Mohon tunggu...
YUSUFIbrahim
YUSUFIbrahim Mohon Tunggu... Lainnya - Setidaknya saya menulis.

30 tahun bercinta dengan industri kreatif gambar dan suara di televisi, kini tiba waktunya pulang pada cinta pertama di dunia kreatif, yakni menulis. IG: @hajiyusufi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ketika Sebatang Rokok Jadi Pena dan Secangkir Kopi adalah Tintanya

16 November 2022   22:21 Diperbarui: 17 November 2022   08:13 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendadak bangun dari tidur malam, Jajang kangen istri dan anaknya. Ia gelisah. Cintanya begitu dalam dan sempurna kepada keduanya. 

Jajang ingin menelpon lewat HP. Jam menunjukan pukul 02.22. Tapi Ia takut menggangu tidur istri dan  anaknya. Pikirnya, besok pagi saja saat sudah terang tanah. 

Namun rindu sulit di tahan. Dia pandangi photo istri dan satu anak perempuannya yang berusia 1 tahun di HP murahnya. Anak hasil perkawinannya yang sudah berjalan 1,5 tahun. 

Sudah 8 bulan dia terpisah antara Jakarta dan Kuningan Jawa Barat kampung halamannya, karena bekerja sebagai tukang bubur dan indomie. Istrinya hanya menjaga buah hatinya di kampung. 

Di kamar kontrakannya, seperti biasa, manakala ia mendadak bangun karena rindu, Jajang menyeduh kopi dan merokok. Dia peminum kopi dan penikmat rokok yang rutin. 

Baginya, minum kopi dan merokok adalah sebuah kenikmatan yang sulit ditawar. Karena keduanya adalah jalan ketenangan pikirannya selain mengingat Tuhan tentu saja. 

Diantara kepulan asap dari sebatang rokok ditangannya,  Jajang menulis rindu dan cinta sebisanya. Dengan air kopi hangat di cangkir kusam sebagai tinta, dan sebatang rokok di tangan sebagai pena. 

"Ijah, suamimu selalu rindu dan sedang sangat rindu di malam buta ini. Rindu kepadamu dan buah hati cinta kita. Maafkan suamimu yang jauh meninggalkanmu demi kelangsungan hidup kita bertiga. Percayalan dengan cintaku sebagaimana aku mempercayai cintamu."

Dia mencoba menulis lagi setelah satu kalimat di atas. Namun ia tak mampu. Hanya berputar-putar di kalimat itu saja, dengan kata kunci rindu dan cinta. Sementara rokok sudah 3 batang dan kopinya mulai dingin. 

Jajang bukan penulis dan penyair. Namun dengan sebatang rokok di tangan dan secangkir kopi di depannya, dia mendadak suka jadi pemikir dan orang bijak. Ia akan menulis lamunannya diantara kepulan asap rokok. Di dinding, di lantai, di tikar dan di langit-langit kamar kontrakannya. Penanya adalah sebatang rokok, tintanya adalah secangkir kopi.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun