuasaan, red.).Â
Karena, dapat dipastikan bila ujung-ujungnya yang jadi korban atas segenap kebijakan itu juga masyarakat. Mari kita lebih bijak dan peduli dalam menyikapi keadaan di masa pandemi Covid-19 seperti saat ini.
BEBAN MASYARAKAT
Secara rasional, saat ini setidaknya masyarakat mengalami depresi mental dalam berbagai elemen kehidupannya. Pertama, masyarakat ketakutan atas wabah Covid-19. Kedua, masyarakat lebih merinding dan kiat ketakutan dengan merebaknya isu pageblug yang dihubungkan dengan dunia mistis.Â
Sebagai contoh adalah munculnya isu tentang keberadaan lampor (mahkluk halus pencabut nyawa) dan keranda terbang.
Ketiga, masyarakat dihadapkan pada keterkungkungan aktivitas yang dibatasi untuk moving, karena adanya aturan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat). Keempat, banyak masyarakat menganggur akibat dikurangi dan ditutupnya dunia usaha dan dunia industri; dan Kelima, masyarakat lebih takut dan terbatas lagi dengan kondisi mengalirnya kebutuhan pokok untuk hidup tiap hari tanpa ada pekerjaan dan penghasilan yang jelas.Â
Lengkap sudah penderitaan masyarakat kita.
Fakta umum di atas, tentunya harus mendapatkan solusi secara materiil. Meskipun hingga saat ini, masyarakat hanya bisa merasakan adanya kebijakan BLT DD (Bantuan Langsung Tunai Dana Desa) dan beberapa program sosial dari instansi maupun organisasi masyarakat.Â
Namun secara prinsip hakiki, masyarakat butuh ketenangan, kenyamanan, dan kemaslahatan hidup standar. Masyarakat berharap kondisi pandemi Covid-19 segera selesai dan hidup normal kembali.
Menyikapi kondisi tersebut, tentu kita tak hanya mengandalkan kebijakan pemerintah. Sudah seharusnya masyarakat juga harus mau dan disiplin dalam menjalankan aturan main yang sudah diputuskan pemerintah. Jangan karena sugesti dan keangkuhan individual maupun kelompok, akhirnya masyarakat menyepelehkan keadaan.Â
Akibatnya, wajar bila angka kematian Covid-19 kian menanjak dan masyarakat kian dirundung ketakutan berlebihan.
Sekarang, kita coba berpikir sederhana dan efektif. Segenap beban sebaiknya ditanggalkan sejenak. Tujuannya tak lain agar kita menjadi sosok manusia tangguh di masa pandemi Covid-19.Â
Bagaimana pun, kondisi saat ini juga termasuk ujian kualitas mental seseorang. Semakin teguh dan tegar, tentulah seseorang akan menjadi tangguh dalam menghadapi cobaan apapun.
(1) DISIPLIN PROKES
Penerapan protokol kesehatan (Prokes) harus dilaksanakan. Seluruh lapisan masyarakat wajib mematuhinya alias disiplin melaksanakan. Jangan dengan berbagai alibi, akhirnya masyarakat mencoba menghindar dari pelaksanaan prokes. Bahkan tak jarang masyarakat beralasan religius untuk menghindari prokes. Kita harus bisa membedakan sudut pandang, antara keilmuan dan ke-Tuhan-an.
Lahir, jodoh, dan mati memang sudah takdir Tuhan. Ketiga hal itu tak kan bisa di otak atik manusia manapun dan dengan dalih apapun. Sementara bila kita mengalami ujian apapun, termasuk dalam hal terkena penyakit, juga sudah menjadi keharusan kita untuk ikhtiar guna mendapatkan kesembuhan. Logika itu harus dipakai agar tata cara dan pola hidup masyarakat selama masa pandemi Covid-19 tidak ngawur dan terlihat semau gue.
Disiplin melaksanakan prokes adalah kewajiban dari sudut pandang keilmuan. Tujuannya adalah meminimalisir proses penyebaran Covid-19 di setiap bentuk aktivitas kehidupan masyarakat. Tidak ada nilai tawar dan tidak ada alasan logis aktual untuk menghindarinya. Bagaimana pun, untuk menyelesaikan urusan harus dilakukan dengan berbagai cara. Minimal dengan 2 cara.
Pertama, ikhtiat dengan jalan medis atau cara lain yang bersifat rasional. Bagi orang muslim, tindakan itu biasa disebut dengan urusan Hablum Minannas. Kedua, ikhtiar dengan memohon berkah kesehatan dari Sang Maha Pencipta. Nah, yang ini biasa disebut dengan urusan Hablum Minalloh. Kedua tindakan itu tak dapat dipisahkan untuk mendapatkan sedikit kesempurnaan dalam hidup dan kehidupan ini.
Jadi pada prinsipnya, seseorang dan atau masyarakat yang disiplin melaksanakan prokes selama masa pandemi Covid-19, kecil kemungkinan terpapar virusnya. Sehingga, jangan menawar lagi dan jangan banyak alibi untuk menghindar dari disiplin prokes. Bila tak peduli dengan diri sendiri, seyogjanya pedulilah sama keluarga, anak istri, dan masyarakat sekitarnya.
(2) BERPIKIR BEBAS
Pola hidup masyarakat akhir-akhir ini jelas merasakan beban berat. Berbagai gejolak lahir batin berperang melawan keadaan. Selain ketakutan secara interaksi sosial, masyarakat juga kian tersudut dengan berkembangnya informasi-informasi yang tak jelas. Semua itu berpadu menjadi sebuah keadaan yang teramat sangat menakutkan. Pada akhirnya, hal itu secara psikis menjadi pendukung utama seseorang menghadapi kematian.
Sebaiknya kita menyadari, bila di masa pandemi Covid-19 ini, lahir batin kita sedang diuji. Bahasa sederhananya, pikiran dan hati kita dihadapkan pada fakta ketidak-pastian yang tak kunjung reda. Unsur kejiwaan masyarakat sudah terasuki oleh beban ketakutan akibat Covid-19 sekaligus tertekan kondisi dunia mistis, informasi hoaxc, sampai pada terjepit dari sisi ekonomi. Semua mengkristal menjadi satu beban hidup yang teramat sangat berat.
Bilamana pola pikir kita seperti itu, maka percayalah bahwa diri seseorang itu benar-benar rapuh dan mentalnya hancur di saat seperti ini. Situasi individu seperti itu akan sangat mudah terjangkiti penyakit dan tentunya kondisi sosial kemasyarakatan menjadi pendukung yang jelas-jelas terlihat mata.
Dalam kondisi masa pandemi Covid-19 seperti saat ini, penulis hanya dapat menyarankan. Masyarakat harus mengubah pola pikirnya dalam menghadapi situasi dan kondisi saat ini. Semua masyarakat wajib berpikir bila dikatakan sebagai sosok manusia yang masih hidup. Tetapi masyarakat juga harus mampu tidak kepikiran seputar permasalahan Covid-19 dan aneka informasi yang berkembang menyertainya.
Tindakan WAJIB MIKIR tetapi TIDAK KEPIKIRAN adalah solusi awal untuk meringankan beban hidup. Kita berpikir bila Covid-19 adalah ujian sekaligus virus yang harus dihindari. Oleh karenanya, kita wajib memikirkan bagaimana cara untuk menghindari dengan melakukan hal-hal yang positif lagi sesuai aturan medis. Disinilah kita akhirnya menjadi masyarakat yang berpola pikir sehat.
Sementara itu, sudah seharusnya kita tidak kepikiran terus menerus dengan fakta maupun situasi dan kondisi yang ada. Jangan sampai dengan jiwa yang terbebani (kepikiran) justru sangat merugikan kenyamanan hidup kita sehari-hari. Percaya dan yakinlah bila kita kepikiran terus menerus, justru akan menambah beban hidup dan pasti gagal fokus dalam memikirkan solusi hidup.
Tidak salah memang, selama ini banyak motivator personality development yang menganjurkan kita selalu positive thinking. Alasan dan dasarnya sangat jelas. Berpikir itu sebuah tindakan awal dalam menerapkan pandangan dan pikiran positif atas apapun. Sehingga kelemahan-kelemahan dalam diri kita dengan sendirinya akan terobati. Hal ini lah yang akan mampu membuat diri seseorang menjadi tangguh dalam kondisi apapun.
Dalam kesempatan ini penulis juga berharap, agar seluruh pembaca dalam kondisi sehat dan penuh berkah dari Tuhan Yang Maha Esa. Dihindarkan dari segenap marabahaya dan selalu dilimpahkan rejeki serta kebahagiaan dunia akherat. Mari kita bersama-sama memanjatkan doa tulus untuk kebaikan semua masyarakat, bangsa, dan NKRI.Â
Semoga kita makin tangguh dengan ujian selama dua tahunan ini. Ingatlah, kita harus tetap berpikir tetapi tak boleh kepikiran. Tentunya kita akan sehat dan tangguh dalam hal apapun.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H