Mohon tunggu...
Yusuf Siswantara
Yusuf Siswantara Mohon Tunggu... Dosen - Pendidik dan Pemerhati Pendidikan

Menyukai penelitian dan pendidikan nilai dan karakter

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Korupsi dalam Ruang Politik: Tantangan Pendidikan Karakter

18 Oktober 2023   23:56 Diperbarui: 21 Oktober 2023   19:53 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi korupsi (KOMPAS.com/NURWAHIDAH)

Soekarno bahkan secara tegas mengecam penyimpangan korupsi dalam pidatonya yang berjudul "Penemuan Kembali Revolusi Kita". Di tengah keprihatinan ini, Soekarno memperkenalkan Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara (Bapekan) melalui Peraturan Presiden No. 1 Tahun 1959. Inisiatif ini mencerminkan upaya serius untuk melawan wabah korupsi.

Kebijakan pemberantasan korupsi, seperti Panitia Retooling Aparatur Negara (PARAN) dan undang-undang keadaan bahaya, mencerminkan tekad yang kuat dalam menghadapi korupsi yang merajalela.

Pada saat itu, terbentuklah PARAN sebagai respons terhadap Undang-Undang Keadaan Bahaya, dengan tugas mengelola data laporan kekayaan pejabat negara, serta Keppres No. 275 tahun 1963 tentang pemberantasan korupsi.

Peraturan Presiden No. 1 Tahun 1959 memberikan peran signifikan kepada Bapekan dalam mengawasi dan menyelidiki kegiatan aparatur negara serta menangani pengaduan terkait dugaan penyimpangan yang melibatkan aparatur negara. Badan ini juga memiliki wewenang memberikan saran kepada Presiden terkait hal-hal yang dapat merugikan daya guna dan kewibawaan negara.

Di bawah kepemimpinan Sri Sultan HB IX, Bapekan memiliki kedudukan setara dengan menteri dan berada dalam golongan F ruang VII. Anggota Bapekan termasuk Samadikoen, Semaun, Arnold Mononutu, dan Letkol Soedirgo. Penunjukan Sri Sultan HB IX sebagai ketua menggambarkan integritas politik dan ketegasan yang diakui.

Namun demikian, dalam perjalanan pemberantasan korupsi, berbagai tantangan muncul. Tantangan pertama adalah penegakan hukum yang sering tidak konsisten, serta intervensi politik yang merongrong upaya pemberantasan.

Upaya Presiden Soekarno dalam mengatasi korupsi harus menghadapi hambatan mulai dari masalah penegakan hukum yang tidak selalu konsisten hingga benturan kepentingan politik.

Meskipun demikian, upaya ini menandai langkah progresif dalam memerangi korupsi pada masa ketika negara ini masih dalam fase perkembangan awal.

Kita lihat bahwa era pemerintahan Presiden Soekarno melihat upaya serius untuk mengatasi korupsi melalui pendirian Bapekan dan inisiatif lainnya.

Namun, ketidaksesuaian dalam penegakan hukum dan intervensi politik menyulitkan langkah-langkah ini. Meskipun demikian, langkah-langkah ini merupakan tonggak progresif dalam pemberantasan korupsi di negara yang masih muda pada waktu itu.

Masa Depan Korupsi: Perspektif Sejarah dan Tantangan Pendidikan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun