Mohon tunggu...
Yusuf Hanafi
Yusuf Hanafi Mohon Tunggu... profesional -

Menceritakan Berita dibalik Berita...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menhan Amerika dan Rakyat Papua

7 November 2011   03:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:58 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari senin (24/10/11), SBY melakukan pertemuan dengan Menhan AS, Leon Panetta, pertemuan tersebut terjadi dalam rangkaian pertemuan menteri-menteri pertahanan ASEAN. Pertemuan tersebut sekilas seperti pertemuan biasa antar 2 negara, namun mengingat apa yang terjadi di Papua dalam 2 minggu terakhir, pertemuan tersebut memiliki dua makna strategis: Rasa terimakasih Amerika atas tindakan tegas SBY terhadap buruh yang mengganggu Freeport dan tekanan politik agar situasi Papua bisa terkendali. Rasa terima kasih itu diungkapkan melalui rekomitmen AS terhadap embargo alutsita setelah.

Sikap Amerika memang sangat mendua, isu HAM yang seringkali menjadi tolak ukur dalam menilai indonesia, dalam kasus Freeport sama sekali tidak nampak. Hal ini jelas berkaitan dengan kontribusi Freeport terhadap ekonomi Amerika. Freeport papua merupakan salah satu lokasi besar yang dimiliki Amerika. Dengan produksi ton emas yang dihasilkan tiap bulan, jelas sekali Freeport Papua menjadi salah satu collateral dollar Amerika. Dalam posisi inilah, tindakan keras pemerintah terhadap buruh di Freeport Papua diabaikan sebagai bentuk pelanggaran HAM, suatu hal yang sangat ambigu dan munafik.

PT. Freeport Indonesia sendiri adalah sebuah perusahaanpertambanganyang mayoritas sahamnya dimilikiFreeport-McMoRan Copper & Gold Inc.. Perusahaan ini adalah pembayarpajakterbesar kepada Indonesia dan merupakan perusahaan penghasilemasterbesar di dunia melaluitambang Grasberg. Freeport Indonesia telah melakukan eksplorasi di dua tempat diPapua, masing-masingtambang Erstberg(dari 1967) dan tambang Grasberg (sejak 1988), di kawasanTembaga Pura,Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Freeport berkembang menjadi perusahaan dengan penghasilan 2,3 miliar dolar AS. Menurut Freeport, keberadaannya memberikan manfaat langsung dan tidak langsung kepada Indonesia sebesar 33 miliar dolar dari tahun19922004. Angka ini hampir sama dengan 2 persenPDBIndonesia. Dengan harga emas mencapai nilai tertinggi dalam 25 tahun terakhir, yaitu 540 dolar per ons, Freeport diperkirakan akan mengisi kas pemerintah sebesar 1 miliar dolar. Mining In­terna­tio­nal, sebuah majalah per­da­­ga­ngan, menyebut tambang emas Free­­port sebagai yang ter­be­­sar di du­­­nia.

Namun kegembiraan itu juga ditandai dengan tekanan yang lebih besar terhadap RI, hal ini berkaitan dengan analisa bahwa kerusuhan Papua juga merupakan salah satu”permainan Intelejen” untuk memaksa Amerika lebih membuka diri terhadap kepentingan Jakarta. Dalam situasi ini, nampak jelas bahwa  kepentingan utama rakyat Papua tetap terabaikan. Amerika masih mendukung integrasi Papua ke dalam wilayah RI sepanjang komitment mengawa Freeport tidak berubah.

Di sini terjadi dua sisi yang dilematis bagi Indonesia. Dalam konteks NKRI, Papua tidak bisa lepas dari Republik ini.  Tetapi itu harus diikuti oleh kebijakan ekonomi yang adil. Dalam hal ini, kehendak untuk mencegah Papua tidak keluar dari NKRI hanyalah berupa jargon dan tindakan militer, sementara secara ekonomi tanah Papua terus diperas untuk kepentingan Jakarta dan Amerika. Karena itu, isu kemerdekaan atau gerakan-gerakan yang ingin melepaskan diri dari republic akan sulit diberangus selama model pendekatan ekonominya tidak berubah.

Di sisi lain, konstitusi Indonesia memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi suatu bangsa untuk merdeka dan berdaulat, dalam pembukaan UUD 45 jelas dinyatakan bahwa “Kemerdekaan adalah hak segala bangsa….”, dalam pengertian ini, rakyat Papua sebagai “entitas” bangsa memiliki hak yang sama yang dijunjung oleh konstitusi Republik Indonesia. Artinya tindakan mencegah, menangkap, menembak, dan tindakan-tindakan lain yang menghalangi rakyat Papua menyatakan keinginannya dapat diartikan sebagai pelanggaran konstitusi RI.

Melihat peta di atas, solusi yang paling tepat untuk penyelesaian Papua adalah sikap tegas dari SBY untuk membuka diri terhadap kepentingan murni rakyat papua, karena opsi kemerdekaan bagi papua juga belum bisa dijadikan sebuah kesimpulan bahwa rakyat Papua akan merdeka, mengingat tekanan dan pelanggaran juga dilakukan oleh Amerika.

Namun sayangnya, sikap tegas dari presiden merupakan sesuatu yang langka saat ini. Alhasil, dengan fakta-fakta di atas, penulis yakin tidak akan ada penyelesaian konflik Papua yang berujung pada pencapaian kesejahteraan rakyat Papua, yang akan terjadi hanyalah keributan yang jeda dan damai sementara sebelum meledak kembali dengan tensi yang lebih tinggi.

http://id.wikipedia.org/wiki/Freeport_Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun