Mohon tunggu...
Yusuf Yanuar Y.
Yusuf Yanuar Y. Mohon Tunggu... Lainnya - .

...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menjadi Pembela Tuhan...

4 Mei 2017   05:35 Diperbarui: 9 Mei 2017   09:01 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aksi bela agama mulai menjamur sejak akhir tahun lalu, dan isu sensitif tentang agama dengan cepat mengapung di permukaan. Jadi, apa sebenarnya tujuan bela agama? apa benar Tuhan memerlukan pembelaan? ataukah agama lebih tinggi dari Tuhan? apakah Tuhan lebih rendah dari manusia sehingga memerlukan pembelaan dari kita? terkadang sebagai manusia kita terlalu angkuh untuk mengakui keterbatasan kita, seolah kita bukan hanya berada dipuncak rantai makanan di bumi, tapi juga menjadi penguasa di akhirat, bahkan terlewat sombong sampai berani menyebut diri sebagai ajudan dari Sang Maha Kuasa.

Mungkin karena tabiat kita yang demikian, umur kita dibatasi oleh Tuhan, jika saja kita hidup kekal, maka sudah dapat dipastikan tidak akan ada agama di muka bumi, sebab setiap orang dapat mengklaim dirinya sebagai Tuhan. Merek agama tidak jauh berbeda dengan iklan kecap, menegaskan paling baik dan paling benar. Seharusnya ajaran agama digunakan untuk membangun akhlak dan untuk menjaga kesehatan rohani umat, bukan untuk  ajang pamer jumlah pemeluknya. Pancasila adalah pondasi dasar dalam kehidupan berbangsa-bernegara sehingga tidak relevan jika bertolok ukur pada ajaran agama tertentu. Rukun Pancasila ada 5, yaitu 

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab

3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

dan itulah yang seharusnya ditanamkan dalam diri setiap umat, untuk diteruskan dari generasi ke generasi. Fanatisme iman kepercayaan sah-sah saja selama itu berada dalam lingkup kalangan sendiri, dan tidak untuk dipaksakan di tengah-tengah masyarakat. Peran tokoh-tokoh agama sangat diperlukan untuk menjaga umatnya tetap pada koridor ke Bhineka an, dengan memberikan pencerahan, dakwah yang tetap mengedepankan toleransi antar umat beragama. 

Bukan hal yang mudah dalam memperjuangkan arti kebhinekaan, sebab ditengah masyarakat saat ini  sudah kadung populer adanya klaim mayoritas dan minoritas. Persaingan dalam jumlah angka matematis, sehingga semakin mayor maka makin merasa memiliki kekuasaan lebih, dan yang minor merasa terjajah. Keanekaragaman budaya, bahasa, agama, suku merupakan satu kesatuan tubuh Indonesia, yang saling mendukung untuk kelangsungan hidup Ibu Pertiwi. 

Lalu apa yang sebenarnya perlu dibela?

Negara Kesatuan Republik Indonesia inilah yang perlu kita bela keutuhannya, sebab negara adalah perpanjangan dari pemeliharaan Tuhan kepada umatnya. Dan Pemerintah adalah wakil dari kuasa Tuhan didunia. Lantas apakah pemerintahan yang korup dan negara yang miskin dapat dikatakan layak sebagai representasi dari kemurahan Tuhan? Tentu saja, sebab pemerintahan dan negara dapat berdiri karena kehendakNYA, Tuhan memiliki kehendak bebas atas semesta. 

Masihkah kita merasa mampu untuk menjadi pembela Tuhan? Negara ini memerlukan umat beragama untuk ikut andil dalam membangun bangsa ini, negara memerlukan umat beragama untuk berpolitik sehat, negara memerlukan umat beragama untuk memerangi korupsi, negara memerlukan umat beragama untuk mengawal Pancasila. seperti yang pernah dikatakan Bung Karno 

“Tuhan tidak merubah nasibnya suatu bangsa, sebelum bangsa itu merubah nasibnya sendiri”  Pidato HUT Proklamasi, 1964 Bung Karno.

 Jadi saatnya kita merubah nasib bangsa ini, bukan malahan merubah ideologi Negara Indonesia yaitu Pancasila.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun