Rencana penerapan jalan berbayar elektronik atau Electronic Road Pricing (ERP) menimbulkan polemik. Sistem yang bertujuan untuk atasi kemacetan tersebut malah menyebabkan kerugikan masyarakat.
Infrastruktur Publik.
Infrastruktur publik perkotaan dalam hal ini DKI Jakarta seharusnya diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat. Maka sudah seharusnya, ide akan sistem ERP ini akan memberatkan masyarakat karena harus membayar tarif melewati jalan tertentu. Keberadaan infrastruktur yang bersumber dari anggaran negara hakikatnya diperuntukkan bagi rakyat. Karena itu, gagasan jalan berbayar merupakan ide yang kontraproduktif, untuk mengatasi kemacetan di Jakarta sebaiknya Pemprov DKI melakukan penguatan transportasi publik yang berbasis integrasi agar semakin dikuatkan dan ditingkatkan. Salah satunya dengan melanjutkan atau memperluas transportasi integrasi. Integrasi dan penguatan transportasi publik yang telah dilakukan Gubernur terdahulu, kenapa ?, karena saat ini Gubernur DKI Jakarta hanyalah PJS (Pejabat Sementara) yang untuk baktinya pun masih harus diuji, sahkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), dikarenakan adanya gugatan dari masyarakat, rakyat Indonesia (INA) perihal tersebut. Seharusnya seorang PJS Â atau PJ Gubernur bekerja guna semakin menguatkan, dikuatkan dan dikonsolidasikan berbagai perangkat yang telah ada. Bukan berusaha malakukan sesuatu yang 'ngawur". Jalan berbayar akan berdampak konkret kepada masyarakat yang dituntut beraktivitas di jalan, kawasan, dan waktu yang ditentukan dalam aturan jalan berbayar. Sementara jalan merupakan hak dari atas penggunanya stake holder yang telah membayar atas pajak, diantaranya pajak kendaraan bermotor.
Pengguna Jalan.
Misalnya, bagaimana dengan warga yang berprofesi sebagai kurir ?, Â yang harus mengantarkan barang di jalan dan kawasan yang berbayar ?, tentu akan mengurangi pendapatan mereka, Pemprov DKI Jakarta berencana menerapkan kebijakan jalan berbayar elektronik. Padahal dengan merapkan system ganjil-genap sudah cukup, perlu evaluasi mengenai waktu dan jangan hanya berlaku bagi kendaraan roda 4(empat) atau lebih, juga kendaraan umum dan atau sebagainya.
Hal tersebut (ERP) sebagaimana termaktub dalam draft Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik. Kebijakan yang sangat tidak berpihak terhadap pengguna Jalan.
Sejauh ini belum ditentukan berapa besar tarif jalan ERP. Namun, tarif tersebut akan berkisar Rp 5.000 hingga Rp 19.000. Tanya ?., Apa Ini?., Apa Itu?.
Apabila kita mau melihat ke Negara tetangga yang menerapkan ERP ini,yaitu : Singapura, maka di Negara tersebut hanya diterapkan di wilayah Orchard  maka kebijakan disana diberlakukan karena wilayah,distrik kawasan berbelanja bagi turis domestic juga mancanegara. Juga dikarenakan agar pejalan kaki terasa nyaman. Tetapi kita harus ketahui bahwa penerapan ERP itu didahului oleh misal kebijakan akan kendaraan bermotor,tranportasi publik serta hanya diterapkan pada satu wilayah saja, bukan 25 titik jalan yang akibat dari Usaha untuk penerapan aturan yang sporadis, kesan "asal-asalan' akhirnya hanya akan merugikan masyarakat dan hanya akan memindahkan titik kemacetan. Bukan menciptakan Solusi.
ERP.
Kebijakan ERP ini nantinya berlaku setiap hari mulai pukul 05.00 WIB hingga 22.00 WIB. Dalam draft Raperda Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PPLE) disebutkan kebijakan ini bakal dilaksanakan di 25 ruas jalan Jakarta. implementasinya tergantung Peraturan Daerah. Setelah ada Perda lalu (dilanjutkan) dengan Peraturan Gubernur yang sifatnya sebagai petunjuk pelaksanaan Perda. Baru kemudian itu dipenetrasikan, contoh dari kebijakan yang akan merugikan masyarakat,rakyat.
Jalan berbayar akan berdampak konkret kepada masyarakat yang dituntut beraktivitas di jalan, kawasan, dan waktu yang ditentukan dalam aturan jalan berbayar. Dan kembali kita harus ingat bahwa pengguna jalan telah melaksanakan kewajibannya diantaranya berupa membayar pajak kendaraan bermotor.
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PPLE) yang masih berbentuk draft. Merujuk draft tersebut, ERP bakal dilaksanakan di ruas-ruas jalan atau kawasan yang memenuhi kriteria. Sebanyak 25 ruas jalan di DKI Jakarta akan menjadi lokasi pemberlakuan ERP.
Lakukan.
Seharusnya yang dilakukan oleh pemerintah adalah memikirkan dampak ekonomi yang mungkin timbul dari kebijakan jalan berbayar elektronik tersebut. Dan kemana "larinya" uang hasil transaksi ERP tersebut ?.. Tanya ?.
Dampak dari kebijakan itu mungkin akan dirasakan oleh masyarakat dari kalangan menengah sehingga kebijakan itu bukannya membantu justru lebih seperti mencekik masyarakat.
Ini yang seharusnya menjadi bahan untuk tidak melakukan cara-cara yang sesungguhnya bukannya membantu masyarakat, membantu rakyat, tapi lebih daripada mencekik leher masyarakat, rakyat.
Aturan.
Setelah diatas kita sempat sebut Singapura, kita lihat sedikit aturan lain yang membedakan Malaysia dengan Indonesia ialah terletak pada pelarangan angkutan umum berbasis kepemilikan pribadi. Artinya, di negara tersebut ojek dilarang beredar, seperti yang diatur dalam regulasinya bernama Land Public Transport Act, sebagai payung hukum resmi yang legal sah. Ini membedakan pula antara tadi diatas Singapura dan juga Malaysia.
Berbeda dengan Malaysia, di Indonesia beragam jenis kendaraan bisa dijadikan angkutan massal tanpa perlu legalitas pemerintah. Sehingga, peredarannya lebih banyak dan cenderung sulit tertata baik. Bukankah berbagai hal ini yang seharusnya diperhatikan oleh para pengambil keputusan ?. Bukan mencari keuntungan dari dengan cara seperti mencekik masyarakat ?. Misalnya; Tanya ?.
Sangat amat disayangkan apabila Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memberlakukan kebijakan jalan berbayar atau yang dikenal dengan sebutan electronic road pricing (ERP) di sejumlah wilayah Jakarta. Di saat kondisi ekonomi masyarakat yang tidak baik, kebijakan jalan berbayar hanya akan semakin membebani masyarakat.
Pemberlakuan jalan berbayar yang ditujukan untuk mengurangi kemacetan lalu lintas, tidak akan efektif. Kebijakan ini justru terkesan lebih karena keinginan Pemprov DKI Jakarta untuk bisa menarik dana dari masyarakat, secara cepat dan paksa juga instan. Pengguna jalan seperti 'dipalak" oleh Pemprov DKI Jakarta. Kemacetan di DKI Jakarta tidak akan bisa dihindari karena ruas jalan di Ibu Kota memang terbatas dan jumlah kendaraan yang tidak pernah dibatasi. Jadi apa Urgensi Penerapan ERP di Ibu Kota ?.
Kasihan.
Pemprov DKI Jakarta semestinya memiliki empati dengan rasa belas kasih terhadap masyarakat, rakyat, Â beban hidup akan menjadi semakin berat apabila ERP diterapkan di jalan-jalan DKI Jakarta. Padahal Jalan-jalan di Ibukota DKI Jakarta adalah fasilitas umum, yang mana setiap masyarakat, rakyat mempunyai hak atas fasilitas umum. Di saat pemerintah belum mampu memberikan lapangan pekerjaan yang luas dan banyak terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, sangat amat bijak apabila pemerintah jangan menambah beban hidup masyarakat. Seperti kita ketahui bersama bahwa Pemprov DKI Jakarta berencana akan menerapkan sistem jalan berbayar elektronik atau ERP.
Dengan demikian, 25 ruas jalan di DKI Jakarta yang saat ini telah diberlakukan system ganjil-genap atas dasar plat nomor kendaraan, akan digantikan oleh ERP., Pengendara kendaraan bermotor atau kendaraan berbasis listrik akan dikenai tarif sebesar Rp 5.000-Rp19.000 saat melewati jalan berbayar elektronik. Mengundang pertanyaan ?, atau apakah sebutannya ?, nominal tersebut cukup memberatkan, dan sistem tersebut pun amatlah tidak tepat, Â terutama bagi warga yang terdampak akibat pandemi Covid-19 terdahulu. Uang sekecil apa pun, lebih baik digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Salam semoga setiap keputusan yang diambil oleh Pemerintah, juga Pemerintah Provinsi DKI Jakarta alangkah bijak mau Melihat, mendengar apa yang sesungguhnya terjadi di tengah masyarakat, rakyat Indonesia (INA).
Salam Indonesia Raya;
Yusuf  Senopati Riyanto.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI