Sekurang-kurangnya tiga sampai enam orang, pria dan wanita, duduk dengan kertas antrian kecil ditangannya. Tampak seorang ibu menggendong anak bayi sambil berbincang-bincang dengan petugas satpam yang berada di samping mesin antrian seraya melayani setiap tanyanya. Waktu menunjukkan pukul 07.53 WIB, cuaca yang cukup segar dari kota kecil yang jauh dari hiruk pikuk kendaraan serta asap ibu kota, duduklah seorang petugas pria masih muda, berbadan tegap seragam putih lengkap dengan dasi merah serta kartu tanda kepegawaian yang terkalung dilehernya, dengan rambut klinis usapan pomade. Disusul oleh dua rekan nya, wanita separuh baya, berkacamata, keduanya dalam seragama putih berhijab merah. Setelah duduk di mejanya, sekejab menekan tombol diiringin suara wanita yang memanggil nomer antrian pertama. Majulah si pria yang memiliki antrian pertama, "Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?", ucap Udin dengan ramah, si petugas pria dengan dasi merah. "Begini, saya ingin buat NPWP Mas, bisa?" jawabnya. "Oh tentu bisa, ini persyaratannya Mas", Lanjut Udin.
Begitulah seterusnya hingga melewati keseharian sebagaimana seseorang menjadi abdi negara. Ya, "untuk mengabdi tak perlu mengenal lokasi", begitu kiranya ucapan seorang teman yang pernah bertugas di sekitaran perbatasan negeri, kami menyebutnya level tertinggi kesetiaan diuji.
Teringat pertama kali tiba disini, kantor yang hanya memiliki dua lantai dengan lantai masih kayu ditingkat kedua nya, tiba ingin menemui kepala kantor di lantai dua saja harus berjalan pelan karna anak tangga yang berdenyut bunyi mengganggu teman-teman yang dalam lingkup 5 meter sedang bekerja. Sunyi, rapuh, dan sedikit suram adalah pandangan pertama setiap pegawai terhadap kota ini, lampu lalu lintas yang hanya bisa warna kuning saja, lampu jalan yang jika malam pun enggan menyapa serta ibu kota pun sering kehilangan listriknya, maksudnya sering mati lampu disini. Untungnya disudut-sudut kota bertebaran tempat untuk berlari, ya warung kopi namanya apalagi kan. Warung kopi yang masih asli tanpa wifi dan embel-embel filosofinya. Cuma disana tempat teman-teman kantor mengahabiskan weekend nya.
Ketika ngopi tak pernah sepi karna slalu ada yang menyapa tak lain dan tak bukan ialah penduduk sekitar, wajah-wajah kami akrab dengan wajah ketika meraka antri di kantor. Tidak ada kesan menyeramkan, yang ada hanyalah sapaan dari mereka seraya bertanya mengapa kami tidak pulang ? Tidak seperti pertanyaan ketika kami baru pertama kali bertemu, "petugas baru Mas? Asal mana? Sudah jalan-jalan sekeliling kota? Ada Tugu Naruto lho disana" ucapnya. Kota dengan icon yang bernama Tugu Naruto, nama Naruto seharusnya tak asing bagi anak-anak muda millenial di DJP, namun begitu tak selaras ketika melihat sebuah tugu dengan nama tersebut karna tak begitu mirip dengan tokoh anime idola anak muda, hanya mirip rambutnya saja. Awalnya, saya sangat heran mengapa tugu tsb dinamakan tugu naruto, eh sebenarnya sampai sekarang saya juga belum menemukan jawabannya sih, hehe. Yap, Tugu Naruto adalah icon kota Nanga Pinoh. Nanga Pinoh adalah salah satu kota di Kalimantan Barat yang mana kalian juga pasti baru mendengar namanya kan? Hehe. Dikota kecil bernama Nanga Pinoh inilah kami mengabdi pada negara lewat KP2KP Nanga Pinoh.
Oke, kembali ke kantor. KP2KP Nanga Pinoh adalah Satker dibawah KPP Pratama Sintang dan lingkup wilayah Kanwil DJP Kalimantan Barat. Wilayah kerja KP2KP Nanga Pinoh meliputi Kabupaten Melawi dengan luas 10.640,80 km dengan jumlah penduduk 239.738 jiwa (2015), dan memiliki 11 Kecamatan yang sebenarnya sungguh luas bagi 4 pelaksana dan 1 kepala kantor.
Luas di Nanga Pinoh tidak serta merta dapat ditempuh dengan mudah menggunakan transportasi darat online atau sejenis, tidak, mereka belum ada disini. Bahkan, bukan hal mudah untuk mengeksplore setiap sudut Kecamatan bahkan dengan kendaraan pribadi dikarenakan akses jalan yg sungguh luar biasa berat. (aka belum memiliki akses jalan aspal).
Akses perjalanan memang menjadi salah satu kendala dalam menjalankan tupoksi KP2KP Nanga Pinoh. Kabupaten yang luas, medan yang berat serta segala jenis hambatan seperti listrik, internet serta SDM yang belum ramah terkait perpajakan. Namun itu semua tidak menghalangi semangat untuk tetap memberikan yang terbaik pada negeri. Pelayanan yang cepat, tepat sesuai SOP, pelaksanaan penyuluhan yang efektif, serta 5S adalah moto kami.
Melaksanakan kegiatan penyuluhan di Nanga Pinoh tidaklah mudah, salah satu kisah yang kami ceritakan ialah ketika harus melakukan penyuluhan di selatan nya Provinsi Kalimantan Barat, Kecamatan Menukung. Menukung memiliki akses yang luar biasa, untuk dapat kesana diperlukan kendaraan 4x4, pada waktu itu kami melakukan sewa kendaraan pada penduduk sekitar. Perjalanan dilakukan memakan waktu sekitar 5jam, ketika tiba disuatu daerah kami tidak melewati akses jalan ber aspal, namun melewati beberapa bukit. Saya masih ingat pada saat itu, baru pertama kali rasanya mobil menaiki sebuah bukit dengan jalan tanah kuning serta pinggiran yang curam.
Tiba lah di kantor kecamatan, ketika keluar dari mobil langsung disambut oleh anak-anak yg sedang main bola disekitar, mungkin mereka berfikir saya ingin memberikan mereka uang namun yang bisa saya berikan hanyalah pengalaman. 3 hari berlalu, kegiatan pun selesai dan tibalah saatnya pulang. Saat pulang pun tidak serta merta lancar, salah satu kendala ketika jalan menanjak namun terdapat mobil truk yang mogok. "Wah, gabakalan bisa lewat kita ini mas" ucap kepala kantor. Setelah menunggu sekitar satu jam, sopir kami bertekad untuk bisa melewatinya, dilakukanlah skill mengemudi yang saya tak tahu namanya, menyalip mobil dengan cara salah satu sisi ban kanan menaiki tebing tanah disampingnya. Saya geregetan ingin turun saja namun ternyata mereka lebih tahu dan akhirnya lolos. Belajar dari pengalaman saat berangkat, saya dan salah satu teman memilih untuk duduk diluar kabin bagian belakang mobil, dengan bersenjatakan kamera kami merekam setiap pemandangan yang jarang kami temui dikota.
Akses kegiatan tak hanya dilalui lewat darat namun juga lewat air. Salah satunya ketika melakukan kegiatan pendataan revaluasi BMN terdapat Aset yang letaknya sangat jauh dari wilayah kantor. Kami memutuskan akhirnya menggunakan speedboat dengan menyatu bersama warga untuk menuju kedaerah tersebut. Perjalanan ditempuh selama sekitar 4 jam, melewati panjangnya sungai Melawi yang dikelilingi hutan menjunjung tinggi, aku sempat berfikir masih adakah hewan buas seperti anakonda didasar sungai yang kami lewati? Tidak ada yang tahu yang pasti kami memilih untuk menikmati dan mengabadikan setiap perjalanan kami disana. Hingga kami kembali, pengalaman takkan pernah hilang.
Setiap pegawai memiliki pegangan dan garis perjalanan tersendiri tentunya, yang tak bisa dikisahkan seluruhnya disini. Namun ketika kami bersama sekedar makan atau ngopi, itu bisa menjadi cerita panjang dimasa muda. Kondisi kantor pun kini telah berubah, sebagai saksi dan turut andil bagaimana kantor ini berbenah kami patut berbangga diri. Namun bagaimana dengan Nanga Pinoh? Ini Masih butuh proses ya teman-teman. Intinya berikan yang terbaik untuk negerimu bagaimanapun caranya.
Ya benar seperti ungkapan sebelumnya, untuk mengabdi tak perlu kenal lokasi, akan selalu ada ceritamu sendiri disana. Oh aku bingung, jika aku tak ditempatkan disini, akankah aku bisa alami semuanya ditempat lain? Tidak ada yang tahu pastinya.
Best Regards,
Ikhwanudin Yusuf
Pelaksana (Setia) KP2KP Nanga Pinoh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H