Mohon tunggu...
Yusuf Lauma
Yusuf Lauma Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pekerja lepas

Bekerja lepas bukan ASN berkecimpung di masyarakat pemerhati masalah keluarga dan anak, menyukai sosiologi, dan suka membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kisah Sahabat Saad bin Muadh r.a

16 November 2023   19:40 Diperbarui: 16 November 2023   19:45 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada hari kematian Sa'ad bin Mu'adh, langit memisahkan awan untuk menyambut ruhnya yang mulia. Sebuah kemegahan terungkap saat Arasy Rahman bergetar, memberikan penghormatan kepada hamba-Nya yang setia. Tujuh puluh ribu malaikat turun, meliputi langit dengan kehadiran mereka yang suci.

Saat Jibril memberitahu Rasulullah, langkahnya begitu cepat sehingga pasir putih meluncur dari sandal-sandalnya yang kian hancur. Beliau menggambarkan kekhawatiran bahwa malaikat mungkin mendahuluinya untuk memandikan Sa'ad, sebuah tangisan kepedihan bagi hamba Allah yang mendekati keabadian.

Sampai di rumah Sa'ad, Rasulullah bersabda, "Aku khawatir malaikat akan mendahului kita dan memandikannya seperti mereka memandikan Hanzalah." Kedahsyatan momen itu tercermin dalam air mata Nabi yang mengalir, membasahi janggutnya yang suci.

Kuburan Baki' bergemuruh saat jasad Sa'ad turun, takbir Rasulullah dan kaum Muslimin menggetarkan makamnya. "Kubur yang menyesakkan bagi saudaramu," ucap Rasulullah, mengisyaratkan kebesaran dan kekhususan saat Sa'ad menghadap Sang Pencipta.

Air mata Rasulullah tidak berhenti mengalir, menyirami bumi dengan kedalaman rasa kehilangan. "Inilah hamba shalih yang digetarkan Arasy untuknya, langit dibukakan untuknya," ujar Beliau, memberikan penghormatan terakhir pada Sa'ad bin Mu'adh.

Namun, kehebatan Sa'ad tidak hanya terletak pada saat kematiannya. Di antara gemuruh perang Khandak, dia berdoa dengan mata yang penuh keimanan, memohon agar dia tidak wafat sebelum menyaksikan hukuman yang adil bagi pengkhianat Bani Nadhir. Doanya diijabah, dan saatnya tiba, Sa'ad dengan tegas menjatuhkan fatwa hukuman yang layak bagi kaum yang mengkhianati perjanjian.

Iman Sa'ad, ketulusan hatinya, dan keberanian dalam menegakkan keadilan menggambarkan puncak heroisme dan epiknya dalam perjalanan hidup yang singkat namun megah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun