Mohon tunggu...
Yusvi Adi
Yusvi Adi Mohon Tunggu... profesional -

Digital Activist | Pekerja | Penikmat Buku | @adimust

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

(Tidak) Korupsi Sejak Dini

19 September 2011   02:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:50 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemberitaan tentang korupsi sepertinya begitu membabi buta di telinga kita. Entah sampai kapan akan berakhir. Dari artis, pengusaha swasta apalagi pejabat negara terkena isu ini. Baik yang terbukti bersalah maupun yang bebas kemudian. Anehnya berita-berita di TV begitu bombastis dalam memberitakannya, seolah-olah baru pertama terjadi. Padahal menurut penulis, sudah beberapa tahun yang lalu penulis mendengar untuk masuk PNS, Polisi atau Tentara membutuhkan beberapa gepok uang, yang tentunya bukan uang receh.

Kita sepertinya memakan isu lama yang tak habis dan tak tuntas, orang yang mencemooh peristiwa korupsi itu bisa saja kemarin baru saja membayar uang lebih untuk pengurusan KTP atau paspornya. Paradoks ini terus bergulir tanpa tahu siapa yang harus menyelesaikannya, termasuk SBY. Terlalu kompleks dan kusut untuk mengurai masalah korupsi di negeri kita.

Di kalangan pendidikan sekalipun tidak luput pemberitaan kecurangan ini. Di Surabaya contohnya, ketika salah satu orang tua murid dicemooh orang tua murid lainnya karena memberitakan kecurangan di sekolahnya. Tidak itu saja bahkan ia sampai diusir oleh tetangganya, ironi. Ternyata benar itu tidak mudah. Penulis berpikir, jangan-jangan kecurangan ini semua berawal dari sekolah dan rumah kita..tanpa kita sadari. Apakah target lulus UN yang membuat guru dan orangtua berkolusi untuk menyuruh anak didiknya saling mencontek ? agar nilai sekolahnya naik karena banyak yang lulus ? ataukah harusnya justru meningkatkan kemampuan anak didiknya ?

Tapi diantara kisah kecurangan itu, harus selalu ada optimis dalam diri kita. Masih ada orang-orang baik di sekitar kita atau minimal orang-orang yang mau baik, atau minimalnya lagi orang-orang yang pernah dengar kata "baik".

Untuk menutup artikel ini dapat saya ceritakan salah satu kisah penulis tentang korupsi. Penulis mendapatkan kisah ini persis dari orang yang menjalani, artinya kisahnya benar dan sanadnya shohih. Begini, ada seorang pegawai BUMN yang dikenal jujur dan bersih. Saking yang jujur tinggal dia, maka seluruh kantor akan mempercayakan penerimaan karyawan baru hanya pada dia. Karena kalau pegawai lain yang menilai banyak yang menduga akan terjadi kecurangan.

Di suatu hari sabtu (hari libur) ia membawa anaknya masuk kantor, menyelesaikan pekerjaannya yang belum tuntas. Karena tahu perjalanannya jauh dan lama pekerjaan hingga sore, maka ia dan anaknya membeli jajanan kecil untuk anaknya. Sesampainya di kantor, dia melaksanakan kerjanya dan anaknya bermain-main di ruangan kantor yang sepi. Sampai akhirnya jam makan siang tiba dan sang anak kelaparan, mau tak mau jajanan yang tadi dibawa terus dimakan hingga akhirnya habis. Ternyata anak tersebut masih lapar.  Sementara dia hanya punya jatah satu makan siang untuk dirinya sendiri dari kantor.  Sebenarnya dia bisa saja memesan lebih dari satu, toh tidak ada yang mengkoreksi. Tapi itu tidak dia lakukan. Ia lebih memilih segera menyelesaikan pekerjaannya dan membiarkan anaknya tertidur karena kelaparan. Sesampainya di rumah ia baru menyuapi anaknya makan siang di sore hari.

Kisahnya tidak berhenti disitu, suatu hari ia mendengar kebiasaan di kantor itu, bahwa banyak para pegawai yang sengaja masuk pada hari libur untuk mendapatkan jatah makan siang bahkan memesan lebih untuk dibawa kerumahnya untuk anak istrinya. Kebiasaan yang tidak hanya sekali..tapi kebiasaan yang berjalan setiap minggu selama bertahun-tahun. Dadanya miris mendengar hal tersebut. Namun ia bersyukur bahwa anaknya sudah dididik untuk tidak korupsi sejak dini, walau hanya untuk sebuah makan siang yang harganya tidak lebih dari Rp 10.000 , bagaimana dengan kita ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun