politik. Bagian dari seni menata negara.
Pemilu itu agenda. JanjiKalau ada orang yang ingin secara sepihak mengubah agenda, seenaknya menunda janji dan berniat merusak keindahan sebuah seni, apa kiranya julukan yang pantas ditujukan untuk orang itu?
Pasti negatif. Pasti panen cemooh dan ledekan.
Tak perlu lah disebut orang-orang itu. Sudah banyak yang tahu. Yaitu orang-orang yang saat ini sedang merasakan manisnya buah kekuasaan hasil pemilu sebelumnya. Sampai lupa kalau kebanyakan merasakan yang manis-manis bisa bikin "diabetes". Kecing manis, yang bikin loyo kejantanan.
Contoh dan korbannya sudah banyak. Belajarlah pada sejarah.
Sudahlah. Jangan melampaui batas. Kalau tak ingin celaka endingnya. Begitu pesan kitab suci. Ngeri, kan?
Politik itu candu. Kekuasaan itu candu. Uda kayak rokok. Makin dihisap makin enak. Bikini nagih, sampai lupa ada peringatan rokok membunuhmu. Sampai lupa asap rokok juga bisa bikin orang lain terganggu. Â
Mending ikut aturan. Ta'at, tunduk dan patuh pada konstitusi. Â Walau wacana penundaan pemilu tidak dilarang dan menjadi bagian dari demokrasi. Presiden Jokowi saja di koran Kompas hari ini (5/3), bilang begitu.
Setelah sebelumnya, 2 Desember 2019 Jokowi sempat bilang kemungkinan ada yang ingin menjerumuskannya dan 15 Maret 2021 sempat berkata tidak berniat dan berminat, ketika muncul wacana presiden tiga periode.
Memang menarik menyaksikan tingkah polah para politikus dan pemilik kekuasaan itu. Ada yang kalem, agak kalem, biasa-biasa aja, banci tampil, dan sibuk nggak ketulungan. Belum lagi menyimak laga-lagu politikus pendukungnya. Ampun.
Tapi, ya sudahlah. Prasangka baik harus tetap dikedepankan. Praduga tak bersalah harus jadi pegangan. Bahwa ada strategi, gimmick dan drama dalam mememelihara kekuasan dan meraih kekuasaan itu adalah keniscayaan. Cukup kita pahami, berkaitan dengan pemilu, politikus itu, seperti kata anak gaul dalam tagar #guamahorangnyaemanggitu; kalah minta diulang, menang minta ditunda.
Benar-salah, jujur-bohong, becanda-serius, sesungguhnya rakyat bukanlah "anjing penggonggong" keanehan dan keganjilan pemerintah mengatur negara. Anjing penggonggong rakyat itu wakil mereka di DPR sana, para Anggota Dewan Yang Terhormat. Gonggonggan mereka kemudian di amplikasi oleh pers. Atau sebaliknya.
Rakyat tetaplah jadi singa saja. Sejatinya begitu. Singa yang manakala mengaum dan marah seluruh isi hutan dan gurun bergidik mendengar dan melihatnya.
Pemilu mau ditunda atau tidak, para singa sedang menunggu. Sambil memperuncing taring dan cakarnya. Jaga-jaga perlu digunakan.
Tapi nggaklah kalau urusan pemilu ditunda doang. Drama itu. Kecuali urusan perut. Itu yang 'ngerih!***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H