Mohon tunggu...
Yusuf Arya pandita
Yusuf Arya pandita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Perencanaan Wilayah dan Kota

Mahasiswa S1 PWK UNS

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Legalisasi Ganja Medis di Indonesia, apakah mungkin?

12 Desember 2024   10:36 Diperbarui: 12 Desember 2024   10:36 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Legalisasi ganja medis di Indonesia telah menjadi topik kontroversial dalam beberapa tahun terakhir.Banyak argumen pro dan kontra telah disampaikan, baik oleh kalangan akademisi maupun masyarakat umum.

Artikel ini akan membahas esensi isu legalisasi ganja medis di Indonesia, mencerminkan perspektif berbeda-beda yang berkembang. Lewat waktu, undang-undang nasional yang berlaku adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ganja ditempatkan pada kategori Narkotika Golongan I. Ini berarti penggunaan ganja dilarang umumnya dan bisa berujung pada sanksi pidana yang cukup berat, bahkan hingga 12 tahun penjara.Argumen utama dari pihak yang menentang legalisasi ganja medis ialah bahwa ganja ini masih mengandung tetrahidrokannabinol (THC), sebuah zat aktif yang dapat berdampak pada sistem saraf pusat dan berpotensi menimbulkan ketergantungan.

Profesor Apt.Zullies Ikawati saka Universitas Gadjah Mada (UGM) ngandika yen walaupun senyawa turunan ganja kaya cannabidiol (CBD) cannabidiol dengan mempertimbangkan risiko dan manfaatnya. Riset-riset ganja juga perlu diatur dengan tetap terbuka kepada kemajuan ilmu pengetahuan dan dengan tetap membatasi akses guna menghindari penyalahgunaan. Alasannya adalah bahwa CBD saja tidak cukup untuk mengatasi penyakit kompleks,sehingga ganja medis harus dijadikan alternatif terakhir jika obat lain gagal efektif.

Namun, tak sedikit pula yang memandang legalisasi ganja medis sebagai langkah yang mendukung kepentingan medis.Beberapa negara telah berhasil menggunakan teknik ini untuk mengobati berbagai penyakit, termasuk epilepsi dan nyeri kronis. Di Indonesia, sebagai contoh, beberapa kasus anak-anak yang mengidap cerebral palsy telah memanfaatkan minyak ganja (cannabis oil) dengan hasil yang positif di luar negeri. Namun, karena aturan yang sangat ketat dalam UU Narkotika, mereka tidak bisa melanjutkan terapi tersebut setelah kembali ke Indonesia.

Mahkamah Konstitusi (MK) Indonesia telah menolak permohonan uji materi UU Narkotika terkait penggunaan ganja medis. Putusan Mahkamah Konstitusi dilandaskan pada pertimbangan bahwa jenis narkotika golongan I memiliki dampak paling serius dan masih belum terdapat bukti ilmiah yang kuat mengenai keselamatan penggunaannya secara medis.

Walaupun begitu,gerakan untuk melegalkan penggunaan ganja secara medis di Indonesia tidak sepenuhnya terhenti. Organisasi non-pemerintah seperti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dan Perkumpulan Rumah Cemara telah berdedikasi dalam mendorong pemerintah melakukan penelitian lebih jauh mengenai potensi ganja sebagai obat. Mereka yakin bahwa dengan memiliki data ilmiah yang kuat, pemerintah bisa memperbarui undang-undang yang berlaku untuk mendukung penggunaan ganja medis.

Dalam kesempatan ini, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin telah mengumumkan rencana untuk menerbitkan regulasi yang mengatur riset terkait ganja untuk kebutuhan medis. Regulasi ini diharapkan dapat mengkontrol seluruh aspek proses penelitian ganja, memastikan bahwa penelitian dilakukan dengan etika dan standar yang tinggi.

Secara global, lebih dari 50 negara telah memiliki program ganja medis,termasuk Malaysia dan Thailand. Indonesia memiliki potensi budaya yang unik dan flora yang beragam. Sehingga negara ini memiliki peluang besar untuk mengembangkan industri ganja medis yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Dalam kesimpulan, isu legalisasi ganja medis di Indonesia tergolong kompleks dan memiliki beberapa sisi yang berbeda. Sementara argumen oposisi kuat,dukungan internasional dan permintaan masyarakat semakin nyata. Agar bisa maju, Indonesia perlu melaksanakan penelitian ilmiah yang menyeluruh dan melakukan revisi undang-undang yang lebih fleksibel.Dengan demikian, potensi obat alami ini dapat dinikmati oleh masyarakat tanpa melepaskan integritas nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun