Aku yakin pemerintah tidak salah. Aku yakin sudah ada petunjuk atau pedoman. "Apakah guru-guru BK di sekolah Ku tak tahu akan hal itu? Ataukah itu budaya kerja mereka?. Pertanyaan itu reflek melontar dari otak ku. Teman-teman lain juga sependapat. Bahkan diantara mereka sampai ada yang menilai kurang sopan.
"Guru BK kita itu sudah PNS. Gajinya sudah banyak. Ditambah lagi tunjangan sertifikasinya. Wah, jelas beliau=beliau itu sibuk untuk membelanjakan gaji untuk istri dan anaknya. Sementara kita ini cuman murid saja. Makanya kalian jangan menuntut, dech! Ntar kalian kuwalat. lho!" celetuk teman Ku seperti ustadz kesiangan.
Tapi anggapan teman ku itu tak bisa dipungkiri. Nyatanya selama ini kita dapat info seputar seleksi masuk kampus negeri, justru dari guru lain. Ya, dari guru Ekonomi dan guru Bahasa Inggris. Info-info yang beliau bagikan lewat grup WhatApps, akurat dan terbaru.
Hari ini, bila mengingat fakta itu, rasanya sangat menyakitkan. Oknum guru BK yang cuman tahu nikmati gaji tapi tidak tahu bagaimana peduli sama murid-murid yang mengharapkan petuahnya.
Beda dengan cerita para alumni yang diluar sana. Ada sebagian dari mereka sudah lulus dari kampus negeri. Sebagian lagi masih menjalani studi di kampus ternama. Bahkan banyak diantara mereka yang berstatus sebagai mahasiswa penerima beasiswa Bidik Misi.
Beberapa alumni sempat bercerita. Sekitar lima tahun lalu, di sekolah Ku ada sosok guru yang biasa membimbing murid yang akan mengikuti seleksi ke kampus negeri. Uniknya, guru itu gayanya seperti pekerja jalanan. Namun beliau sangat peduli dan tak mengenal lelah membimbing murid-murid untuk kuliah. Bahkan dirinya hingga kini masih mau membantu meski di luar sekolah.
Sayangnya, sosok guru itu terusir dari sekolah. Bahkan kabarnya dipindahkan mendadak oleh kepala sekolah yang justru jadi biangkerok terpuruknya prestasi kesiswaan di sekolah Ku. Sosok guru itu justru kian berkibar namanya di sekolah barunya. Tentu saja sikap, perilaku dan tindakannya tak jauh beda ketika di sekolah Ku dulu. Hebatnya lagi, ternyata sosok guru itu adalah satu-satunya guru yang menolak mendapat sertifikasi.
Aneh, unik, dan Aku sangat penasaran bertemu dengannya. Sayang, ketika ada teman ku yang dibimbing mantan guru sekolah ku itu lolos seleksi, malah teman-teman ku disidang sama oknum guru BK sekolah Ku. Sungguh menggelikan fakta itu. Sementara murid-muridnya sendiri dibiarkan. Sementara ada orang lain yang peduli, malah dihakimi sebagai sosok guru yang tak layak diikuti.
Aku sempat binggung. Sejatinya yang bodoh dan tak peduli itu....Guru BK Ku atau guru buangan dari sekolah Ku??? Entahlah! Faktanya guru buangan dari sekolah Ku itu sangat konsisten dan gamblang bila memberikan bimbingan pada teman-temanku. Bahkan saat daftar ulang online pun, guru itu mau membimbing satu persatu teman-teman Ku yang lolos.
Kini Aku hanya berharap, semoga Aku segera bisa bertemu dengan sosok guru yang katanya guru buangan itu. Mendengar cerita di sekolah dengan cerita para alumni, sama sekali kontraproduktif. Untuk itu, Aku ingin membuktikannya sendiri. Malah Aku dengan sudah banyak teman-temanku yang dibimbing guru itu untuk menghadapi tes UTKB.
Kini Aku sudah mulai bertanya kesana kemari. Bagaimana Aku bisa berkomunikasi dengan beliau. Aku sudah tidak percaya dan sangat kecewa dengan guru BK di sekolah Ku. Ngakunya profesional tapi faktanya bekerja dengan budaya amatiran.