Mohon tunggu...
Yusuf Hayy
Yusuf Hayy Mohon Tunggu... Seniman - Sekedar tulisan biasa

"Tidak semua orang harus jadi penulis tapi semua orang harus-nya bisa menulis"

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menata Ulang Desain Otonomi Daerah

11 April 2022   14:50 Diperbarui: 11 April 2022   15:52 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama   : yusuf hasim

NIM     : 20200710113

Tugas   : Berita Matkul Jurnalistik

" MENATA ULANG DESAIN OTONOMI DAERAH "

Aktualilasi Konsep dan Kebijakan Desentralisasi dalam Negara Kesatuan

Oleh : Syarif Hidayat

(Peneliti BRIN, Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia AIPI)

Silang kebijakan pusat dan daerah dalam penanganan corona yang bikin bingung, pelonggoran moda tranportasi yang diterbitkan oleh dinas perhubungan masih banyak kontrak oleh masyarakat. Peraturan Menteri nomor 25 tahun 2020 tentang pengendalian transportasi selama mudik idul fitri1441 H dalam rangak pencegahan virus corona justru dinilai membingungkan masyarakat. Kebijakan pusat berubah-ubah, penyaluran bansos di daerah jadi lambat, keputusan pemerintahan pusat yang beruba-ubah mengakibatkan penyaluran bantuan sosial kepada masyarakat menjadi terhambat. 

Hal itu diungkapkan ketau komite 1 DPD RI, Agustin Teras Narang di Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Dan selanjutannya kebijakan pusat soal PSBB yang tak  sinergis dengan kebijakan pusat, sehingga mengacaukan scenario pemerintahan daerah dalam penanggulangan pandemic corona.

Mengapa terjadi silang kebijakan anatara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah dalam menangani pandemi ?

Akar persoalan konsep dan kebijakan desentralisasi di Indonesia, satu diantara karakteristik penting dari konsep dan implementasi desentrelisasi di indonesi adalah, adanya Ambivalensi antara orientasi ideologs dan teknis (maryanov, 1959), untuk mengawinkan kepentingan ideologi dan kepentingan teknis ini, maka biasanya desentralisasi dan otonomi daerah di hadirkan tetapi disertai dengan kontrol dan pengendalian yang ketat dan itu sebabnya terjadi ambivalensi.

 Ambivalensi orientasi di kalangan para penyelenggara pemerintahan daerah masih terus berlangsung hingga periode reformasi. Diskrepansi antara harapan (konseptual) dan kenyataan (realistis implementasi kebijakan desentralisasi) yang terjadi tersebut, telah saya labeli dengan termonnologi.

Belum teraktualisasinya secara utuh prinsip desentralisasi dalam negara kesatuan, secara konseptual, prinsip desentralisasi dalam negara kesatuan adalah sharing of power (berbagi kekuasaan) antara pemerintahan pusat dan daerah. Mengingat karakteristik daerah dalam negara kesatuan, yang pasti berbeda-beda antara daerah satu dengan lainya, maka ruang lingkup kewenangan yang didesentralisasikan pun tidak perlu harus seragam. 

Model desentralisasi seperti ini kemudian dikenal dengan sebutan Desentralisasi Asimetris. Dengan Desentralisasi Asimetris inilah maka di harapkan walaupun diterapkan sharing of power, tetapi keragaman antara daerah tidak dimatikan. Eronisnya di Indonesia sejauh ini menarapkan praktik desentralisasi di Indonesia sejauh ini lebih bersifat Desentralisasi Simetris (Seragam). 

Belum teraktualisasinya semboyan Bhinneka Tunggal Ika dalam tata Kelola relasi pusat-daerah. Praktik desentralisasi dan otonomi daerah simetris yag diterapkan di indonesia selama ini, sulit di pungkiri, lebih dominan menekankan aktualisasi dari komitmen Ke-Tunggal-Ika-an. 

Implikasinya, komitmen Ke-bhinekaan, yang seharusya juga mendapat posisi yang sama dalam konsep dan kebijakan desentralisasi, karena merefleksikan karakteristik hakiki dari masing-masing daerah, cnderung terabaikan, atau bahkan tereklusi.

Desentralisasi dan Otonomi daerah yang berkarakter state-Centre, praktik desentralisasi dan otonomi daerah di indonesia selama ini cenderung berkarakteran state-Centre. Implikasinya, aktor disentralisasi lebih didominasi oleh negara (State Actors), dan orientasi kebijakan pun lebih difokuskan pada pengaturan relasi antar tingkatan pemerintah dalam negara. 

Sementara peran dari masyarakat sipil dan masyarakat ekonomi (Societal Actors)' serta pengaturan tetang hak dan tanggung jawab mereka, tidak mendapat perhatian yang seimbang dalam konsep maupun kebijakan desenteralisasi dan otonomi daerah.

Kebijakan Desentralisasi bersifat pragmatis_parsialistik dan lebih berorientasi pada kepentingan "kuasa". Reformasi kebijakan desentralisasi selama ini lebih didasarkan pada upaya meresponse "penggalan peristiwa", belum sepebuhnya diarahkan untuk menjawabb kepentingan bangsa.

 Akibatya, keberadaan desentralisasi relative tidak pernah mampu merealisasikan fungsi dan tujuan hakikinya, karena lebih difungsikan oleh penguasa sebgai instrument untuk melegimentasu hadirnya sistem pemerintahan yang demokratis, dan untuk meredam terusiknya kekuasaan karena resistensi (Gerakan) daerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun