Metaverse adalah "Next Chapter Of The Internet", lansir Facebook yang kini sudah menjadi Meta.
Chapter dimaksud adalah lanjutan perkembangan teknologi internet yang makin memudahkan, menguntungkan, menantang dan menarik dalam urusan interaksi antar individu secara global di era digital.
Sebagai milestone penerapan teknologi komunikasi dan informatika, Facebook adalah  barometer dan kiblat interaksi sosial media. Setiap pergeseran dan inovasi teknologi yang dilakukan Facebook adalah gempa bumi dunia maya. Siapa tak mengikuti perubahan Facebook, bersiaplah tertimpa reruntuhan "wall"-nya yang selama ini jadi tempat berbagi kisah dan perasaan para penggunanya.
Facebook jadi Meta adalah keniscayaan yang tak bisa ditawar. Keniscayaan adanya dunia virtual reality yang akan menjadi "saingan" dunia nyata.
Apa itu metaverse banyak yang tahu istilahnya tapi masih sedikit yang benar-benar paham maksudnya. Perlu edukasi berjenjang untuk benar-benar memahami dan melakoninya.
Yang pasti metaverse bukan momok. Bukan sesuatu yang menakutkan karena berstempel "dunia lain" dan "dunia baru". Bahwa ada yang akan kocar-kacir ter-disrupsi akibat metaverse itu jelas. Lazimnya setiap keadaan saat inovasi teknologi baru ditemukan.
Pahami saja dulu metaverse adalah bagian dari inovasi teknologi setelah ditemukan dan dikembangkannya komputer, internet, digital dan teknologi blockchain.
Boleh juga untuk sementara dipahami metaverse adalah dunia maya berbasis teknologi virtual yang memungkinkan penggunanya berinteraksi dan bertransaksi karena adanya koneksi jaringan internet berstatus execellence.
Ada yang bilang NFT (Non Fungible Token) adalah gerbang memasuki dunia metaverse. Bicara metaverse juga akan bersingungan dengan cryptocurrency atau cryptoasset. Yang mana basis teknologinya adalah blockchain dengan decentralized-nya.
Komplek dan agak rumit memang memahami metaverse itu. Apalagi membangun dan mengembangkannya. Selain berbiaya mahal dan memanfaatkan jejaring yang kuat.
Jika ada kampus yang sudah menjadikan metaverse sebagai cara kuliah dan menjadikannya sebagai mata kuliah tersendiri, itu luar biasa dan terdepan. Sebab tak lama lagi, metaverse bisa jadi sebuah keniscayaan cara manusia berinteraksi yang bukan lagi sekedar fenomena.
Tentang Metaverse, Mark Zuckerberg pernah berpesan kepada Presiden Jokowi dalam kunjungannya ke kantor Facebook tahun 2016. Bahwa dalam 10-15 tahun kedepan orang bisa beli lahan virtual, berbisnis virtual, adanya mall virtual, game virtual, kantor virtual dan wisata virtual.
Jokowi lantas mengingatkan rakyat Indonesia harus siap dengan setiap perubahan dunia digital yang akan terjadi. Utamanya tentang adanya metaverse yang diyakini Zuckerberg.
Jadi jika saat ini ada yang sudah kuliah di dunia metaverse dan menjadikan metaverse disiplin ilmu tersendiri, nampaknya bukan sesuatu yang aneh dan diragukan. Cepat atau lambat dunia pendidikan akan menjalankannya bersama bidang-bidang urusan manusia lainnya.Â
Semangat ini perlu dipelihara mengingat Indonesia termasuk negara yang sangat bernafsu dengan tranformasi digital dan membangun digital ekonomi. Terbukti dengan dijadikannya isu transformasi dan ekonomi digital menjadi agenda event Presidensi G20 dimana Indonesia saat ini menjadi tuan rumah.
Namun ada satu hal yang patut diatensi banget-banget oleh pemerintah dalam perkara menyongsong era metaverse. Yakni masalah koneksi jaringan internet di negara ini. Sudah sekuat apa, semudah apa, semurah apa dan seluas mana jaringan internet di Indonesia?
Metaverse itu butuh jaringan internet yang stabil dan kuat. Excellence! Infrastruktur yang dibangun tak main-main dan mahal. Adalah mimpi ingin ber-metaverse-ria kalau jaringan internetnya lemot. Adalah tak adil jika yang bisa merasakan kuliah di  metaverse dan ambil mata kuliah metaverse cuma mahasiswa yang ada di pulau Jawa.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H