Satu-satunya trivia menarik yang mungkin terdapat di album ini adalah fakta bahwa untuk pertama kalinya, Coldplay menyematkan kata 'kasar' di lagu mereka, tepatnya pada track 'Arabesque' dalam lirik:
"Same fucking blood"
Sekilas terdengar seperti kata yang tidak terlalu istimewa, tetapi tentu menarik apabila terlontar dari sekelompok individu dengan imej 'anak baik' di skena musik rock semacam Coldplay. Semangat eksperimental album nampaknya tidak hanya tercermin dalam komposisi dan aransemen musik, tetapi juga pada susunan lirik. Jika konsisten, tentunya kemunculan bahasa semacam ini diharapkan muncul di album-album berikutnya.
Apabila harus memilih satu lagu terfavorit di antara keseluruhan track, saya tidak ragu untuk menyebut 'Arabesque'. Lagu 'Orphan' mungkin yang paling populer, tetapi 'Arabesque' tentu paling berkesan; ia layaknya purple cow dalam katalog musik Coldplay: sungguh eksotis dan berbeda dari karya sebelumnya. Kolaborasi suara trompet, trombon, saksofon, dan strings khas timur tengah membentuk alunan kombinasi musik rock dan jazz fusion yang unik. Ditambah epilog naratif dan 'kata kasar' di bagian akhir, lagu ini patut mewakili semangat dari tema serta musikalitas keseluruhan album ini. Mendengarkan 'Arabesque' serasa menyaksikan atraksi marching band yang mengiringi kehadiran tentara kerajaan inggris dalam ekspedisi militer di timur tengah awal abad ke-20.
Sementara itu, lagu 'Orphan' nampak mengulangi formula musik yang sama. Tempo cepat 108 bpm dengan iringan gitar, piano, bass, dan paduan suara anak-anak di latar; merupakan suara signature khas Coldplay yang membentuk musik mereka selama ini. Bahkan, saya tidak akan heran jika lagu tersebut disertakan dalam album sebelumnya, 'A Head Full of Dreams', karena memang mempunyai vibe dan nuansa yang masih serupa. Praktis, hanya track ini yang unsur eksperimentalnya relatif sedikit.
Dengan album ini, Coldplay sekali lagi mengukuhkan statusnya sebagai salah satu 'Band Rock terbesar abad 21'. Tidak hanya tetap eksis secara komersil, mereka juga mampu menghadirkan dimensi lain dari musikalitas yang telah dicitrakan selama ini. Mereka lebih dari sekadar band pop rock alternatif dekade 2000-an dengan lagu balada generik semacam 'Yellow' atau 'Fix You'; tetapi juga mampu menembus batas norma dan aturan melalui lagu semacam 'Arabesque' ketika diperlukan. Jika The Beatles mempunyai 'Sgt. Peppers Lonely Hearts Club Bands' dalam katalog mereka, maka Coldplay boleh bangga dengan kehadiran album 'Everyday life' sebagai wadah refleksi dan aktualisasi diri pasca ingar bingar tur global yang melelahkan. Oleh karena itu, album ini layak mendapatkan nilai 8,5/10.