Mohon tunggu...
YUSUFIbrahim
YUSUFIbrahim Mohon Tunggu... Lainnya - Setidaknya saya menulis.

30 tahun bercinta dengan industri kreatif gambar dan suara di televisi, kini tiba waktunya pulang pada cinta pertama di dunia kreatif, yakni menulis. IG: @hajiyusufi

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Andai Pemilu Pakai Teknologi Blockhain

23 Maret 2022   15:54 Diperbarui: 27 Maret 2022   21:33 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Skema dan mekanisme teknologi blockchain yang tidak terpusat (desentralisasi). (Gambar: Ilustrasi Jurnal Bank Indonesia) 

Jangan bayangkan wajah para Capres, Cawapres, dan Caleg layaknya lambang koin atau token kripto karena penyelenggaraannya pakai teknologi blockchain.

Hahahaha... Tidak selucu itu. Mentang-mentang sudah mengerti kripto, membayangkannya seperti sedang trading di Indodax, Tokocrypto atau Binance.

Kita memang mungkin akan meng-klik pilihan wajah mereka di aplikasi berbasis teknologi blockchain untuk pemungutan suara pemilu. Seperti kita meng-klik pilihan koin atau token saat trading. Lalu pilihan kita tercatat secara sempurna. Tak bisa diduplikasi dan manipulasi karena keamanan dan tranparansi yang dijanjikan blockchain.

"Blockchain bukan hanya kripto. Kripto bukan hanya trading. Trading bukan hanya Bitcoin," kata Ali Akbar, seorang pakar Digital-Blockchain dan Cryptocurrency dari komunitas blockchain Rantai Kotak di portalnya, rantaikotak.com.

Blockchain bukan hanya kripto! Itu kalimat kuncinya. Bahwa Cryptocurrency atau mata uang kripto lahir karena adanya teknologi blockchain itu benar. Tapi menganggap blockchain hanya bisa diterapkan di ranah uang kripto atau aset kripto itu salah besar.

Teknologi blockchain bisa juga digunakan untuk pemunggutan suara. Untuk Pemilu. Dan ada beberapa negara yang secara parsial sudah coba melakukannya. Contoh negara bagian Amerika, Virginia Barat, pada pemilu 2018 lalu. Kabarnya sukses. Bukan sesuatu yag aneh dan mengada-ngada.

Ditemukan dan dikembangkannya uang kripto oleh penggiat teknologi blockchain itu sesungguhnya hanya bagian kecil dari manfaat yang ada. Manfaat lain dari blockchain itu sangat luas. Bisa diterapkan hampir di semua urusan tata-kelola manusia yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyimpanan data digital yang ditranskrip menjadi kriptografi.  

Ke depan, diprediksi banyak industri yang tak boleh abai dengan teknologi blockchain. Diantaranya layanan financial, industri manufaktur, energi, tambang, layanan kesehatan, administrasi pemerintahan, perdagangan dan retail, media dan hiburan.

Menarik! Apakah urusan pemungutan suara dalam Pemilu di Indonesia bisa di blockchainisasi?

Bisa. Dengan catatan diciptakan dulu protokol teknologi blockchain-nya. Edukasi dulu penyelenggaranya, pemilihnya dan yang akan dipilih. Ribet dan mahal awalnya, tapi kalau sudah berjalan sangat efektif, transparan, jujur dan adil. Sesuai dengan jargon Pemilu, yakni Jurdil!

Menurut Will Hernandez, GM Joins SpringLabs ID Verification Blockchain, american banker.com,  "Teknologi blockchain adalah "transkrip digital" berbasis data kriptografi yang dibuat untuk menghindari penipuan. Kriptografi adalah sandi dengan arti spesifik yang ditambahkan ke bahasa pemrograman (coding) pada sistem blockchain setiap ada perubahan data. Teknologi ini dapat diterapkan ke semua bidang pekerjaan yang bergantung pada jaringan elektronik."

Masih menurut Will Hernandez, cara kerja blockchain mirip sistem operasi Windows yang dapat diterapkan di berbagai komputer, dimana setelah Windows di-install maka pengguna dapat menambah berbagai program yang sejalan dengan Windows. Namun bedanya dalam blockchain semua jaringannya terantai.

Karakteristik blockchain adalah lebih cepat, lebih aman, lebih tranparan, lebih terpercaya, dan tidak terpusat (decentralized). Semua itu terjadi karena transaksi atau transfer data yang dilakukan peer-to-peer. Jaringan dan koneksi yang ada terantai dari ujung ke ujung. Sehingga tidak ada perbedaan perlakuan dan semua berfungsi sama. Kontrol terjadi karena konsensus penggunanya. Sulit diretas.

Ide tentang pemungutan suara Pemilu berbasis blockchain sebenarnya sudah ada sejak tahun 2019, namun karena dibutuhkan kesepahaman manfaatnya, pengembangan dan teknologinya perlu waktu edukasi dan berbiaya tak murah, ide itu masih dalam ranah dipelajari dan dikembangankan oleh para pemangku kepentingan pemilu.

Portal Tempo menulis pada 24 Juli 2014 bahwa sebuah start up yang berbasis di Melbourne, Horizon State, melakukan uji coba  platform pemberian suara menggunakan teknologi blockchain di Sumatera dengan harapan nantinya bisa digunakan dalam pemilihan tingkat daerah maupun nasional.

Dengan demikian, siapkah pemungutan suara Pemilu yang akan datang dan selanjutnya tidak lagi menggunakan surat suara?

Cepat atau lambat, teknologi digital-blockchain akan menggiringnya ke sana. Tinggal menunggu waktu saja. Karena contoh dan fenomenanya sudah terjadi. Dimana banyak urusan manusia sudah berkurang menggunakan kertas dan surat.

Masalahnya mau dan siap tidak yang biasa "curang", Jurdil-nya pemilu diatur oleh teknologi? Terukur dan sulit diubah hasil akhirnya.*** 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun