Di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, politik dinasti telah berlangsung selama lebih dari 25 tahun melalui dominasi kekuasaan keluarga suami-istri. Kekuatan politik keluarga ini bermula dari H. Sunarna, yang menjabat sebagai Bupati Klaten pada periode 1999-2009. Setelah masa jabatannya berakhir, kekuasaan tersebut diteruskan oleh istrinya, Sri Hartini, yang terpilih sebagai Bupati Klaten pada 2010 hingga 2015.Â
Setelah Sri Hartini, istri H. Sunarna, menyelesaikan masa jabatannya sebagai Bupati Klaten pada 2015, politik dinasti keluarga ini terus berlanjut dengan terpilihnya Sri Mulyani, putri dari pasangan tersebut, sebagai Bupati Klaten pada 2021. Pemilihan Sri Mulyani melanjutkan tradisi kekuasaan yang telah dikuasai oleh keluarga ini selama lebih dari dua dekade, yang semakin memperkuat dominasi mereka di ranah politik lokal.Â
Sri Mulyani, yang sebelumnya menjabat sebagai anggota DPRD Klaten, memperoleh dukungan besar dari partai politik yang memiliki kedekatan dengan keluarga ini. Dengan terpilihnya Sri Mulyani, praktik politik dinasti di Klaten semakin terlihat jelas, di mana kekuasaan tidak hanya dipertahankan oleh satu individu atau pasangan, tetapi juga diwariskan kepada generasi berikutnya dalam satu garis keturunan.
Dominasi politik keluarga ini memunculkan berbagai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Beberapa pihak melihatnya sebagai bentuk kesinambungan pembangunan dan stabilitas politik, sementara yang lain mengkritik adanya kecenderungan terjadinya penguasaan politik secara tertutup yang menghalangi ruang bagi calon pemimpin baru yang lebih beragam. Kritik juga muncul terkait dengan potensi terjadinya praktek-praktek tidak sehat dalam pemerintahan, seperti korupsi dan nepotisme, yang seringkali menyertai politik dinasti.Â
Meski demikian, kekuatan politik keluarga ini terus berjalan, bahkan berusaha untuk memperluas pengaruhnya melalui berbagai jalur dan institusi politik yang ada di Kabupaten Klaten, mempertegas adanya ketergantungan terhadap sistem patrimonial yang lebih mengutamakan hubungan kekerabatan ketimbang kompetensi atau prestasi dalam memilih pemimpin daerah.
Kekuasaan dinasti di Kabupaten Klaten bertahan begitu lama berkat kombinasi kontrol politik dan ekonomi yang kuat, jaringan patronase yang terbangun dengan baik, serta pencitraan sebagai pemimpin yang berkelanjutan. Namun, dampaknya terhadap masyarakat dan politik lokal sangat besar, dengan terbatasnya regenerasi kepemimpinan, meningkatnya oligarki politik, serta menurunnya akuntabilitas dan transparansi pemerintahan.
 Politik dinasti ini memperburuk kualitas demokrasi, menciptakan ketimpangan sosial, dan mendorong munculnya praktik KKN yang merugikan masyarakat. Oleh karena itu, tantangan utama bagi masyarakat Klaten dan negara secara umum adalah bagaimana menciptakan sistem politik yang lebih terbuka, kompetitif, dan adil, sehingga politik dinasti tidak lagi menjadi norma yang diterima dalam sistem pemerintahan lokal.
Politik dinasti suami-istri di kabupaten klaten ini di mulai sejak terpilih nya Haryanto Wibowo sebagai bupati kalten pada masa jabatan tahun 2000-2005. Lima tahun berlalu, pada 2005, Haryanto lengser dan posisinya kemudian digantikan Sunarna. Kader PDIP ini menjabat selama dua periode, 2005-2015, dengan wakil, salah satunya, Sri Hartini. Siapa Sri Hartini? Tak lain dan tak bukan adalah istri Haryanto.Â
Ketika periode jabatan Sunarna habis, Sri Hartini naik ke tampuk kepemimpinan. Pada 2016, dia dilantik bersama Sri Mulyani, yang notabene istri dari Sunarna. Pasangan ini lantas menyabet gelar sebagai pasangan perempuan pertama yang memimpin daerah di Indonesia. Namun, masa edar Sri Hartini tak berlangsung lama.Â
Akhir 2016, Sri Hartini dicokok KPK, lewat operasi tangkap tangan (OTT), dalam kasus korupsi jual beli jabatan. Sri Mulyani pun naik peringkat. Sampai 2020, dia mengelola Klaten secara mandiri, tanpa diiringi keberadaan wakil bupati. Tidak berhenti di situ, Sri Mulyani kembali mencalonkan diri dan terpilih dalam Pilkada Kabupaten Klaten 2020 bersama Yoga Hardaya sebagai wakilnya.
Berdasarkan sumber kekuasaannya, dalam konteks politik dinasti yang terjadi di Kabupaten Klaten, sejak kepemimpinan Haryanto Wibowo hingga Sri Mulyani, sudah dilakukan melalui prosedur yang sah (legitimate power). Â Legitimate power merupakan kekuasaan yang didapat dari kedudukan atau posisi seseorang dalam suatu jabatan, baik melalui pengangkatan yang sah, maupun dengan prosedur yang jelas.Â