Mohon tunggu...
Yusufil Hamdani
Yusufil Hamdani Mohon Tunggu... Pengacara - Mahasiswa Pascasarjana Magister Hukum Universitas Pamulang (UNPAM)

Universitas Pamulang (UNPAM)

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pertanggungjawaban Pidana Kelalaian Berkendara yang Menyebabkan Hilangnya Nyawa

15 Maret 2022   20:57 Diperbarui: 16 Maret 2022   00:31 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengendara Motor Gede (MOGE) Harley-Davidson berinisial APP dan AW memberikan santunan Rp 50 juta kepada keluarga bocah kembar berusia delapan tahun yang mereka tabrak di Pangandaran, Jawa Barat, Sabtu (12/3/2022). Saat menyerahkan uang tersebut ke pihak keluarga, pengendara moge tersebut juga membuat sebuah perjanjian Isinya, Pertama, pihak kesatu (keluarga korban) dan pihak kedua (penabrak) telah menerima bahwa kecelakaan tersebut sebagai musibah dari Allah SWT. Kedua, pihak kedua yaitu APP memberikan santunan uang tunai kepada pihak ke satu sebesar Rp 50 juta dan pihak ke satu sudah menerimanya , Ketiga, pihak kesatu dan pihak kedua telah sepakat dan mufakat bahwa perkara ini diselesaikan secara kekeluargaan, serta pihak kesatu tidak akan menuntut di kemudian hari secara hukum pidana maupun perdata kepada pihak kedua, Keempat, apabila dikemudian hari ternyata ada pihak lain yang mempersalahkan kembali permasalahan ini, kedua belah pihak sepakat untuk mengesampingkan atau tidak menanggapinya dan atau gugur demi hukum.

Sumber : https://bandung.kompas.com/read/2022/03/14/141338378/kasus-pengendara-moge-tabrak-bocah kembar-belum-ada-tersangka-pelaku-beri-rp?page=all. 

Dari kasus diatas kemudian apakah pemberian uang santunan senilai Rp 50 juta oleh Pelaku kepada Keluarga Korban akan menghapuskan sanksi pidana atas kelalaian pelaku yang menyebabkan hilangnya nyawa ?

Disini penulis akan mencoba memberikan jawaban  terkait dengan Pertanggungjawaban Pidana Pelaku dari sudut hukum pidana.

Menurut Chairul Huda "bahwa dasar adanya tindak pidana adalah asas legalitas, sedangkan dapat dipidananya pembuat adalah atas dasar kesalahan, hal ini berarti bahwa seseorang akan mempunya pertanggungjawaban pidana bila ia telah melakukan perbuatan yang salah dan bertentangan dengan hukum. 

Pada hakikatnya pertanggungjawaban pidana adalah suatu bentuk mekanisme yang diciptakan untuk berekasi atas pelanggaran suatu perbuatan tertentu yang telah disepakati"( Chairul Huda, 2006:68)

Dalam hukum pidana terhadap seseoraang yang melakukan pelanggaran atau suatu perbuatan tindak pidana maka dalam pertanggungjawaban diperlukan asas-asas hukum pidana. 

Salah satu asas hukum pidana adalah asas hukum "nullum delictum nulla poena sine pravia lege" atau yang sering disebut dengan asas legalitass, asas ini menjadi dasar pokok yang tidak tertulis dalam menjatuhi pidana pada orang yang telah melakukan perbuatan pidana "tidak dipidana jika tidak ada kesalahan". 

Dasar ini adalah mengenai dipertanggungjawabkannya seseornag atas perbuatan yang telah dilakukannya. Artinya seseorang baru dapat diminta pertanggunngjawabannya apabila seseorang tersebut melakukan kesalahan atau melakukan perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan".

Dalam kasus diatas pelaku dituntut dengan pasal 130 ayat (4) Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

Ayat (1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

Ayat (2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).

Ayat (3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

Ayat (4) Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

        Menurut Moeljatno syarat-syarat dalam pertanggung jawaban adalah :

  1. Seseorang telah melakukan perbuatan pidana
  2. Dilihat kemampuan bertanggungjawab oleh seseorang yang telah melakukan perbuatan pidana
  3. Adanya bentuk kesalahan, baik berupa kesengajaan atau kelalaian dalam perbuatan pidana;
  4. Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf yang menghapuskan pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku perbuatan pidana (Moeljatno, 1993:164).

        Menurut pandangan Penulis, jika diuraikan perbuatan pelaku dengan unsur-unsur pertanggungjawaban diatas adalah sebagai berikut :

  1. Seseorang telah melakukan perbuatan pidana.  Jelas bahwa para pelaku karena kelalaianya berkendara telah mengakibatkan hilangnya nyawa dua korban yang masih anak-anak (dibawah umur) dalam hukum indonesia telah diatur dalam Pasal 130 ayat (4) Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
  2. Kemampuan bertanggungjawab oleh seseorang yang telah melakukan perbuatan pidana. Kemampuan bertanggung jawab disini dimaksudkan untuk menentukan apakah seseorang tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara pidana atau tidak terhadap tindakan yang dilakukannya itu. Adapun mengenai dapat dimintainya pertanggungjawaban pidana kepada subjek hukum, maka subjek hukum tersebut tidak boleh memenuhi ketentuan Bab III Pasal 44 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam hal ini pelaku adalah Subjek Hukum yang menurut penulis mempunyai kemamouan bertanggungjawab baik secara fisik maupun psikis, dimana pelaku adalah pengendara kendaraan bermotor yang secara formil di indonesia harus memenuhi syarat-syarat tertentu untuk dapat diberikan izin untuk memiliki kendaraan dan surat-surat berkendara lainya. 
  3. Adanya bentuk kesalahan, baik berupa kesengajaan atau kelalaian dalam perbuatan pidana. Menurut Penulis unsur ini telah terpenuhi, sebab dalam unsur ini dikaitkan dengan kasus yang terjadi Pelaku lalai dalam mengendarai kendaraanya,  kelalaian yang dimaksudkan adalah sebagai suatu perbuatan yang terjadi dikarenakan salahnya atau kealpaannya atau kurang kehati-hatiannya, dimana kelalaiannya dalam hukum pidana sering disebut dengan delik Culpa. Kesalahan atau kelalaian atau Culpa menurut ilmu teori hukum memiliki syarat: Pelaku melakukan perbuatan kurang hati-hati atau kurang waspada dan Pelaku harus dapat membayangkan timbulnya akibat karena perbuatan yang dilakukannya dengan kurang hati-hati. Kurang hati-hati atau tidak hati-hati atau tidak ada penduga-duga sebelumnya merupakan sikap batin seseorang yang tidak mungkin diketahui oleh orang lain terhadap perbuatan Pelaku dalam hal ini tindakan mengemudikan kendaraan bermotor, selain itu untuk menentukan suatu kesalahan juga dapat dilihat dari tindakan pelaku dalam melakukan usaha-usaha untuk mencegah timbulnya suatu akibat.
  4. Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf. Alasan pembenar, yaitu alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa lalu menjadi perbuatan yang patut dan benar sedangkan Alasan pemaaf, yaitu alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa. Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tetap bersifat melawan hukum, jadi tetap merupakan perbuatan pidana, tetapi dia tidak dipidana, karena tidak ada kesalahan. dalam kasus yang terjadi menurut penulis dalam diri Pelaku  sama sekali tidak ditemukan alasan pemaaf dan alasan pembenar.

Semua unsur pertanggungjawaban Pidana  telah terpenuhi, maka pelaku haruslah dinyatakan telah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana Pasal 130 ayat (4) Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Lantas terpenuhinya unsur-unsur pertanggungjawaban pidana dari diri pelaku kemudian pemberian uang santunan senilai Rp 50 juta kepada keluarga Korban akan menghapuskan sanksi pidana?

Menurut hemat penulis, adanya kesepakatan damai antara pelaku dan keluarga korban, hal tersebut tidak serta-merta menghapuskan unsur pidana sebab dasar dari perbuatan pelaku adalah kelalaian sebagai suatu perbuatan yang terjadi dikarenakan salahnya atau kealpaannya atau kurang kehati-hatiannya, dalam hal ini Pelaku jelas mengerti akibat dari kesengajaanya mengendarai kendaraan bermotor dengan kecepatan yang tinggi, sengaja disini adalah kesengajaan sebagai kemungkinan pelaku sebenarnaya tidak menghendaki akibat perbuatanya itu, tetapi pelaku sebelumnya telah mengethaui bahwa akibat itu kemungkinan juga dapat terjadi, namun pelaku tetap melakukan perbuatannya dengan mengambil resiko tersebut. 

Oleh karena itu proses hukum harus tetap berjalan untuk berat ringanya kesalahan yang dilakukan oleh pelaku nantinya akan ditentukan oleh Majelis Hakim di Pengadilan.

Sebagai dasar argumentasi penulis, penulis mengambil salah satu contoh kasus yang telah diputus oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Rengat yang telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht) yaitu Putusan Nomor 36/Pid.Sus/2021/PN.Rgt dimana Pelaku Ari Perdana Zebua Karyawan dari salah satu perusahaan dijatuhi hukuman pidana penjara selama selama 6 bulan dan denda sejumlah Rp2.000.000,00 akibat kelalaianya mengemudikan Mobil Mits Truck Box dimana saat kejadian kondisi jalan dalam keadaan licin yang menyebabkan Mobil Mits Truck Box oleng kemudian hilang kendali dan menabrak dua pengendara sepeda motor  tersebut kehilangan nyawa.  Pelaku yang diwakili oleh  Perusahaan mendatangi Keluarga Korban meminta maaf dan memberikan uang  santunan, pihak Keluarga Korban memaafkan Pelaku serta membuat  surat perdamaian yang ditandatangani oleh Pihak Keluarga Korban dan Perusahaan, dan menyerahkan hukuman sepenuhnya kepada Hakim.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun