Mohon tunggu...
Yusuf Adi
Yusuf Adi Mohon Tunggu... Human Resources - Deep Thinker, Educator, Endless Learner, Positive Contributor

Terus belajar hal baru untuk berbagi dan berkontribusi positif kepada lingkungan dan masyarakat di sekitar saya. Terima kasih sudah membaca dan memberi dukungan!

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Nelangsa Tim All England Indonesia 2021 dan Emergency Preparadness for Athletics BWF yang Mandul

19 Maret 2021   12:18 Diperbarui: 20 Maret 2021   20:00 1005
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya termasuk penggemar Badminton sejak SD. Sejak jaman Susi Susanti, Haryanto Arby, Ricky Subagja, dkk. di tahun 90'an hingga sekarang. Ini dipengaruhi oleh orang tua, keluarga dan lingkungan sekolah yang memang menciptakan mindset bahwa Badminton adalah 'ideologi olahraga'-nya Orang Indonesia, jadi wajib iso badminton, sampai dulu menjadi ekstra kurikuler wajib di SMP saya waktu itu.

All England, salah satu kompetisi paling prestisius dan tertua di dunia 2021 dimulai! Saya sangat antusias membaca 3 kemenangan dari The Daddies, The Minions dan Jonatan Cristie di 3 pertandingan awal babak 32 Besar. 

Saya pun menanti hasil pertandingan berikutnya dari atlet lainnya, apalagi kalau sudah melawan Korea Selatan atau Jepang (sayang China tidak ikut kompetisi), pasti seru! Eh, tiba-tiba pagi-pagi malahan saya dapat kabar The Minions dan seluruh atlet Indonesia diputuskan sepihak WalkOver atau dipaksa untuk tidak melanjutkan kompetisi (withdrawn) karena berada 1 pesawat dengan penumpang yang terdeteksi positif COVID-19! 

"Bagai disambar geledek!" kata Agung Firman Sampurna, Ketua PBSI saat ini. Saya pun juga ikut kesambar geledeknya.

Maka tak lama, Satu dua hari ini begitu banyak berita, baik dari Inggris, Indonesia maupun jagad maya yang menyerbu official social media BWF (Badminton World Federation), mempertanyakan sikap, respon dan meminta pertanggungjawaban dari Organisasi Tepok Bulu dunia ini. Tagar #BWFMustBeResponsible hingga meme sarkastis untuk BWF terus digaungkan di dunia maya. 

Respon dan tindaklanjut dari Menpora, PBSI, Dubes Indonesia di Inggris yang mencoba segala cara terus digencarkan seharian, tapi berakhir tanpa daya karena harus menerima pahitnya prosedur protokol kesehatan dari NHS (National Health Service) atau semacam kementerian kesehatannya Inggris.

Saya dan seluruh rakyat Indonesia ikutan marah dan sulit menerima hasil keputusan 'pasrah' BWF dan teguhnya sikap NHS ini.

Terlepas dari musibah olahraga yang sangat merugikan ini, apa yang kita bisa pelajari dari musibah ini?

BWF dan PBSI Tidak Memiliki Sistem Manajemen Tanggap Darurat Khususnya Terkait COVID-19

Jika saya di posisi atlet yang mengikuti All England 2021, tentunya saya sepakat mereka tidak akan bisa 100% fokus untuk pertandingan, karena nasib mereka bukan hanya ditentukan di atas lapangan, tapi juga dari hasil Tes Swab PCR yang dilakukan sebelum pertandingan atau setibanya mereka di Inggris. 

Bayangkan, waktu atau masa untuk karantina atau isolasi mandiri adalah 10 hari. Sedangkan, All England hanya diadakan selama 5 hari mulai tanggal 17-21 Maret 2021. 

Tim Indonesia datang di tanggal 13 Maret dan sudah mengikuti serangkaian tes PCR COVID-19 setibanya di Inggris. Artinya jika mereka terindikasi positif COVID-19, maka mampuslah mereka karena secara otomatis langsung dianggap gugur.

Ataupun jika tidak begitu, kasus atlet Indonesia di All England ini lebih runyam, mereka semua dinyatakan negative COVID-19 begitu di tes di Inggris, ndelalah... ada penumpang lain dalam 1 pesawat yang dinyatakan positif, sehingga dalam SOP tracing NHS dianggap pernah berinteraksi dengan orang yang positif sehingga wajib juga untuk isolasi mandiri 10 hari. Aturan inilah yang menggagalkan seluruh tim Indonesia untuk berkompetisi di All England 2021. Apes tenan!!!

Pertanyaannya adalah kenapa BWF dan PBSI tidak mempersiapkan skenario seperti ini dan bagaimana keputusan yang diambil sebelum kompetisi All England 2021 diadakan? Bayangkan ini berpotensi membuat kompetisi ini bubar kalau semisal kasus yang sama terjadi pada Tim dari negara lain juga.

Lalu apa kompensasi atau pengaturan yang akan dilakukan jika semisal pemain atau close-contact dengan orang yang positive COVID-19 Dan mengapa BWF dan NHS tidak membuat prosedur khusus terkait Protokol Kesehatan COVID-19 untuk kompetisi olahraga yang hanya berlaku selama 5 hari ini? Juga Mengapa aturan yang dibuat oleh BWF dan NHS seolah-olah terpisah dimana BWF hanya bisa mengikuti ProKes dari NHS dan begitu juga sebaliknya?

Saya setuju kompetisi ini seharusnya menerapkan bubble system seperti yang diberlakukan oleh Pemerintah dan Organisasi Bulutangkis di Thailand dengan memberlakukan masa 14 hari karantina sebelum kompetisi dimulai sewaktu Thailand Open Januari 2021 dan menjaga peserta ada dalam lingkungan yang sama dan mengurangi kontak interaksi dengan pihak luar seminim mungkin. 

Dengan adanya ini, atlet akan merasa lebih aman dan fokus dalam pertandingan, bukan kepada isu COVID-19. Sayangnya, bubble system yang diterapkan hanya 'setengah-setengah' alias nanggung. 

Prosedur Emergency Preparadness for Athletics ini juga terlihat lemah, ketika kepanikan terjadi saat 7 orang dari tim Thailand, India dan Denmark dinyatakan positif sewaktu dilakukan tes COVID setibanya di Inggris, padahal sebelum keberangkatan mereka dinyatakan negatif. Setelah dilakukan tes ulang di Inggris 1 hari berikutnya, semuanya dinyatakan negatif. 

Akhirnya semua dianggap false positive, dan akhirnya Tim Thailand, India dan Denmark bisa mengikuti kompetisi tanpa proses isolasi mandiri seharipun. Hmmm....

Aneh? Yes. Karena itu, tes PCR di Inggris jadi dipertanyakan validitasnya.

Banyak insiden yang menunjukkan BWF seolah-olah gagap tanggap dalam merespon kondisi darurat, khususnya terkait dengan Protokol Kesehatan yang harus dijalankan.

PBSI juga seharusnya memiliki manajemen resiko yang lebih terencana. Salah satunya dengan melakukan risk sharing atau pembagian risiko. Belajar dari kasus ini, maka kedepan sebaiknya atlet tidak berangkat dalam satu pesawat atau kumpulan untuk menghindari kejadian seperti di All England ini.

Hal ini pernah dilakukan oleh kontingen asal China yang akan bermain di ajang eSports PUBG Mobile Global Championship (PMGC) 2021 pada Januari lalu. Skuat Nova XQF melakukan penerbangan dalam dua kloter. Para pemain Nova XQF yaitu Paraboy, Cat dan Coolboy menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang lengkap dalam penerbangan pertama. Begitu juga dengan King, Jimmy, dan Order yang menyusul kemudian.

Tim Nova XQF
Tim Nova XQF

BWF yang Mandul dan Tidak Memiliki Daya

Kritik deras juga dialamatkan ke BWF karena seolah-olah tidak berusaha dan tidak memiliki daya sama sekali dalam bernegosiasi dengan NHS. Padahal seharusnya ini bisa dicari solusi 'jalan tengah' sehingga tidak merugikan pihak-pihak tertentu, khususnya para atlet yang diundang ke negara 'Tiga Singa' tersebut. Bahkan seluruh atlet Indonesia siap jika harus di swab PCR setiap hari selama berkompetisi. Nah lho...

Dalam Pernyataan resminya pun, BWF hanya memberikan pernyataan formal dan menekankan aturan kunjungan yang berlaku dari Pemerintah Inggris tanpa memberikan solusi apapun. Bahkan hanya sekedar untuk meminta informasi yang jelas dan transparan data penumpang yang positif dalam penerbangan tersebut pun tidak dapat diberikan oleh BWF.

Ini menunjukkan BWF hanya mengorganisasir kompetisi secara standard tanpa memiliki sense of empathy kepada pihak-pihak yang dirugikan dalam insiden ini.

Lemahnya bargaining ini tentunya menjadi preseden buruk kedepan dalam kompetisi lainnya, dimana kepercayaan terhadap BWF akan memudar karena dianggap lemah dalam mengupayakan terjadinya kompetisi yang dinilai fair dan safe selama Pandemi.

BWF wajib melakukan evaluasi secara menyeluruh bagaimana sistem kompetisi harus diintegrasikan dengan Protokol Kesehatan baik dari Pemerintah Negara setempat ataupun dari BWF itu sendiri.

BWF seharusnya juga bisa belajar dari Organisasi Olahraga lainnya yang sudah lebih dulu bereksperimen dan menjalankan kompetisi selama pandemi, seperti Premier League di Inggris, Liga Champions di Eropa, NBA di Amerika Serikat, UFC, MotoGP dan masih banyak lagi kompetisi olahraga lainnya yang sudah beradaptasi selama pandemi.

Terlepas dari itu semua dan gegernya bencana olahraga untuk Indonesia yang sampai disorot juga oleh media internasional, satu hal yang harus kita lakukan bersama-sama yaitu tetap memberikan dukungan penuh kepada Atlet Badminton Indonesia yang saat ini dalam kondisi kalut dan kecewa untuk bisa melupakan pengalaman pahit ini dan 'balas dendam' di kompetisi selanjutnya.

Ideologi dan Fanatisme rakyat Indonesia tidak akan luntur hanya karena bencana ini, justru akan membangkitkan gelora semangat untuk membuat Badminton Indonesia tetap bergema seantero dunia. 

Ayo kita teriakkan sama-sama "IN DO NE SIA" duggdugg duggdugg dugg!! "IN DO NE SIA" duggdugg duggdugg dugg!!

Sumber: 

- indosport.com
- detik.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun