Mohon tunggu...
M. Khusen Yusuf
M. Khusen Yusuf Mohon Tunggu... wiraswasta -

manusia biasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyalahkan Sang Pemberi Selera

11 November 2017   09:13 Diperbarui: 11 November 2017   09:46 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

***

Pentingnya Peran Guru

Soal selera ibadah, Guru memiliki peran penting dalam mengarahkan muridnya ketika menjalankan amalan tertentu. Dalam tradisi Ahlussunnah Wal Jamaah, seorang ulama yang memiliki keluasan ilmu dan kedalaman spiritual, dipercaya bisa membawa murid-murid dan para santrinya menuju jalan yang diridloi Allah. Selain mengajarkan ilmu pengetahuan, mereka juga mengarahkan para santrinya untuk mengamalkan ibadah (sunnah) tertentu. Amalan-amalan tersebut kerap diturunkan kepada para Santri melalui pemberian ijazah.

Hubungan Guru-Murid ini begitu dekat sehingga terkadang amalan sunnah yang dijalankan para santri dengan tanpa persetujuan Guru bisa diinterupsi di tengah jalan dengan tujuan yang mungkin (awalnya) tidak dipahami oleh Si Santri.

Mengenai interupsi ibadah sunnah ini, Abuya Sayyid Muhammad Al-Maliky Al-Hasany dikisahkan pernah memerintahkan salah seorang santri untuk menghentikan amalan puasa dalail oleh karena dilakukan tanpa izin beliau. Santri tersebut, sebut saja namanya si fulan, sudah sekian tahun menjalankan puasa dalail. Namun, ketika tinggal sehari amalan tersebut hampir tuntas, beliau justru memerintahkan Si Fulan untuk mokel atau berhenti puasa.

Kejadian serupa juga pernah beliau lakukan pada seorang santri ketika musim haji. Bersama para santri, Abuya menjalankan ibadah haji. Sesampainya di Masjidil Haram, beliau dan rombongan menjalankan Mabid di Muzdalifah, seharian wukuf, berdesak-desakan dengan banyak jamaah lainnya. Dalam kondisi letih rombongan santri tersebut kemudian diminta istirahat. Namun ada satu santri yang lantas terbangun, mengambil wudlu, kemudian menjalankan ibadah sholat malam. Santri yang bangun dan menjalankan ibadah sholat malam tersebut justru ditegur oleh Abuya. Ia diminta untuk tidur kembali.

Secara lahiriah, mungkin sebagian dari kita akan mempertanyakan sikap Abuya Sayyid Muhammad Al-Maliky Al-Hasany tersebut. Bukankah puasa dalail dan sholat malam itu sunnah? Bagaimana mungkin beliau yang dipandang sangat alim bisa menghalangi santri menjalankan ibadah sunnah yang dianjurkan Nabi?

Mereka yang tidak paham makna di belakang teguran tersebut mungkin akan mencaci beliau. Padahal boleh jadi langkah Abuya menginterupsi ibadah (sunnah) tersebut untuk menghindari sikap riya', ujub, merasa diri paling alim dibanding yang lain.

Di sinilah pentingnya peran guru. Kita sebagai murid diajarkan untuk mengikuti Guru dalam bersuluk atau beramal. Karena para Guru, dengan keluasan ilmu dan kedalaman spiritualnya, lebih memahami jalan yang bisa mengantarkan muridnya menuju jalan Allah.

***

Walhasil, pada titik tertentu, ada baiknya kita mengikuti selera ibadah yang dikaruniai Allah kepada kita. Hindari mencibir amalan orang lain. Jangankan mencibir, apalagi mencaci, terburu-buru pindah ke zona amalan sunnah lainnya sebaiknya dihindari dulu. Karena, seperti makanan, hasrat kita untuk mencicipi semua, terlebih dengan sikap terburu-buru, bukanlah langkah yang bijak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun