Politik Islam pada masa orde lama
Politik merupakan cara dan upaya dalam mengatasi masalah yang terjadi pada masyarakat dengan berlandaskan undang-undang dalam mewujudkan kesejahteraan dan mencegah hal-hal yang dapat merugikan bagi manusia. Politik Islam pada masa orde lama terjadi ketidakstabilan politik, juga banyak terjadi Pertentangan yang muncul.
Pada masa Orde lama Indonesia memiliki berbagai partai politik dalam pemerintahan, namun ada dua partai politik Islam yang yang pendukungnya cukup besar, yaitu Masyumi dan Nahdlatul Ulama (NU). Kedua partai ini memiliki perbedaan pandangan dalam demokrasi terpimpinnya Soekarno. Masyumi menentang demokrasi terpimpinya Soekarno Karena dianggap otoriter. Sedangkan Nahdlatul Ulama bersikap akomodatif dengan demokrasi terpimpin Soekarno ini demi keselamatan umat dan menekan resiko seminimal mungkin, NU menganggap bahwa sikap melawan kekuasaan Soekarno jauh lebih berbahaya dibandingkan menerima tanpa protes. Pada masa orde lama, Islam merupakan kekuatan yang besar, disamping beberapa partai lainnya seperti partai Nasionalis (PNI), partai sosialis (PSI) dan partai Komunis (PKI).
Dalam menyatukan berbagai partai, persiden Soekarno mencetuskan ide Nasakom (Nasionalisme, Agama dan Komunisme). Partai Masyumi menentang dengan adanya ide Nasakom ini. Konsep Nasakom yang dicetuskan Soekarno bagus dan fungsional dalam tataran konsep, tapi kenyataannya tak semudah yang diduga, juga ada beberapa kendala yang sulit untuk diatasi.
Masyumi merupakan tumpuan penegak demokrasi yang akan dibubarkan oleh Soekarno melalui demokrasi terpimpin. Banyak mantan tokoh Masyumi, yang mendekam dalam penjara tanpa proses hukum yang jelas akibat perlawanan terhadap Soekarno seperti, Mohammad Yunan Nasution, Hamka, Mohammad Natsir, Burhanuddin Harahap, Prawoto Mangkusasmito, Syafruddin Prawiranegara dan Isa Anshari.
Perpecahan pada partai-partai Islam dimanfaatkan oleh presiden Soekarno. Presiden Soekarno membela Nahdlatul Ulama dan partai-partai Tradisional lainnya untuk menjadi salah satu pilar penopang Kekuasaannya, serta membubarkan Masyumi sebagai ancaman berbahaya bagi kelangsungan kekuasaannya.
Perlu diketahui pula, pada masa orde lama ada gerakan yang ingin mendirikan negara Islam Indonesia, yaitu gerakan Darul Islam di bawah pimpinan Kartosuwiryo yang berlangsung pada tahun 1948 hingga 1962. Gerakan ini memiliki pasukan yang disebut dengan tentara Islam Indonesia (TTI). Â Pada tahun 1950, gerakan ini mendapat dukungan dari masyarakat Jawa maupun luar Jawa.
Politik Islam pada masa orde baru
Pada pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto yang mulai berkuasa pada tahun 1966, dengan adanya krisis politik, ideologis dan krisis ekonomi pada masa orde lama, memaksa pemerintahan orde baru lebih mengarah pada perbaikan ekonomi juga penataan politik.
Politik pada pemerintahan orde baru semakin jelas dan semakin menjadi satu arah namun cukup ambigu. Soeharto memaksakan gagasan bahwa Pancasila sebagai satu-satunya asas sebagai kekuatan organisasi sosial dan politik yang ada di Indonesia. Pancasila memang merupakan objektifikasi Islam. Tidak ada sila-sila Pancasila yang bertentangan dengan ajaran Islam juga sebaliknya. Dengan adanya pemerintahan Orde Baru banyak dari pemimpin dan Aktivis politik Islam berharap besar pada orde baru ini, namun harapan itu tidak dapat terwujudkan. Presiden Soekarno maupun Soeharto sama-sama memandang partai partai politik Islam sebagai pesaing kekuasaan yang berpotensi dapat merobohkan landasan negara nasionalis. Atas dasar inilah pada masa dibawah kepimpinan Soekarno dan Soeharto berupaya untuk melemahkan partai partai Islam.
Pada tanggal 20 Januari 1968 berdirinya partai Muslimin Indonesia (Parmusi) yang sebelumnya dipimpin oleh seorang tokoh Masyumi, namun ia gagal memperoleh restu pemerintah. Kemudian Parmusi atau yang dikenal sebagai MI berfusi dalam PPP bersama-Bila diteropong melalui tiga paradigma pemikiran politik Islam dunia, pemikiran yang melandasi gerakan partai-partai di atas terangkum di dalamnya. Partai-partai yang berasaskan sama dengan Nahdlatul Ulama, PSII, dan Perti.
Ada enam tipe pemikiran politik Islam pada masa orde baru. Pertama, tipologi formalistik, yaitu pemikiran yang lebih mengutamakan peneguhan serta ketaatan yang berlandaskan ajaran Islam. Kedua, pemikiran substansik, pemikiran substansik merupakan pemikiran yang beranggapan bahwa makna iman dan ibadah lebih penting dibandingkan formalitas dan simbolisme. Ketiga, pemikiran transformatik, yaitu pemikiran yang berpandang bahwa misi Islam yang utama adalah kemanusiaan. Keempat, pemikiran totalistik, yaitu pemikiran yang beranggapan bahwa pengaruh Islam bersifat kaffah. Kelima, idealistik, yaitu pemikiran yang berbeda dari pandangan pentingnya perjuangan umat yang berorientasi pada tahapan menuju Islam yang ideal.
Pada 6 Desember 1990 Soeharto meresmikan pembentukan organisasi sosial Islam yaitu, Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI). Meskipun pendirian organisasi cendikiawan ini cukup mengejutkan banyak pengamat asing, mayoritas masyarakat Indonesia menyadari bahwa restu Presiden merupakan salah satu rentetan pendekatan Soeharto Kepada umat Islam di Indonesia. Bagi banyak masyarakat non-Muslim dan kelompok Sekuler, tindakan Soeharto tersebut merupakan sikap yang menyimpang dari prinsip-prinsip non-sektarian Orde Baru.
Di balik kebencian umat Islam Soeharto dan pemerintahan orde baru, tidak semua yang lahir di era orde baru harus di anggap negatif, namun era orde baru juga memberikan banyak hal positif kepada bangsa Indonesia, baik Dalam hal stabilitas, keamanan dan kesejahteraan
Politik Islam pada masa reformasi
Era reformasi seakan menjadi "napas baru" bagi perkembangan sosial, Hukum, kebebasan pers serta politik di Indonesia. Seluruh komponen bangsa yang terdiri dari berbagai macam agama, Ideologi, keyakinan bebas dan konkret mengekspresikan aspirasinya secara terbuka. Hal ini tak terkecuali dengan umat Islam yang mengaktualisasikan segala aspirasinya ke dalam bentuk Partai politik, sehingga melahirkan partai-partai Islam atau partai yang berbasis dukungan massa Islam, seperti Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Umat Islam (PUI), Partai Masyumi Baru, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan (PK), Partai Nahdhatul Ummat (PNU), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan yang lainnya.
Apabila dilihat dari tiga paradigma pemikiran politik Islam dunia, pemikiran yang melandasi gerakan partai-partai Islam diatas terangkum di dalamnya. Partai-partai yang berasaskan Islam, merupakan wadah para pemikir yang meyakini bahwa agama Islam menyeluruh dan mencakup sistem perpolitikan. Hal Ini dapat dilihat, misalnya, pada Partai Keadilan (PKS) yang banyak terinspirasi oleh gerakan Ikhwanul Muslimin yang didirikan oleh Hasan al-Banna. Sedangkan partai-partai yang melakukan objektifikasi juga spasialisasi, keduanya senafas dengan konsep yang memandang Islam merangkum prinsip dan nilai-nilai etis bagi kehidupan sosial dan negara yang memiliki fleksibilitas dalam implementasinya. Â
Masa reformasi ini juga membuat para ulama terpolarisasi sedemikian Rupa. Misalnya, kampanye Pemilu pada tahun 1999, yang diwarnai dengan menghamburnya para kiai untuk membela partai politiknya masing-masing sesuai dengan keulamaan mereka.
Kelompok yang melakukan objektifikasi maupun spasialisasi ingin menampilkan Islam yang berwajah inklusif. Mereka menyuarakan ide-ide tentang keadilan, Kebebasan, kemakmuran serta demokrasi yang semuanya berlandaskan dengan ajaran Islam namun inklusif. Artinya, mampu memimpin dan mengayomi semua orang tanpa memandang suku, golongan bahkan agama, karena Indonesia merupakan negara yang multi etnis dan agama, Begitulah gambaran pemikiran politik Islam secara Teoretis dan praktis di Indonesia pada era Reformasi.
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada masa orde lama mengalami krisis politik, ideologis dan ekonomi. Pada masa orde baru politik pemerintahan mulai semakin jelas dan semakin terarah meskipun sedikit ambigu, orde baru juga memberikan banyak hal positif kepada bangsa Indonesia, baik Dalam hal stabilitas, keamanan dan kesejahteraan. Pada era reformasi merupakan salah satu era kebebasan dalam mengekspresikan aspirasi secara terbuka. Partai-partai Islam juga tumbuh semakin besar pada era reformasi ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H