Mohon tunggu...
Yusuf Senopati Riyanto
Yusuf Senopati Riyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Shut up and dance with me
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saat ini sebagai buruh di perusahaan milik Negara.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Electronic Road Pricing (ERP)

26 Januari 2023   17:04 Diperbarui: 26 Januari 2023   17:10 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PPLE) yang masih berbentuk draft. Merujuk draft tersebut, ERP bakal dilaksanakan di ruas-ruas jalan atau kawasan yang memenuhi kriteria. Sebanyak 25 ruas jalan di DKI Jakarta akan menjadi lokasi pemberlakuan ERP.

Lakukan.

Seharusnya yang dilakukan oleh pemerintah adalah memikirkan dampak ekonomi yang mungkin timbul dari kebijakan jalan berbayar elektronik tersebut. Dan kemana "larinya" uang hasil transaksi ERP tersebut ?.. Tanya ?.

Dampak dari kebijakan itu mungkin akan dirasakan oleh masyarakat dari kalangan menengah sehingga kebijakan itu bukannya membantu justru lebih seperti mencekik masyarakat.

Ini yang seharusnya menjadi bahan untuk tidak melakukan cara-cara yang sesungguhnya bukannya membantu masyarakat, membantu rakyat, tapi lebih daripada mencekik leher masyarakat, rakyat.

Aturan.

Setelah diatas kita sempat sebut Singapura, kita lihat sedikit aturan lain yang membedakan Malaysia dengan Indonesia ialah terletak pada pelarangan angkutan umum berbasis kepemilikan pribadi. Artinya, di negara tersebut ojek dilarang beredar, seperti yang diatur dalam regulasinya bernama Land Public Transport Act, sebagai payung hukum resmi yang legal sah. Ini membedakan pula antara tadi diatas Singapura dan juga Malaysia.

Berbeda dengan Malaysia, di Indonesia beragam jenis kendaraan bisa dijadikan angkutan massal tanpa perlu legalitas pemerintah. Sehingga, peredarannya lebih banyak dan cenderung sulit tertata baik. Bukankah berbagai hal ini yang seharusnya diperhatikan oleh para pengambil keputusan ?. Bukan mencari keuntungan dari dengan cara seperti mencekik masyarakat ?. Misalnya; Tanya ?.

Sangat amat disayangkan apabila Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memberlakukan kebijakan jalan berbayar atau yang dikenal dengan sebutan electronic road pricing (ERP) di sejumlah wilayah Jakarta. Di saat kondisi ekonomi masyarakat yang tidak baik, kebijakan jalan berbayar hanya akan semakin membebani masyarakat.

Pemberlakuan jalan berbayar yang ditujukan untuk mengurangi kemacetan lalu lintas, tidak akan efektif. Kebijakan ini justru terkesan lebih karena keinginan Pemprov DKI Jakarta untuk bisa menarik dana dari masyarakat, secara cepat dan paksa juga instan. Pengguna jalan seperti 'dipalak" oleh Pemprov DKI Jakarta. Kemacetan di DKI Jakarta tidak akan bisa dihindari karena ruas jalan di Ibu Kota memang terbatas dan jumlah kendaraan yang tidak pernah dibatasi. Jadi apa Urgensi Penerapan ERP di Ibu Kota ?.

Kasihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun