Asal usul bangsa Moor di Andalusia terkait dengan sejarah penaklukan Muslim di Semenanjung Iberia (sekarang wilayah Spanyol dan Portugal). Pada awal abad ke-8 Masehi, pasukan Muslim yang dipimpin oleh Tariq bin Ziyad menaklukkan wilayah selatan Semenanjung Iberia yang saat itu dikuasai oleh suku Visigoth, sebuah suku bangsa Jerman. Penaklukan dimulai dengan pendaratan di pantai selatan Semenanjung Iberia, yang kemudian diberi nama "Jabal Tariq" atau yang dalam bahasa Spanyol disebut "Gibraltar," yang berarti "Gunung Tariq" (Napitupulu, 2019).
Setelah kemenangan awal Tariq bin Ziyad, Dinasti Muslim Umayyah di Damaskus, Suriah, mengirimkan pasukan tambahan di bawah pimpinan Mu'awiyah I untuk memperkuat dominasi mereka di wilayah tersebut. Pada tahun 711 M, pasukan Muslim telah menaklukkan hampir seluruh Semenanjung Iberia, kecuali daerah sekitar Pyrenees di utara.
Wilayah yang dikuasai Muslim, yang juga dikenal sebagai Al-Andalus, menjadi pusat budaya dan ilmu pengetahuan selama berabad-abad. Bangsa Moor, yang sebagian besar beragama Islam, membawa pengetahuan, seni, arsitektur, dan ilmu pengetahuan mereka dan memperkenalkannya ke wilayah tersebut. Peradaban bangsa Moor di Andalusia mencapai puncak keemasannya selama periode kejayaan yang dikenal sebagai "Zaman Kejayaan Islam di Al-Andalus" (abad ke-8 hingga ke-15 Masehi).
Di bawah kekuasaan bangsa Moor, wilayah Andalusia mengalami masa keemasan dalam hal perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan filsafat. Pusat-pusat pembelajaran seperti Rumah Kebijaksanaan di Sevilla dan Cordoba menjadi tempat berkumpulnya para cendekiawan dan ilmuwan, yang melakukan penelitian dan mengembangkan pengetahuan di berbagai bidang seperti matematika, astronomi, kedokteran, dan sastra.
Salah satu keunikan terbesar bangsa Moor di Andalusia adalah warisan budaya Islam yang kuat. Selama masa pemerintahan mereka di wilayah ini, bangsa Moor telah membangun sistem irigasi yang menggambarkan warisan Islam yang kaya. Warisan Moor di Andalusia yang mencakup berbagai aspek memiliki dampak signifikan terhadap wilayah tersebut.
Dalam bidang arsitektur, Alhambra adalah salah satu contoh paling terkenal dari masa kejayaan bangsa Moor di Andalusia. Kompleks istana yang indah ini terletak di Granada dan menampilkan kombinasi seni Islam dan desain yang megah. Alhambra dihiasi dengan ukiran kayu, kaca berwarna, dan taman yang indah, yang mencerminkan keindahan seni arsitektur Moor. La Mezquita, atau Gereja Katedral Cordoba, merupakan bangunan megah yang menggabungkan unsur arsitektur Islam dengan Gereja Katolik setelah Reconquista. Mihrabnya yang indah dan hutan tiang marmer merah dan putih memberikan citra khas arsitektur Moor yang menarik.
Dalam bidang seni, bangsa Moor dikenal dengan ukiran kayu yang indah dan kaca berwarna yang diaplikasikan di berbagai bangunan dan benda seni. Ukiran dan kaca berwarna ini sering kali menggambarkan motif geometris, bunga, dan kaligrafi Arab. Sementara itu, seni musik dan tari dapat dilihat pada bentuk musik tradisional Arab-Andalusia yang masih hidup hingga saat ini. Musik-musik ini sering kali menampilkan instrumen khas seperti oud dan tabla, serta tarian yang terinspirasi oleh budaya Moor. Pengaruh lain Arab dari pemerintahan Moor masih dapat terlihat dalam bahasa Spanyol modern. Banyak kata dan frasa dalam bahasa Spanyol yang berasal dari bahasa Arab, dan beberapa di antaranya masih digunakan secara luas.
Keunikan lain bangsa Moor yang menarik adalah pendidikan tinggi yang diberikan kepada wanita. Di bawah pemerintahan Moor, wanita memiliki kesempatan untuk menerima pendidikan dan berpartisipasi dalam kehidupan sosial dan intelektual secara lebih aktif dibandingkan bagian lain Eropa pada masa itu. Masakan Moor di Andalusia juga berdampak besar pada budaya kuliner Spanyol. Penggunaan rempah-rempah, seperti kunyit dan kismis, serta teknik memasak seperti penggunaan air mawar dan kacang almond, merupakan warisan kuliner Moor yang masih menjadi bagian penting dalam masakan tradisional Spanyol hingga saat ini.
Selama berabad-abad, bangsa Moor di Andalusia hidup berdampingan dengan umat Kristen dan Yahudi, menciptakan masyarakat multikultural yang unik. Banyak elemen dari budaya Moor, Kristen dan Yahudi berbaur, menciptakan perpaduan kekayaan budaya dan sejarah yang unik dan menarik. Pengaruh mereka telah melampaui masa kejayaan mereka dan merupakan bagian integral dari identitas Andalusia saat ini. Karena alasan inilah Andalusia menjadi salah satu tujuan paling menarik bagi para pelancong yang tertarik untuk menjelajahi warisan Moor yang kaya dan indah (Meirison, 2020).
Pada akhir abad ke-15, Reconquista oleh pasukan Kristen Spanyol merebut wilayah Muslim terakhir di Andalusia, dan pada tahun 1492, Granada, kota terakhir yang dikuasai Muslim, jatuh ke tangan Raja Ferdinand II dari Aragon dan Ratu Isabella I dari Kastilia. Ini adalah momen ketika dominasi Muslim di Andalusia benar-benar runtuh (Constable, 2017).
Setelah Islam runtuh oleh pasukan Kristen Spanyol, kehidupan bangsa Moor mengalami perubahan drastis. Reconquista adalah serangkaian kampanye militer yang dilakukan oleh Kerajaan Spanyol untuk merebut kembali wilayah-wilayah Muslim di Andalusia. Kemenangan Spanyol ini menyebabkan banyak orang Moor diusir dari wilayah tersebut, menghadapi pilihan untuk memeluk agama Kristen, atau meninggalkan tanah leluhur mereka. Meskipun beberapa orang Moor memilih untuk tetap tinggal di wilayah tersebut dan memeluk agama Kristen, sebagian besar memilih untuk pergi dan mencari perlindungan di wilayah Muslim lainnya di Afrika Utara atau negara-negara Muslim lainnya.
Eksodus besar-besaran bangsa Moor dari Andalusia menyebabkan banyak pengetahuan dan budaya mereka memberikan dampak yang signifikan di tempat tujuan yang baru. Banyak pengetahuan ilmiah, sastra, seni, dan arsitektur Moor diserap oleh orang-orang di wilayah Muslim di Afrika Utara, yang menjadi pusat pembelajaran dan budaya baru. Selain itu, pengetahuan dan keterampilan teknis bangsa Moor juga turut mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia Islam.
Kehidupan baru bagi bangsa Moor yang meninggalkan Andalusia tentu penuh dengan tantangan dan adaptasi. Mereka harus menghadapi perubahan sosial, ekonomi dan politik di tempat tujuan mereka yang baru. Di sisi lain, beberapa orang Moor yang memeluk agama Kristen dan tetap tinggal di wilayah tersebut menghadapi tekanan untuk berintegrasi ke dalam masyarakat Kristen, dan beberapa di antara mereka menghadapi diskriminasi atau penindasan.
Meskipun bangsa Moor tidak lagi menguasai wilayah Andalusia setelah Islam runtuh, warisan mereka tetap hidup dalam sejarah, budaya, dan arsitektur di wilayah ini. Penemuan dan penjelajahan baru oleh Spanyol dan Portugal yang dimulai setelah Reconquista juga akan membentuk sejarah dunia dan mengubah arah peradaban manusia selanjutnya.
Pada abad ke-20, istilah "bangsa Moor" tidak lagi digunakan secara tepat dalam konteks Spanyol. Seiring berjalannya waktu, istilah ini berevolusi menjadi istilah yang lebih merujuk pada masa lalu sejarah Spanyol daripada kelompok etnis yang masih ada pada saat itu. Spanyol mengalami perubahan sosial dan politik yang signifikan.
Pada awal abad ke-20, Spanyol masih merupakan negara monarki konstitusional, tetapi kemudian mengalami transisi ke kediktatoran militer pada masa pemerintahan Francisco Franco di tahun 1939 hingga kematiannya di tahun 1975. Pemerintahan Franco sangat otoriter, dan cenderung menekan keanekaragaman budaya, termasuk berusaha menghilangkan identitas dan bahasa daerah yang berbeda dari bahasa Spanyol (Al Tuma, 2016).
Selama periode ini, pengakuan terhadap identitas etnis atau agama yang berbeda mungkin telah diabaikan atau bahkan ditekan. Meskipun tidak ada kelompok etnis "Moor" yang diakui secara resmi, beberapa kelompok etnis minoritas di Spanyol mungkin mengalami diskriminasi atau kesulitan dalam mempertahankan identitas budaya mereka. Namun, pada abad ke-20, Spanyol juga mengalami liberalisasi dan modernisasi yang cepat, terutama setelah kematian Franco. Proses demokratisasi dimulai dan hak-hak individu diakui secara lebih luas, termasuk hak-hak kelompok etnis minoritas untuk melestarikan budaya mereka.
Sebagai sebuah entitas sejarah, Bangsa Moor memiliki peran yang sangat signifikan sebagai pewaris Andalusia yang hampir kehilangan eksistensinya. Selama masa kekuasaan mereka di Andalusia, mereka telah membawa kemajuan besar di berbagai bidang. Selain itu, etika penguasaan mereka yang relatif lebih toleran dibandingkan masa kekuasaan lainnya di Eropa, seperti sikap mereka terhadap pendidikan, kesetaraan gender, dan hak asasi manusia, merupakan aspek positif lainnya yang pantas diapresiasi. Oleh karena itu, penting untuk menghargai dan mengakui Moor sebagai pewaris Andalusia dengan cara mempelajari sejarah mereka secara holistik, menganggapnya sebagai bagian penting dari identitas budaya Spanyol, dan menyuarakan pengakuan terhadap kontribusi mereka dalam masyarakat modern.
Daftar Pustaka
Al Tuma, A. (2016). Moros y Cristianos: Religious Aspects of the Participation of Moroccan Soldiers in the Spanish Civil War (1936--1939). In Muslims in Interwar Europe (pp. 151-177). Brill.
Constable, O. R. (2017). To Live Like a Moor: Christian perceptions of Muslim Identity in Medieval and Early Modern Spain.
Meirison, M. (2020). Islamic Tolerance on Religious Freedom, Culture and Thought in Andalusia. HIKMATUNA: Journal for Integrative Islamic Studies, 6, 63-73.
Menocal, M. R. (2015). Surga di Andalusia. Noura Books.
Napitupulu, D. S. (2019). Romantika Sejarah Kejayaan Islam di Spanyol. Mukadimah: Jurnal Pendidikan, Sejarah, dan Ilmu-Ilmu Sosial, 3, 7-18.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H