Sejak dibuka secara resmi pada April 2020 lalu, program pemerintah yang ditunggu-tunggu yaitu Pra Kerja,langsung di serbu masyarakat Indonesia yang merasa membutuhkannya. Target program ini pada gelombang pertama adalah 164 ribu peserta dari total target yang ditetapkan yaitu 5,6 juta Orang seperti disampaikan oleh Menteri koordinator bidang perekonomian Airlangga Hartarto.
Kartu Prakerja merupakan program pemerintah yang digunakan untuk mengembangkan kompetensi kerja dan kewirausahaan bagi para pencari kerja. Namun, untuk merespons pandemi Covid-19, pemerintah mempercepat pengadaan Kartu Prakerja dan memprioritaskan bagi para pekerja atau buruh yang terkena dampaknya.
Terlepas dari kritik berbagai pihak yang menganggap bahwa biaya pelatihan yang terlalu mahal,apalagi diadakan secara online,dimana video pelatihan yang serupa banyak tersedia di YouTube secara gratis tanpa biaya. Namun faktanya masyarakat sangat antusias mengikuti program ini karena iming-iming pemberian uang insentif untuk penunjang skillnya yang telah dipelajari pada saat pelatihan online.
Namun sangat disayangkan bahwa sebagian besar masyarakat mengikuti program ini bukanlah sesuai tujuan yang diharapkan pemerintah melainkan hanya mencari "insentif" yang dijanjikan saja. Uang/insentif yang mereka dapatkan sebagian besar bukanlah untuk modal/penunjang skill dari apa yang telah dipelajari,namun lebih untuk memenuhi kebutuhan hidup baik itu primer maupun sekunder.
Jadi program Pra Kerja ini jika dilihat dari segi efektivitas pemanfaatan insentifnya,maka bisa dikatakan kurang efektif karena tujuan yang diharapkan tidaklah tercapai sepenuhnya. Mungkin hanya sebagian kecil saja yang memanfaatkan program ini dengan sesuatu tujuan awal pemerintah.
Ditulis oleh Yusup Supriyadi
Mahasiswa Ekonomi Manajemen Universitas Pamulang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H