[caption id="attachment_142913" align="aligncenter" width="578" caption="Repro Kompas (20/10)"][/caption]
Senyum empat perempuan menteri pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono terkembang. Tanpa sungkan, entah atas inisiatif mereka ataukah juru foto Istana, keempatnya berpose membelakangkan foto mantan Presiden Megawati Soekarnoputri.
Megawati dibelakangkan, menandakan bahwa putri Bung Karno itu adalah bagian masa lalu. Kendati dibelakangkan, foto Alif Ichwan itu justru memberikan perspektif lain bila dilihat dari depan. Keempat perempuan itu justru berada tepat di bawah foto besar Megawati. Kebesaran dan kemegahan foto Megawati tampak superior bahkan ketika keempat perempuan menteri itu bersanding satu.
Dominasi Megawati di bagian atas seolah ingin memberikan pesan bahwa cita-cita dirinya tentang kemajuan perempuan berpolitik tidak terlepas dari perjuangannya yang masih dilakukannya hingga kini (semisal pidato peresmian gedung atas nama diri dan bapaknya di sebuah kampus negeri di Malang). Senyum merekah Megawati nan tulus, agak malu-malu namun menyimpan hasrat terpendam, terbingkai estetik dalam lis berwarna keemasan.
Keemasan andil Megawati itulah yang seolah hendak diterimakasihi keempat perempuan menteri. Seolah mereka tak lupa jasa Megawati soal andil perempuan dalam kancah politik dan kemajuan bangsa.
Bayang-bayang Megawati tampil dominan dengan konstruksi foto yang mengambil momentum parsial seperti itu. Boleh jadi, keempat perempuan menteri itu berjejer pula di bawah mantan kepala negara yang lain. Pilihan di bawah Megawati untuk dipilih jadi foto ilustrasi Kompas, tidak terlepas dari preferensi ideologi gender dan kedekatan politik sebagian elit redaksi dengan subjek tertampil.
Tajuk 'Berfoto Bersama' yang galibnya dilakukan orang-orang terhadap subjek terpandang, tenar atau selebritas dalam kasus empat menteri merelasikan siapa dominan (tenar) dan siapa butuh cantelan untuk tenar atau dianggap sesuai garis perjuangannya. Kesan ndeso berfoto bareng dihilangkan untuk diganti menjadi pemaknaan kesertaan ideologis.
Timbul tanya, dari foto itu siapa sesungguhnya pemimpin mereka? Jepretan Ichwan semacam sindiran, ironi, sekaligus kritik terhadap pemimpin keempatnya. Bahwa boleh saja ketaatan formal ada pada sang Presiden sekarang, namun soal kedekatan emosi dan selaku manusia biasa... ya dengan Megawati. (Apalagi satu di antara perempuan menteri itu suaminya pernah mendampingi Megawati dalam pemilihan calon presiden).
Menyadari akan hal itu, mungkin itu sebabnya senyum merekah dua di antara empat perempuan itu berkesan canggung. Lihat bagaimana Mari tampak gamang di balik senyum iritnya (mungkin juga gamang dengan posisi barunya di kabinet), demikian pula Armida Alisjahbana, yang tampak malu-malu-ditambah dia memakai busana seragam dengan Megawati pula.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H