Kasus kecelakaan lalu lintas merupakan permasalahan serius yang tidak hanya merugikan pihak yang terlibat langsung, tetapi juga meresahkan masyarakat secara umum. Tradisionalnya, penanganan kasus kecelakaan lalu lintas cenderung bersifat punitif, fokus pada hukuman bagi pelanggar hukum tanpa mempertimbangkan proses pemulihan dan rekonsiliasi. Dalam konteks ini, kolaborasi mahasiswa magang MBKM FH UNEJ dengan Polsek Patrang diinisiasi untuk menerapkan pendekatan Restorative Justice, sebuah konsep yang menempatkan perhatian pada pemulihan korban, rekonsiliasi, dan membangun hubungan yang lebih baik di masyarakat.
Telah terjadi kasus Kecelakaan Lalu Lintas sekitar pukul 09.30 WIB, di depan depan SPBU Baratan 54.681.06 Jl. Baratan Wetan, Kel. Baratan, Kec. Patrang, Jember., tersangka yang berinisial TS (yang selanjutnya disebut sebagai pelaku), seorang pria berusia 67 tahun yang bekerja di Jember, sebagai wiraswasta hendak mengisi bensin pada kendaraan mesin selep padi di SPBU Baratan 54.681.06.
Pada saat pelaku hendak menyebrang, dari arah berlawanan terdapat pengendara sepeda motor yang dikendarai korban berinisial AK dengan merek Honda Scoopy tipe Matic dengan Nopol P 2182 BR yang tidak sadar dengan kendaraan Pelaku karena tidak adanya kelengkapan kendaraan seperti lampu sein saat menyebrang yang mengakibatkan korban kaget dan terjadi tabrakan yang mengakibatkan kerusakan pada lampu depan dan cover tameng body depan Scoopy dengan nilai kerugian Rp600.000,-. Saat Kejadian, korban langsung melaporkan kejadian tersebut ke Kantor Polsek Patrang, Kabupaten Jember, bersama dengan Pelaku untuk mendapatkan penyelesaian lebih lanjut.
Penggolongan, tata cara dan penyelesaian kecelakaan lalu lintas telah diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas. Kasus kecelakaan yang penulis teliti terdapat fakta hukum bahwa surat pernyataan yang dibuat oleh pihak yang berwenang yang pada kasus ini adalah Polsek Patrang, merupakan alternatif penyelesaian perkara yang berada di luar jalur pengadilan, sehingga terdapat kemungkinan para pihak yang bersangkutan membuka upaya hukum kembali.
Kecelakaan Lalu Lintas sendiri dalam Pasal 4 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas digolongkan atas: kecelakaan ringan, kecelakaan sedang dan kecelakaan berat. Dalam kasus ini, dapat dikategorikan sebagai kecelakaan ringan karena menurut Pasal 5 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas: “Kecelakaan ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, apabila mengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau barang”.
Penerapan Restorative Justice yang dilakukan oleh Polsek Patrang dalam kasus tersebut adalah pembuatan Surat Pernyataan Damai yang dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:
- Pemeriksaan awal
Pada tahap ini, penyidik melakukan pemeriksaan awal untuk memastikan kecelakaan lalu lintas memenuhi syarat untuk diselesaikan dengan surat pernyataan damai. Dalam kasus ini, surat pernyataan damai dapat dibuat karena termasuk kecelakaan ringan yang hanya mengakibatkan kerusakan kendaraan.
- Mediasi
Korban dan pelaku dimediasi oleh penyidik untuk mencapai kesepakatan penyelesaian konflik. Kedua belah pihak bersepakat damai tanpa menutut siapa pun dalam biaya pengobatan maupun kerugian kerusakan bernilai Rp600.000,- .
- Pembuatan Surat Pernyataan Damai
Setelah dilakukan mediasi antara korban dan pelaku, dibuatlah surat pernyataan damai yang diketik oleh Mahasiswa Magang MBKM Fakultas Hukum Universitas Jember dipandu KA SPKT Mochamad Ali Said berpangkat AIPTU dengan NRP 66110121.
- Penandatanganan surat pernyataan damai
Pada tahap ini, korban dan pelaku menandatangani surat pernyataan damai yang disaksikan oleh kerabat korban yaitu ABBAD.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Polsek Patrang, penerapan restorative justice berupa surat pernyataan damai dalam penyelesaian kasus kecelakaan lalu lintas dinilai cukup efektif dalam memulihkan rasa keadilan bagi korban dan pelaku. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator, yaitu:
- Korban merasa puas
Korban merasa puas karena dapat menyelesaikan konflik secara damai dan mendapatkan ganti rugi yang sesuai dengan kesepakatan.
- Pelaku merasa bersalah
Pelaku merasa bersalah dan berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya.
- Proses penyelesaian kasus lebih cepat
Proses penyelesaian kasus dengan surat pernyataan damai lebih cepat dibandingkan dengan proses peradilan pidana.
Penerapan Restorative Justice dapat berjalan lancar apabila terdapat sinergi antara pihak berwajib dan juga masyarakat, Beberapa rekomendasi yang dapat diberikan untuk meningkatkan efektivitas penerapan Restorative Justice dalam penyelesaian kasus kecelakaan lalu lintas di Polsek Patrang yaitu:
- Sosialisasi yang lebih intensif
Sosialisasi Restorative Justice, termasuk surat pernyataan damai, perlu dilaksanakan lebih intensif kepada masyarakat, terutama bagi korban dan pelaku kecelakaan lalu lintas. Sosialisasi ini dapat melalui berbagai media seperti media massa, media sosial, dan penyuluhan langsung.
- Penyediaan informasi dan layanan yang memadai
Polsek Patrang perlu menyediakan informasi dan layanan yang memadai kepada masyarakat yang membutuhkan restorative justice. Informasi dan layanan ini dapat berupa informasi tentang restorative justice, prosedur pengajuan restorative justice, dan lembaga-lembaga yang dapat memberikan pendampingan dalam proses restorative justice.
- Peningkatan pemahaman aparat hukum
Aparat hukum yang bertugas dalam restorative justice harus meningkatkan pemahaman mereka tentang restorative justice. Pemahaman ini dapat ditingkatkan melalui pelatihan dan seminar reguler.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H