Mohon tunggu...
Yusuf Cahyono
Yusuf Cahyono Mohon Tunggu... Freelancer - Suka menulis danembaca

.Hidup Harus Berkontribusi...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kantin Sekolah Anak dengan Sistem Vuocher

22 Oktober 2014   16:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:07 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi ini anak saya tak lagi minta uang jajan. Cukup membawa voucher belanja yang mulai diterapkan di sekolah. Dengan voucher itu, mereka bisa membeli jajanan yang ada di kantin sekolah. Dengan tegas, sekolah melarang anak anak membawa uang saku kecuali untuk hal tertentu misalnya untuk infak tiap hari jumat danmembayar SPP.Cukup praktis sepertinya. Tak perlu repot repot menukarkan pecahan untuk memberikan bekal uang saku anak setiap akan berangkat sekolah. Cukup dengan membeli sejumlah voucher yang disediakan sekolah untuk beberapa minggu atau satu bulanpenuh.

Setelah diterapkannya sistem voucher tersebut, praktis para pedagang yang biasanya menjamur di sekiatr sekolah mulai merasakan dampaknya. Dagangannya kian sepi dari anak anak yang biasanya dengan gegap gempita menyambangi dagangannya.Sebuah kebijakan yang tidak bijak barangkali jika melihat kondisi ini.Para pedagang yang berebut rejeki darianak anak sekolah mendadak kehilangan harapan.Namun lagi lagi, dalih untuk menjaga derajat kesehatan anak anak didiknya menjadi pilihan yang tak biasa diundur lagi. Karena tidak ada yang bisa menjamin bahwa jajanan yang beredar di luar sekolah benar benar aman dan sehat bagi anak anak.Upaya untuk melarangsudah dilakukan namun apa daya, urusanrejeki sangat rentan konflik.

Dengan membuat sistem yang memungkinkan anak untuk tak lagi jajan ke luar sekolah adalah pilihan cerdas. Mengganti uang saku dengan voucher menutup peluang anak anak bertransaksi di luar. Kekhawatiran sekolah adalah ketika anak bertransaki dengan nominal uang yang besar rentan kecurangan, terlebih anak yang belum cukup cermat dan teliti dalam hitungannya.

Sekedar cerita klise, bahwa pernah ada salah seorang siswa yangrelatiap harinya menyetorkan sejumlah uang kepada pedagang di luar sekolah untuk sebuah mainan. Rela untuk tidak menikmati jajanan dikantin.Setiap hari ia rela menyisihkan uang lima ribu rupiah ke pedagang tersebut setiap harinya. Dan ketika jumlah telah cukup untuk sebuah mainan, ia baru bisa membawa pulang mainan yang dipilihnya tersebut dari pedagang itu. Sungguh perjuangan yang memilukan barangkali, ketika orang tua membekali anak dengansejumlah uangagar anaknyatak kelaparan ketika disekolah, justruuang itu ditaruh untuk sebuah mainan yang mahal..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun