Baik Haryanto, Sunarna, Sri Hartini, dan Sri Mulyani masing-masing mendapatkan jabatan Bupati setelah memenangkan suara untuk wilayah Kabupaten Klaten, melalui Pilkada serentak di seluruh wilayah Indonesia.
Keunikan dari politik dinasti di Klaten adalah kontensasi yang terjadi di internal partai politik, kususnya di DPC PDI-P Klaten. Proses yang terjadi di internal DPC PDI-P Klaten secara tidak langsung berpengaruh besar terhadap peta politik yang terjadi di klaten. Hal ini karena dominasi PDI-P yang sangat besae di klaten, tidak hanya di tatanan pilkada melainkan juga di tatanan legislatif.Â
Dominasi ini membuat DPC PDI-P Klaten muncul sebagai resource atau sumberdaya politik yang sangat potensional bagi para politisi di klaten. Politik dinasti di klaten terjadi karena dominasi kedua keluarga dinasti terhadap DPC PDI-P klaten. Sebagai artai yang mendominasi klten, maka figure-figur yang di usung oleh PDI-P memiliki peluang yang besar untuk memenangkan polkada di klten.Â
Politik dinasti justru pertama kali terjadi di level partai dan kemudian melebar ke level kepala daerah.
Dua keluarga yang menguasai politik dinasti di klaten, seperti yang terlihat pada Sri Hartini dan Sri Mulyani, mendapatkan dukungan dari masyarakat melalui hubungan personal yang erat dan kedekatan emosional yang terbangun selama bertahun-tahun. Masyarakat Klaten cenderung merasa terikat dengan figur-figur ini karena adanya faktor primordial, seperti kedekatan ras, suku, dan wilayah asal, yang menciptakan rasa kepercayaan dan loyalitas terhadap mereka.Â
Selain itu, program-program yang ditawarkan oleh keluarga ini, seperti transparansi dalam pemerintahan, peningkatan partisipasi masyarakat melalui aplikasi Matur Ibu, serta kegiatan sambang warga dan ngopi bareng bupati, semakin memperkuat hubungan personal tersebut. Program-program ini memberikan ruang bagi masyarakat untuk lebih terlibat dan merasa dihargai, yang tentunya memperkuat dukungan terhadap pemimpin dari keluarga ini.
Namun, dominasi politik keluarga ini tidak terlepas dari pandangan positif maupun negatif di kalangan masyarakat. Secara positif, beberapa orang menganggap bahwa keluarga ini sudah terbukti memiliki kemampuan dalam mengelola pemerintahan dan membawa perubahan yang nyata bagi Kabupaten Klaten. Masyarakat melihat stabilitas dan kelanjutan program yang ada sebagai bukti keberhasilan kepemimpinan mereka.Â
Di sisi lain, dominasi politik ini juga menimbulkan kekhawatiran tentang kurangnya regenerasi kepemimpinan dan potensi terjadinya praktik oligarki, di mana kekuasaan hanya terpusat pada satu keluarga atau kelompok tertentu.Â
Hal ini bisa menghambat munculnya pemimpin baru dengan ide-ide segar, serta memperbesar risiko ketergantungan masyarakat pada pemimpin yang sama, tanpa adanya pilihan yang beragam. Dengan demikian, dominasi politik keluarga ini dilihat sebagai sesuatu yang membawa manfaat sekaligus tantangan bagi masyarakat Klaten.
Pola kekuasaan di Klaten tampaknya erat kaitannya dengan praktik korupsi yang dilakukan oleh para pejabatnya. Haryanto, misalnya, sempat menjadi tersangka dalam kasus korupsi pengadaan buku paket tahun ajaran 2003/2004 senilai Rp4,7 miliar, yang dilakukan tanpa proses tender sesuai aturan. Selain itu, dia juga terlibat dalam kasus penggunaan dana APBD untuk perjalanan dinas ke luar negeri.Â
Tak hanya itu, Haryanto pernah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Klaten dalam kasus penjualan aset daerah dengan harga di bawah pasaran. Namun, kasus-kasus ini tak pernah mendapat keadilan, baik karena dihentikan atau dianggap bukan tindak pidana korupsi, dan akhirnya semuanya lenyap setelah Haryanto meninggal dunia.