Mohon tunggu...
Yusuf Siswantara
Yusuf Siswantara Mohon Tunggu... Dosen - Pendidik dan Pemerhati Pendidikan

Menyukai penelitian dan pendidikan nilai dan karakter

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Putusan Mahkamah Konstitusi: Cermin Karakter Bangsa?

17 Oktober 2023   14:21 Diperbarui: 17 Oktober 2023   22:55 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan untuk mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang berkaitan dengan usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. 

Dalam putusan yang diumumkan pada Senin, 16 Oktober 2023, MK memutuskan bahwa seseorang yang belum mencapai usia 40 tahun diizinkan untuk mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden, asalkan mereka memiliki pengalaman sebelumnya sebagai kepala daerah atau menduduki jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum. 

Alhasil, seperti diketahui bersama bahwa syarat usia paling rendah 40 tahun atau memiliki pengalaman menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, seperti kepala daerah. Lebih lanjut, ketentuan Pasal 169 huruf q dalam UU 7/2017 yang disebutkan dalam putusan tersebut akan diterapkan mulai dari Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 (Kompas.com*). 

Putusan ini memang agak provokatif, merangsang reaksi masyarakat dengan demo Makasar, BEM UI, dsb. Namun Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut mengekspresikan banyak hal, sejauh interpretasi dan penafsiran dapat dilakukan. Satu hal yang dapat dipetik adalah bahwa keputusan publik akan berpengaruh pada karakter publik. 

Keputusan Publik (MK) mencerminkan perubahan signifikan dalam pemahaman karakter kepemimpinan dalam konteks negara. Hal ini mencerminkan pengakuan terhadap peran integritas dan karakter sebagai faktor penting dalam penilaian kepemimpinan, sambil juga memperdebatkan aspek usia yang diuraikan dalam keputusan itu. MK memberikan peluang bagi individu muda dengan karakter kepemimpinan yang kuat untuk berkontribusi dalam memimpin negara.

Pentingnya pendidikan karakter dalam membangun individu yang mampu memimpin negara sangat relevan dalam konteks pendidikan modern, dan konsep pendidikan karakter memiliki akar sejarah yang panjang. Sejarah pendidikan karakter dimulai dari era Yunani kuno hingga perkembangan liberal arts di Eropa dan pesatnya pendidikan umum di Amerika. Pendidikan karakter telah melewati berbagai zaman dan paradigma, termasuk konsep liberal arts yang mengedepankan pembentukan karakter bermoral dan pemahaman yang luas.

Dalam konteks pandangan yang lebih luas, Keputusan Publik (MK) tidak hanya mencerminkan perubahan dalam konsep kepemimpinan, tetapi juga menggarisbawahi signifikansi karakter dalam membentuk individu yang mampu memberikan kontribusi positif pada masyarakat dan negara. Sejarah panjang pendidikan karakter telah memberikan pemahaman mendalam tentang peran nilai-nilai karakter sebagai dasar yang kuat dalam kepemimpinan. Oleh karena itu, pendekatan interdisipliner dalam pendidikan karakter memungkinkan kita untuk merangkai berbagai aspek ini sehingga dapat lebih memahami peran karakter dalam pertumbuhan individu dalam kerangka sosial dan komunitas yang lebih luas.

Selain itu, sangat penting untuk memahami bahwa karakter tidak terbentuk dalam isolasi. Lingkungan komunitas dan budaya tempat individu tinggal memainkan peran besar dalam membentuk pandangan mereka terhadap dunia, pengambilan keputusan, dan perilaku. Tidak hanya itu, faktor-faktor politik, ekonomi, dan sosial juga memiliki pengaruh yang signifikan pada pandangan individu tentang diri mereka dan peran mereka dalam masyarakat. Oleh karena itu, perilaku koruptif dan nilai-nilai seperti karakter religius, keadilan sosial, atau kebaikan bersama sebagai bangsa tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor pribadi atau ekonomi, melainkan juga oleh interaksi sosial, dinamika kekuasaan, dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Dalam konteks ini, pendidikan karakter menjadi landasan penting dalam membentuk individu yang mampu memahami dan merespons kompleksitas lingkungan sosialnya dengan integritas dan moral yang kuat.

Fenomena ini mempertegas bahwa kajian tentang karakter tidak boleh terbatas pada dimensi individu semata. Konsep karakter telah meluas hingga mencakup aspek sosial, lembaga-institusi, dan bahkan entitas bisnis. Oleh karena itu, pemahaman karakter menjadi lebih kompleks, melibatkan interaksi sosial, norma-norma, nilai-nilai kolektif, serta etika yang dijalankan dalam berbagai konteks. Ini membuka pintu bagi pemahaman tentang bagaimana karakter tidak hanya dipahami dari perspektif personal, tetapi juga dalam hubungannya dengan struktur sosial, budaya, dan lembaga yang membentuk masyarakat. Secara moral sosial, karakter etis juga memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan dalam berbagai bidang, termasuk bisnis, politik, dan sosial, serta bagaimana karakter komunitas dapat membentuk norma dan ekspektasi di dalamnya.

Secara kinerja, keterampilan dibutuhakndi dalam perkembangan masyarakat dan pertumbuhan komunitas sosial. Dan yang menarik serta dapat digali lebih dalam adalah bahwa ilmu pengetahuan tumbuh subur dalam suatu karakter bangsa (atau kawasan) tertentu; ilmu kerohanian atau religositas tumbuh suber di kawasan lain; penguasaan alam dan eksploitasi lingkungan berakar dari suatu karakter tertentu; pelestarian lingkungan dan hidup harmoni hidup dalam suatu masyarakat tertentu. 

Dalam pemahaman karakter di atas, kita bisa mencermati karakter masyarakat seperti apakah yang sedang dipertontonkan dengan adapanya putusan MK dan reaksi atas putusan MK. Bagaimana masing-masing elemen masyarakat atau para tokoh pemimpin bangsa ini bersikap dalam situasi ini? Namun, lepas polemik dan tafsir politik yang berkembang, keputusan publik dan tindakan sosial anggota masyarakat akan menggambarkan dan sekaligus membentuk karakter suatu masyarakat.  

Tantangannya adalah: pertama, dalam upaya pendidikan karakter masyarakat, bagaimanakah keputusan publik dan tindakan sosial dapat menjadi 'guru' bagi pendidikan karakter generasi muda? Kedua, sebagai generasi pemimpin, bagaimana pemimpin bangsa menunjukkan role model kepemipinan bagi generasi muda? Ketiga, bagaimana keputusan publik menjadi 'materi pendidikan karakter bangsa' bagi generasi muda? Dalam konteks yang lebih luas, ketiga tantangan adalah panggilan untuk mempromosikan kepemimpinan berkualitas yang didasarkan pada karakter yang kuat dan berintegritas, untuk mendorong perubahan positif dalam masyarakat dan membangun karakter bangsa yang kokoh. 

Selamat Berdemokrasi. Indonesia Maju.

Catatan:
* https://nasional.kompas.com/read/2023/10/16/17332661/putusan-mk-kepala-daerah-belum-berusia-40-tahun-bisa-maju-pilpres-berlaku

**

https://www.youtube.com/watch?v=6n_w1DhM-Qw

https://www.youtube.com/watch?v=Hfe1uwbYmV8

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20231016203319-20-1012024/bem-si-ajak-masyarakat-ikut-demo-besar-20-oktober-tolak-putusan-mk

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun