Mohon tunggu...
Yusuf Siswantara
Yusuf Siswantara Mohon Tunggu... Dosen - Pendidik dan Pemerhati Pendidikan

Menyukai penelitian dan pendidikan nilai dan karakter

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Makna Sejati Hidup, Melepas dan Kehilangan dalam Perjalanan

19 Oktober 2023   03:59 Diperbarui: 26 Oktober 2023   01:56 899
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi melepas kehilangan dalam perjalanan. Sumber: Pexels/Allan Carvalho

Hidup itu adalah lapis kehilangan demi kehilangan. 

Hidup adalah perjalanan yang kompleks, terdiri dari lapisan-lapisan pengalaman dan perubahan yang membentuk identitas dan jiwa kita. Lapisan-lapisan ini diwarnai oleh berbagai bentuk kehilangan, yang membentuk dan mengarahkan kita dalam proses pendewasaan dan kesempurnaan. Dalam setiap kehilangan dan melepaskan, tersembunyi pelajaran-pelajaran penting tentang hidup dan cinta.

Saat kita tumbuh dan berkembang, kita mengalami serangkaian kehilangan yang berbeda. Kita melepaskan masa kecil ketika memasuki masa remaja, melepaskan masa lajang saat memasuki ikatan pernikahan. Kita pun beranjak menuju perubahan-perubahan lain dalam setiap 'kehilangan-kehilangan' dari hidup kita. Di sisi personal, kita mengalami kehilangan saat kita harus melepaskan peran tertentu karena proses kedewasaan anak-anak ... dan ketika kita harus menghadapi kepergian orang-orang yang kita cintai.

Namun, dalam setiap proses melepaskan dan kehilangan ini, terdapat esensi penting dari pendewasaan dan kesempurnaan. Melepas kebiasaan anak-anak untuk menjadi dewasa. Melepaskan ketergantungan untuk semakin mandiri. Di sisi lain, kita belajar tentang ketahanan, fleksibilitas, dan kemampuan untuk menghadapi perubahan yang tak terhindarkan dalam hidup. Bahkan dalam kehilangan yang paling sulit, seperti kehilangan orang yang kita cintai, kita merasakan perjalanan emosional yang mendalam yang membentuk pemahaman kita tentang kedalaman cinta dan hubungan.

Kisah-kisah seperti Yesus dan Maria juga memberi kita gambaran tentang arti sejati dari melepaskan dan kehilangan. Yesus, dengan penuh cinta, melepaskan hak istimewanya dan surga untuk mengorbankan diri-Nya bagi manusia. Maria, dalam sikap tunduk dan melepaskan kehendak pribadinya, menjadi teladan ketaatan dan kepercayaan yang dalam kepada Tuhan. Dalam tindakan melepaskan, mereka menemukan makna dan kebahagiaan yang lebih tinggi, meskipun awalnya mungkin ada kebingungan dan kekhawatiran.

Ketidakpastian adalah bagian alami dari melepaskan dan kehilangan. Kita sering kali tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya setelah kita melepaskan sesuatu yang kita cintai atau keterikatan yang kita pegang. Namun, di sinilah tantangan sejati dari iman dan kepercayaan muncul. Ketika kita melepaskan dengan tulus, kita membuka pintu untuk menerima hal-hal baru yang mungkin jauh lebih berharga daripada yang kita lepaskan.

Dalam setiap perjalanan kehilangan dan melepaskan, kita dapat menemukan kesempatan untuk pertumbuhan spiritual dan pencerahan. Kita diajari untuk melihat kehidupan dari perspektif yang lebih luas dan mendalam, mengenali nilai sesungguhnya dari apa yang kita miliki dan apa yang mungkin perlu kita melepaskan. Melalui proses ini, kita dapat meraih kedamaian batin dan pemahaman tentang tujuan hidup yang lebih mendalam.

Melepaskan Beban Masa Lalu & Mengampuni Diri

Ajaran-ajaran dari masa lalu mengingatkan kita tentang pentingnya melepaskan keterikatan dan membuka diri terhadap perubahan. Seperti pepatah kuno yang mengatakan "lepaskan pikulan kayu untuk bisa berlari cepat untuk melihat anak yang telah lahir," kita diajarkan bahwa melepaskan beban masa lalu adalah langkah awal menuju kebebasan dan pertumbuhan.

Beban masa lalu di sini adalah pengalaman yang mengikat dan mempengaruhi saat ini. Beban masa lalu adalah pengalaman, kenangan, atau emosi yang kita simpan dalam pikiran dan hati kita dari peristiwa atau situasi yang terjadi di masa lalu. Beban ini dapat berupa perasaan bersalah, penyesalan, trauma, dendam, atau kecemasan yang berkaitan dengan pengalaman masa lalu. Artinya, beban masa lalu adalah segala hal yang kita bawa dalam pikiran kita dan berdampak pada cara kita berpikir, merasa, dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari.

Ketika kita mengalami peristiwa atau pengalaman yang kuat secara emosional di masa lalu, kita cenderung membawa beban tersebut ke dalam kehidupan kita saat ini. Beban masa lalu dapat mempengaruhi pandangan kita terhadap diri sendiri, orang lain, dan dunia di sekitar kita. Ini dapat menciptakan rasa takut, rasa bersalah, atau kepercayaan negatif yang menghambat pertumbuhan pribadi dan kesejahteraan kita.

Sebagai contoh, seseorang yang pernah mengalami pengkhianatan dalam hubungan masa lalu mungkin membawa rasa tidak percaya diri dan ketidakamanan ke dalam hubungan baru. Mereka mungkin merasa sulit untuk membuka hati lagi karena beban emosional dari pengalaman sebelumnya masih terasa. Dalam hal ini, beban masa lalu dapat merintangi kemampuan seseorang untuk mengembangkan hubungan yang sehat dan memuaskan.

Tuhan mengajarkan bahwa orang kaya lebih sulit masuk surga daripada gajah. Pesan ini dapat diartikan sebagai perlunya melepaskan keterikatan pada benda material dan hal-hal duniawi yang dapat menjadi beban bagi jiwa. Orang kaya mungkin terjebak dalam kekayaan material dan mencari kepuasan semata-mata dari harta benda. Hal ini dapat menjadi beban yang menghalangi mereka untuk mencari kebahagiaan dan kebenaran yang lebih dalam.

Dalam konteks ini, tanggalkan beban masa lalu berarti kita harus belajar untuk melepaskan dan merelakan pengalaman yang tidak sehat atau negatif yang kita simpan. Ini melibatkan proses pengampunan kepada diri sendiri dan kepada orang lain, memaafkan kesalahan dan luka masa lalu. Dengan melepaskan beban ini, kita membebaskan diri kita untuk tumbuh, berkembang, dan menjalani kehidupan yang lebih bermakna dan bebas dari beban yang mengikat.

Ada kebijaksanaan kuno yang mengatakan bahwa "sukar sekali seorang yang kaya masuk ke dalam kesempurnaan; lebih mudah seekor unta masuk melalui lubang jarum, dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah" (Matius 19:23-24). Ajakan ini dapat diartikan sebagai perlunya melepaskan keterikatan pada hal-hal duniawi yang dapat menjadi beban bagi jiwa. Keterikatan terhadap milik dapat menjadi beban yang menghalangi mereka untuk mencari kebahagiaan dan kebenaran yang lebih dalam.

Dalam konteks ini, tanggalkan beban masa lalu berarti kita harus belajar untuk melepaskan dan merelakan pengalaman yang tidak sehat atau negatif yang kita simpan. Ini melibatkan proses pengampunan kepada diri sendiri dan kepada orang lain, memaafkan kesalahan dan luka masa lalu. Dengan melepaskan beban ini, kita membebaskan diri kita untuk tumbuh, berkembang, dan menjalani kehidupan yang lebih bermakna dan bebas dari beban yang mengikat.

Dalam pandangan spiritual, melepaskan beban masa lalu juga berarti membuka diri kita untuk menerima berkat dan arahan yang baru. Kita memberi diri kita kesempatan untuk tumbuh secara emosional, mental, dan spiritual. Dengan melangkah maju tanpa beban yang membebani, kita dapat menghadapi masa depan dengan lebih ringan dan lebih kuat.

Dalam rangkaian perjalanan jiwa kita, setiap pintu yang kita lewati saat melepaskan keterikatan membuka potensi baru dan peluang untuk pertumbuhan yang lebih dalam. Ini adalah jalan menuju kesempurnaan dan pemahaman yang lebih mendalam tentang esensi hidup. Seperti yang diilustrasikan oleh ajaran-ajaran agama dan filsafat kuno, melepaskan dan kehilangan adalah bagian penting dari perjalanan spiritual dan pencerahan, membuka pintu menuju makna sejati dan kedamaian batin.

Dalam perjalanan ini, kita diingatkan bahwa hidup bukanlah sekadar tentang menerima dan memiliki, tetapi juga tentang keberanian untuk melepaskan dan kehilangan. 

Menerima, memiliki, dan mempunyai merupakan proses aktualisasi. Memberikan dan Melepaskan merupakan proses kesempurnaan. Proses ini mengajarkan kita tentang esensi sejati dari hidup dan cinta yang tulus. 

Kita dapat menemukan kedalaman yang tak tergoyahkan dalam diri kita ketika kita berani melepaskan, berani kehilangan, dan berani membuka diri terhadap perubahan yang membentuk kita menjadi individu yang lebih bijaksana dan lebih mencintai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun