Nostalgia itu asyik, apalagi mengingat pertama kali latihan puasa ramadan. Godaan itu sungguh luar biasa. Ada yang ingin puasa setengah hari, alias berbuka di waktu dhuhur. Pura-pura lupa kalau puasa. Dari sekian banyak godaan, ada beberapa hal yang selalu terngiang di dalam pikiran.
Pertama, aku belajar sholat Jumat. Biasanya puasa itu mencari pahala dan berkah. Berbeda dengan diriku yang mencari muka. Maksudnya ketika itu, diberi buku pegangan ramadan. Aku duduk dibarisan belakang dekat dinding. Saat khatib sedang berkhutbah. Aku menggelengkan kepala ke  arah kanan maupun kiri. Tujuannya agar khatib melihat diriku, ikut sholat Jumat.
Kalau dibayangkan, begitu konyol tingkahku. Seakan-akan ingin disapa oleh si khatib. Takut kalau ibu guru menanyakan, benar atau tidaknya kehadiran diriku. Nah, untungnya itu hanya sekali saja. Sholat Jumat selanjutnya, aku diajak berangkat bareng bersama kakek tetangga. Sehingga bisa lebih tenang dan nyaman saat beribadah.
Kekonyolan kedua, ketika sedang bersih-bersih lingkungan. Aku menyapu halaman rumah dan mengumpulkan dedaunan kering. Setelah terkumpul banyak, aku membakarnya. Sementara itu, ada ketela pohon yang cukup tua. Ku masukan ke dalam api agar matang. Harapanku untuk berbuka puasa.
Eh, ternyata setelah matang, lidah tak kuasa menahan kelezatan ketela. Warnanya yang indah dan harum. Saat sudah setengah jalan, tiba-tiba aku ingat sedang puasa. Sedangkan ketela tersangkut di kerongkongan. Ku muntahkan sisa ketela yang dimulut dan segera berkumur. Namun, rasa seret dan haus menyelimuti kerongkongan hingga waktu  berbuka tiba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H