Mohon tunggu...
Yusuf Ali
Yusuf Ali Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Aku Ada adalah Aku Ada

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ada Apa dengan Ricky Elson?

14 April 2016   23:09 Diperbarui: 14 April 2016   23:19 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya penggemar Ricky Elson. Bukan penggemar berat, sejujurnya. Terutama karena ada unsur Jepangnya. Karena saya suka Jepang dan Ricky Elson pernah bekerja di Jepang dan saya ingin sekali ke Jepang. Selebihnya, karena dia adalah anak bangsa Indonesia yang patut dibanggakan. Dibandingkan dengan saya yang sampai usia segini masih sibuk memikirkan diri sendiri hanya untuk pengakuan eksistensi.

Berawal dari sebuah postingan Ricky Elson di Facebook pada 14 April 2016. Seperti biasanya dia selalu mengajak para pengikut setianya (friends dan followers) untuk sama-sama menari-nari dalam kontemplasi melalui tulisan-tulisan neo-sajaknya yang khas.

Dia mengawali tulisannya dengan sebuah pertanyaan: Ada apa dengan "Kesetiaan" mu? Saya kira saya akan mendapatkan jawabannya setelah membaca full seluruh tulisannya namun ternyata tidak. Saya jadi paham jika dia tidak sedang bertanya tapi sedang "mempertanyakan". Dia mengajak para pengikutnya untuk mempertanyakan diri masing-masing kepada siapa kesetiaan ditujukan.

Berikut tulisan lengkapnya:

Ada apa dengan "Kesetiaan" mu?
"Warning !!!
 Saya Share punya Postingan dibawah ini, bukan berarti setuju pada Pandangan yg posting, juga bukan ingin memgajak anda mengutuk apalagi mencaci maki,
 Saya hanya share pemikiran saya atas hal ini, untuk koreksi diri saya, syukur2 ada yg punya pemikiran lebih baik."

 Sejauh pemikiran saya,
 yang ga lebih dari Ciheras ke Cipatujah,
 sampailah akhirnya pada kesimpulan Konyol, bahwa
 permasalahan terbesar bangsa ini adalah "Kesetiaan/ Loyallitas" nya.
 lebih tepatnya , pada "Tingkat Kesetiaan" yg "Sangat Tinggi" pada "Majikan Lansung" nya.
 Bahkan saya sangat yakin,Setelah saya melihat langsung, Sebenarnya
 Negara sekecil Belanda itu tak pernah akan mampu menjajah negri Sebesar Indonesia ini.
 Sangat Yakin lah saya bahwa Negri ini dulu dijajah, "Orang Indonesia" yang "memilih setia" pada Belanda.
 Bahkan mungkin terkesan bercanda,
 Tak akan mampu Belanda Mengalahkan Si Pitung,
 Menemukan kelemahan Si Pitung, kecuali, Berkat beberapa Orang yg memilih Setia pada Belanda.
 Silahkan aja datang ke kedutaan Belanda, Satpam dan Orang orang Indonesia yg memilih "Kedutaan Belanda" sebagai "Majikan" nya ,
 lebih garang menggertak kita, dari pada Orang Belandanya sendiri.
 Manajer Indonesia di Perusahaan Jepang, lebih kejam "Menjajah" bangsanya dibanding Orang Jepang aslinya.
 Seorang Preman, berani mati demi kesetiaannya pada "Kakak" tua nya.
 Seorang Peneliti disebuah Lab.
 akan sangat "Setia" pada Prof. Pembimbingnya, yg merupakan "Majikan"nya.
 Seorang "Polisi" akan sangat "Setia" pada Atasannya.
 dan Seorang Satpol PP ini, karna kesetiaannya pada "PemDa" yg merupakan "Majikannya" , dialam bawah sadarnya sekalipun akan menunjukkan "kesetiaannya" dengan cara seperti foto2 dibawah.
 Yaa , ini hanya perwujudan kesetiaan mereka,
 yg membuat air mata ini berurai jatuh.
 Kesetiaan Tingkat Pertama yg begitu tinggi ini, secara sadar dan tak sadar, akan membawa utk melakukan apa saja, agar dinilai bagus oleh "Majikannya.".
 Dan berbahagialah Orang orang, yang mejadikan "Rakyat/Tami no mono" sebagai sebagai "Majikan" nya. Karna memang pada dasarnya, Majikan dari Sebuah Negara/Bangsa itu adalah "Rakyat" nya. Negara yg besar adalah Negara yg mampu mebahagiakan Rakyatnya. Dan Penyelenggara Negara, adalah para "para Pelayan Rakyat" yg menjalankan Tugas Mulia. Seharusnya.
 Tapi akhir akhir ini, di Negri ini, Mereka merasa "Rakyat" pun ada kelasnya. Dan Memilih Setia pada Rakyat tertentu.
 Lalu saya berdiri di depan Cermin, mengacungkan Telunjuk ke Jidat yg tampak Angkuh disana.
 Hai Engkau ? "Rakyat Tertentu" itukah?
 Pada Siapa atau pada Apakah Engkau Setia,?
 AKU PUN BERTANYA
 TENTANG KESETIAAN
 Aaaah Sudahlah.
 "Kesetiaan" bukanlah pembahasan yg Pantas oleh Seorang Yang jelas TIDAK SETIA ini.
 Ciheras. 20160414
 Catatan pengingat diri,
 Tentang Kesetiaan.

Tulisan yang dicetak tebal di atas ditambahkan kemudian. Entah mimpi apa saya seminggu lalu. Saya tidak menyangka komentar orang tidak penting seperti saya ternyata dibalas oleh sang TS sendiri, Ricky Elson.

Bersamaan dengan status tersebut ada gambar anggota satpol pp menelanjangi warga, menginjak-injak barang dagangan dan tindakan anarkis lainnya.. Hati ini sungguh amat sangat terenyuh melihat foto-foto tersebut. Terlebih, yang menshare bukan orang sembarangan. Salah seorang yang saya segani karena kesetiaannya terhadap bangsa dan negara Indonesia tidak diragukan lagi: Ricky Elson.

Gambar-gambar di atas sungguh sangat mengena. Mengingat saat ini sedang panas-panasnya berita penggusuran warga sekitar Luar Batang dan Pasar Ikan. Otomatis, common sense orang akan langsung tertuju pada kegiatan satpol pp saat menertibkan kawasan tersebut. Hasilnya? sudah bisa ditebak. Banyak sekali hujatan, cacian, makian, serta umpatan yang ditujukan kepada satpol pp: tidak berperikemanusiaan, bi*d*b, j*nc*k, pengkhi*n*t, anj*ng birokrat, dan sumpah sampah serapah lainnya.

Karena itulah saya berkomentar, hanya ingin mengingatkan bahwa pemilihan gambar yang tidak tepat malah bisa melahirkan para komentator yang latah. Tidak ada maksud untuk berbuat baper atau over-reacted. Justru, yang over-reacted bukan saya, tapi orang-orang lain yang berkomentar selain saya. Bisa dilihat dari kata-kata kasar yang keluar.

Uda Ricky Elson. Uda, maafkan saya uda. Maf saya sudah lancang berkomentar di Facebook uda. Mohon maaf atas kata-kata saya yang tidak berkenan di hati uda. Saya menulis komentar, serta postingan di blog ini adalah karena rasa cinta saya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk seluruh tumpah darah Indonesia.

Saya tahu saya bukan siapa-siapa dibandingkan seorang Ricky Elson. Saya tahu saya akan dicap sok tahu, sombong, seperti yang sudah saya terima. Saya sadar sesadar-sadarnya kebodohan saya. Uda, ijinkan saya yang bodoh ini untuk menyanmpaikan apa yang ada dalam pikiran. Selebihnya terserah kata dunia. "Aku ikhlas", kata Shaheer Syeikh.

Saat uda share gambar-gambar disturbing tentang penyiksaan yang dilakukan satpol pp, disadari atau tidak saat itu juga banyak manusia-manusia yang tidak bisa menahan hawa nafsunya untuk mencaci dan memaki satpol pp an-sich. Padahal tidak semua satpol pp melakukan hal yangbiadab-tidak berperikemanusiaan itu.

Banyak orang-orang kita yang sangat mudah tersulut emosinya hanya dengan melihat satu dua gambar. Apalagi media sosial membuat hal mengungkapkan apapun isi hati menjadi niscaya.

Sungguh uda, saya tidak hendak menyalahkan tulisan-tulisan Anda, wahai Uda. Wahai masku, wahai abangku, wahai akhi. Hyaku paasento ni I do really really agree with your writings. Meskin ada sedikit ketidaksetujuan, tapi overall saya amini.

Uda, sudah lihat belum, gambar-gambar bagaimana kampung Luar Batang diratakan? Kalau belum, sekarang belum terlambat kok. Bagaimana pendapat Uda dengan foto-foto asli daripada foto-foto di atas?

Jujur, saya tidak berdaya melihat berita penggusuran warga Luar Batang dan Pasar Ikan disiarkan di televisi dan diliput media massa. Jika saya sedikit pun tidak berkomentar apa-apa di Facebook, bukan berarti saya tidak berempati. Kesedihan itu cukup saya simpan dalam-dalam sambil menyelipkan sebait doa agar Allah senantiasa menjaga negeri yang kita cintai ini beserta para penduduknya yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan yang, meski telah berkalang tanah, harum mulia tujuannya tetap terkenang sepanjang jaman.

Janganlah meragukan kecintaan saya terhadap negeri tercinta ini hanya karena saya tidak bisa melakukan pekerjaan besar yang telah dilakukan oleh orang-orang besar, seperti dirimu. Pula sedikit pun saya tidak pernah meragukan kecintaan Anda terhadap negeri ini. Saya mohon, dengan sangat hormat, agar Mas Ricky Elson jangan lagi ikut-ikutan mengaduk-aduk common-sense seseorang. Itu akan membuat para komentator asongan latah bertobat.

Tindakan anarkis satpol pp tidak melulu terjadi karena "kesetiaan" mereka terhadap "tuan besar" mereka. Bisa juga karena sifat dasar mereka yang angkuh, adigang adigung adiguna. Mentang-mentang punya pentungan, pentung sana pentung sini. Tindakan mereka bukanlah wujud kesetiaan pada tuannya, tetapi atas dasar sifat keangkuhan. Dan tentu saja, tidak semua-mua satpol pp seperti itu. Di antara mereka pastilah ada yang benar-benar menjadi pamong praja, yang "ngemong" (mendidik, mengasuh) projo (kota) agar menjadi lebih baik untuk semua kalangan.

Kejadian penertiban (atau lebih cocok disebut penggusuran) telah digodok para penguasa informasi untuk mengobok-obok common-sense pembacanya. Padahal yang dishare bukan gambar-gambar asli saat terjadinya penertiban tersebut, melainkan gambar-gambar anarkisme satpol pp saat menertibkan Kampung Pulo yang memang pada saat itu terjadi ketegangan antara kedua belah pihak karena adanya para provokator.

Ada juga gambar-gambar era Foke, seorang gubernur yang terpilih dengan janji tidak akan ada penggusuran, yang ketika itu satpol pp hendak menertibkan daerah Tanjung Priok. Kebijakan Pemda yang  tidak mengindahkan kearifan lokal penduduk Tanjung Priok berujung pada bentrok warga-satpol pp yang tak terelakkan. Salah satu anggota Satlop PP pun menjadi korban jiwa. Dengan sangat lihai para peramu informasi menyajikannya seakan-akan menunjukkan bahwa semua satpol pp seperti itu. Ditambah berita penggusuran akhir-akhir ini maka klop.

Tahukah Anda, wahai Uda, bahwa gambar itu kini meluas kemana-mana. Orang-orang yang menshare tidak lagi peduli gambar itu dari mana.

Sekali lagi saya tekankan. Saya tidak sedang mendukung satpol pp segenap jiwa. Saya juga sama sekali tidak mendukung Ahok. Saya hanya ingin memanusiakan manusia. Terlebih memanusiakan rakyat Indonesia. Yang mengakui dirinya sebagai warga negara Indonesia, seluruhnya.

Uda, saya tahu kok arti dari ketidaksetiaan. Saya amat sangat berempati betapa dalam sajak-sajak yang antum dengungkan tentang satya dan asatya (kesetiaan dan ketidaksetiaan).

Tidak perlu kotak pandora untuk mengingat-ingat apa yang telah negara ini lakukan padamu. Saya masih ingat saat dirimu mengembangkan teknologi mobil listrik betapa rakyat Indonesia mempermasalahkan upacara ruwatan mobil listrik buatanmu (dan teman-temanmu) yang dianggap bertentangan dengan akidah Islam. Ditambah lagi tergelincirnya mobil itu saat uji coba pertama membuat orang makin percaya gara-gara ruwatan yang tidak sesuai Islam itulah penyebab kecelakaan. 

Belum lagi plat nomor DI 19 yang dianggap palsu. Ujung-ujungnya mobil listrik yang kamu kembangkan tidak lolos uji emisi (lebih tepatnya: tidak lolos uji komisi). Orang-orang kita memang masih banyak yang suka menuntut, banyak omong tapi tidak menghargai. Lalu kamu mulai bertanya-tanya tentang kesetiaan. Tentang kehidupanmu di Jepang yang kamu tinggalkan demi memajukan Indonesia yang kita cintai.

Mungkin kamu berkata, "kamu tidak mengalami apa yang saya alami." Iya mas. Saya memang tidak mengalami apa yang kamu alami mas. Saya tidak bisa bayangkan apa yang terjadi pada saya jika saya jadi Anda. Mungkin saya akan ke Jepang dan nggak kembali ke Indonesia karena di Jepang lebih terjamin. Yang saya alami tidak lebih dari sekedar dipecundangi empat kali: dua kali gagal ujian nasional, ikut ujian paket c dengan 'prosedur paksaan', buntunya jalan mendapatkan beasiswa, hingga akhirnya saya menyerah kalah dalam mewujudkan mimpi-mimpi saya. 

Sembilan tahun lamanya saya merasa dipecundangi oleh para penyelenggara negeri ini. Hanya untuk mendapat pengakuan eksistensi. Alhamdulillah selama dua tahun ini saya bangkit mewujudkan kembali cita-cita saya dari awal. Dari awal mas. Kamulah, mas, uda, salah satu dari para inspirator saya.

Kita sama-sama dipecundangi mas. Kesetiaan yang kita berikan bertepuk sebelah tangan. Karena kita sama, sudah seharusnya kita saling ingat mengingatkan agar istiqomah dalam kesetiaan terhadap negeri yang kita cintai ini. Indonesia. Tanpa perlu menuntut balik kesetiaan negara pada kita.

Lalu apa hubungannya tulisan ini dengan judul? Ada apa denga Ricky Elson? Ya nggak ada apa-apa. Hehehe... Cie... yang udah baca sampai sini.

Sekali lagi maafkan saya yang bukan siapa-siapa ini, yang telah dengan lancang bicara ini itu nuturi koyo kyai. Salam damai. Assalamu'alaikum.

Subhanaka Llahumma wabihamdik. Asyhadu an Laailaaha illaa anta astaghfiruka waatuubu ilaik.

 

Dikutip dari http://adityadarmawan.com/2016/04/ada-apa-dengan-ricky-elson

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun