Mohon tunggu...
Yusuf Fajar Mukti
Yusuf Fajar Mukti Mohon Tunggu... Lainnya - Reviewer

Kadang suka ngulik musik email: yusufajarmoekti@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Evermore: Lentera Terang di Penghujung Tahun yang Kelam [Taylor Swift Album Review]

19 Desember 2020   19:10 Diperbarui: 20 Desember 2020   03:03 1208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"There was something different with this, I loved the escapism I found in these imaginary/not imaginary tales. I loved the ways you welcomed the dreamscapes and tragedies and epic tales of love lost and found into your lives. So I just kept writing them."

-Taylor Swift, NME

Album: Evermore
Produser: Aaron Dessner, Taylor Swift, Bryce Dessner, dan Jack Antonoff
Rilis: 11 Desember 2020
Label: Republic
Rating: 8,3/10

Setelah kejutan album balada Folklore bulan Juli lalu, Taylor Swift menggenapkan 'kronologi fantasi'-nya dengan album Evermore di penghujung 2020. Berperan sebagai sekuel, album ini melanjutkan narasi romansa berbalut eskapisme dunia fantasi folklore; dengan masih mengandalkan perspektif orang ketiga dalam metode penyampaiannya. Siapa sangka di tahun yang penuh duka ini, ia mampu menyulapnya menjadi masa paling produktif sepanjang karier.

Menyandang genre indie folk-pop, Taylor melesat jauh dari bayang-bayang komersialitas dan gemerlap album Lover (2019); berbelok menuju alam monokrom dengan lantunan melodi minimalis instrumen akustik, mengiringi kemurungan dunia yang tengah berduka dari bencana pandemi. Nuansanya mampu menuntun pendengar bertolak ke dunia imajiner, untuk sejenak melupakan realita pahit yang ada. Sekali lagi, penyanyi dengan status Woman of the decade versi Billboard ini menunjukkan ketajaman sensitivitas musiknya; membuktikan bahwa inspirasi dapat muncul bahkan di tengah kondisi terburuk sekalipun.

Untuk pertama kali sejak 2014, terdapat kesempatan bagi Taylor Swift untuk sejenak berjumpa dengan alunan musik country; akar musik yang mengawali kariernya. Setelah menggemparkan industri musik dunia ketika beralih ke elemen pop-rock di album Red (2012), eksplorasi menuju synth-pop di album 1989 (2014), hip-hop electronic di album Reputation (2017), dan electropop pada album Lover (2019), ia akhirnya kembali mengandalkan elemen akustik dalam album Folklore dan Evermore yang mempunyai aroma country yang kuat di beberapa track; dengan menggaet band indie-folk rock Bon iver, The National, dan Haim bersaudara sebagai kolaborator utama. Kali ini dengan suasana dan tema yang lebih gelap.

Tidak melulu mengenai masalah personal serta ocehan terhadap mantan-mantan kekasih, album Evermore memberi panggung bagi kisah kehidupan, romansa, dan konflik orang-orang terdekatnya; dikemas dengan anekdot berisikan tokoh fiktif yang mewakili kejadian nyata si pelaku. Jika album-album sebelumnya merupakan kumpulan diari seorang remaja perempuan ekspresif dan penuh intrik, maka Evermore ibarat teater sandiwara kehidupan yang reflektif nan imajinatif. Peleburan antara unsur fiksi dan realita adalah formula utama untuk kisah-kisah fiksi dalam album ini.

Lagu 'Marjorie' misalnya, merupakan kumpulan petuah mendiang Marjorie Finlay (1928-2003); Penyanyi opera kondang Amerika serikat sekaligus nenek Taylor Swfit, yang menginspirasinya untuk memulai karier musik di tahun 2003. Lirik seperti:

Never be so kind, you forget to be clever

Never be so clever, you forget to be kind

Never be so polite, you forget your power

Never wield such power, you forget to be polite

tercermin dalam kepribadian dan persona Taylor yang ramah, supel, tetapi juga tegas serta independen. Sosoknya dipandang oleh media sebagai 'America's sweetheart', namun di lain sisi adalah sosok ambisius dengan insting bisnis yang tinggi. Prinsip tersebut dipegang teguh hingga seakan-akan Taylor masih merasakan kehadiran Marjorie di dunia, seperti ungkapannya:

What died didn't stay dead

What died didn't stay dead

You're alive, you're alive in my head

Ketajaman permainan kata dan frasa Taylor masih kuat mengakar, sebuah trademark yang menghiasi susunan liriknya sejak album pertama. Di lagu 'willow' misalnya terdapat lirik:

But I come back stronger than a 90's trend

Merefleksikan frasa yang akhir-akhir ini populer, seiring dengan kebangkitan tren budaya dan musik dekade 1990-an di kalangan generasi Z dan milenial dalam lima tahun terakhir. Sensitivitas Taylor dalam merepresentasikan perkembangan budaya populer adalah kelebihan utama yang membawanya tetap eksis hingga saat ini.

Saya tanpa ragu mengatakan bahwa lagu 'No Body, No Crimes' menempati posisi teratas dari segala aspek. Menceritakan kisah tentang pembunuhan seorang perempuan bernama Estee oleh suaminya yang terindikasi selingkuh, tetapi tidak terdapat bukti kuat yang mendukung.

Mendengarkan lagu ini serasa menyaksikan film crime mystery klasik yang penuh ambiguitas dan ketidakpastian akan siapa musuh dan pelaku sesungguhnya; memunculkan rasa cemas akan ancaman yang berpotensi muncul dari berbagai arah. Hal ini tentu merupakan sebuah tema yang sebelumnya tak pernah disentuh oleh Taylor Swift untuk penulisan lagu; sekali lagi menunjukkan sensitivitas dan daya imajinatifnya yang tinggi.

Dari segi musikalitas, lagu 'No Body, No Crimes' adalah salah satu dari sedikit lagu karya Taylor yang dimainkan pada nada dasar minor (tepatnya Gm). Notasi B mol (Bb) yang mendominasi bagian verse untuk memberi nuansa musik blues, mirip dengan apa yang dilakukan Oasis pada lagu 'Wonderwall'. Dengan sentuhan pop, country, dan rock, lagu ini tentu merupakan anomali unik di antara kumpulan roman 'patah hati' yang memenuhi rak diskografinya selama ini.

Sementara lagu 'Willow', meski cukup menarik secara tema, tetapi tidak ada yang baru dalam komposisi musiknya. Progresi kord, instrumen, dan melodi cukup mirip dengan apa yang telah dilakukan sebelumya, terutama pada iringan melodi gitar akustik. Kalau tidak percaya, coba saja letakkan lagu tersebut di album Fearless (2009) atau Speak Now (2010); niscaya anda tidak akan menemukan perbedaan dan kontras yang berarti.

Secara keseluruhan, Taylor Swift melalui Evermore menunjukkan resiliensi dan kemampuan adaptasi tinggi yang dimilikinya sebagai seorang seniman profesional; mengukuhkan statusnya sebagai 'Perempuan Dekade Ini', serta musisi kelas atas yang akan dikenang hingga beberapa dekade mendatang.Dengan berbagai elemen musik dan konsep segar yang diemban, maka album ini layak mendapatkan rating 8,3/10.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun