Simpati saya semakin hilang ketika Presiden Erdogan mengeluarkan sebuah dekrit yang berisi penutupan ribuan institusi pendidikan, lembaga amal, & rumah sakit yang berada di bawah naungan Yayasan Gulen. (Berita merdeka.com menyebutkan ada penutupan 1.043 sekolah, pembekuan operasi 1.229 lembaga amal dan LSM, pelarangan 35 rumah sakit untuk menerima pasien, pembekuan aset 19 koperasi, & meliburkan 15 universitas http://mdk.to/1dpL ). Sebuah dekrit presiden yang begitu dramatis, berlebihan atau....gimana menyebutnya ya...saya belum berkesimpulan sebagai sebuah dekrit yang jahat, tapi bentuk ketergesaan, semena-mena, dan abai terhadap dampak sosial politik yang mungkin lebih mengerikan.
Bayangkan jika setiap sekolah yang dibekukan itu memiliki ribuan murid, berapa juta siswa yang harus berhenti sekolah atau setidaknya terganggu belajarnya. Bayangkan jika lembaga amal itu menyantuni ribuan fakir. Bayangkan jika ada ribuan pasien yang harus tertunda penanganannya oleh sebab dekrit tersebut. Bayangkan ada sekian banyak pelaku usaha kecil yang menggantungkan permodalannya dari koperasi yang asetnya dibekukan. Bayangkan bagaimana nasib mahasiswa yang diliburkan (ya walau kadang mahasiswa-mahasiswa itu suka berlibur secara sukarela). Bayangkan begitu banyak korban yang harus menanggung dosa segelintir faksi militer pelaku kudeta, padahal mereka mungkin saja tak tahu apa itu kudeta, padahal mungkin saja mereka tak paham dinamika politik elit negerinya, padahal mungkin saja mereka--seperti saya--hanya tahu Galatasaray, Besiktas, dan Fenerbahce!
Wa akhiron,
tolong bayangkan yang satu ini:
bagaimana jika dekrit Erdogan yang demikian itu terjadi di Indonesia? bagaimana jika, misalnya, pada suatu masa di Indonesia, kita memiliki Presiden yang tega membekukan ribuan sekolah, rumah sakit, lembaga amal di bawah naungan Muhammadiyah dan/atau Nahdlatul Ulama hanya karena ada gejolak kekuasaan dan kebetulan para tokoh organisasi tersebut berseberangan dengan presidennya.
Bayangkan!
Wallahu a'lam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H