Mohon tunggu...
Yusuf Senopati Riyanto
Yusuf Senopati Riyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Shut up and dance with me
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saat ini sebagai buruh di perusahaan milik Negara.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Koyo Ngono Yo Ngono Ning Ojo Koyo Ngono

6 September 2022   15:30 Diperbarui: 6 September 2022   15:33 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Indonesia (INA) saat ini mengalami surplus. APBN jeblok?, disaat tahun 2020 APBN INA yang mengalami ketidak sesuaian dikarenakan pengalihan terhadap anggaran untuk covid-19. Jadi, kemana anggaran selisih tersebut saat ini dialokasikan?..Untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT)?, hanya berlangsung selama empat bulan?,kok ngawur ya?, ada yang tidak benar dalam pengaturan anggaran di pemerintahan dibawah Mr.President Joko Widodo.

Baiklah, kita kembali ke Indonesia (INA)., Negara dimana Bahan Bakar Minyak(BBM) selalu menjadi masalah berdampak efek domino, dan untuk men soalkan subsidi,atau tepatnya harga jual Bahan Bakar Minyak(BBM) di INA. Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) memperkirakan kuota BBM subsidi jenis pertalite dan solar akan jebol akhir tahun ini. Perkiraan mereka berdasarkan pada peningkatan mobilitas penduduk yang meningkat dan tren penjualan BBM subsidi yang terus bertambah. Tren penjualan BBM meningkat?,peningkatan mobilitas penduduk?. Baiklah, apakah di INA dengan total penduduk kurang lebih berjumlah 275 juta jiwa tersebut mempunyai perbandingan satu kepala manusia yang lahir di INA telah memiliki hak atas mengendarai satu kendaraan bermotor yang menggunakan BBM?. Kemudian masih soal bbm, untuk pertamax turbo,pertamax dex dan Dexlite  itu sudah mengalami dua hingga tiga kali (3x) kenaikan harga periode mei,juli dan agustus 2022. Apakah saat ini turun hanya untuk basa-basi politik?..

 

Telah Tujuh Kali Menaikkan Harga BahanBakarMinyak(BBM)

Mr President Jokowi setidaknya pernah 7 kali mengubah harga BBM subsidi sejak beliau menjabat pada 2014 lalu. Namun, jumlah ini selalu terus saja mengalami perubahan.Pada awal periode kedua dia menjabat. Kemudian, belum termasuk juga dengan hitungan peralihan BBM penugasan dari Premium ke Pertalite yang sama-sama mengalami kenaikan harga. Selama minyak dunia mengalami fluktuasi, pemerintah dibawah Mr President Jokowi tidak mengikuti turunnya harga miyak dunia. Tanya?., Apa Ini?., Apa Itu?.

Sejak 2014-2016 Mr. President Jokowi 7 kali mengubah harga BBM subsidi.

 Makhluk Misterius Itu Bernama Harga Keekonomian BBM.

Setelah apa yang disebut reformasi, kita mengenal istilah harga keekonomian. Nah, kemudian nilai keekonomian hitungnya bagaimana?, "makhluk' ini menghitungnya mengalami berubah-ubah terus. Tidak memiliki rumus baku. Inikah dinamika dari hasil reformasi?, sungguh ironi. Kenapa Ironi ?,karena masyarakat,rakyat INA yang "dikorbankan". Pemerintah menyampaikan sejumlah versi berbeda tentang harga keekonomian BBM Pertalite dan Pertamax.

Selain karena biaya subsidi yang kian membengkak, harga keekonomian BBM saat ini juga dinilai sudah jauh dari harga keekonomian. Sayangnya, pemerintah belum satu suara soal berapa harga ideal BBM jenis Pertalite dan Pertamax. Sejumlah pejabat setingkat menteri pun bahkan merilis angka yang berbeda-beda soal harga keekonomian BBM.
Kemudian,subsidi sampai ratusan triliun masih dibilang kurang terus artinya ada yg missing link di INA untuk soal BBM ini. Di periode april kita juga telah alami kenaikan PPN BBM sebesar 11%. Belum lagi pungutan-pungutan yang tidak jelas lainnya. Ini untuk kepentingan rakyat atau siapa?. Mau atau tidak. Bukan bisa atau tidak. Jadi apabila terjadi Hiperinflasi...,fix dapat kita nyatakan bahwa akibat dari kesalahan pemerintah.

 

Koyo Ngono Yo Koyo Ngono Ning Ojo Koyo Ngono.

Begitu ya begitu tapi jangan begitu, Keseimbangan dalam ojo dumeh yang sering kita dengar kondisi keadaan masyarakat, rakyat INA saat ini benar-benar dalam  keadaan,kondisi yang teramat susah,sengsara. Pemerintah saat ini dibawah Mr.President Jokowi sepertinya telah berlebihan dalam bertindak dan berimbas pada kesengsaraan masyarakat,rakyat. Ungkapan ini mempunyai arti sebagai peringatan agar orang tidak berbuat yang terlalu berlebihan sehingga menimbulkan permasalahan baru atau bisa mengganggu tatanan yang telah terbentuk. Misalnya ; saat inikondisi keadaan masyarakat INA sedang menata kehidupan pasca pandemicovid-19 yang sampai dengan saat inipun belum selesai,tetapi pemerintah tidak memiliki empati dengan tetap menaikkan harga BBM.Belum lagi UU HPP yang mungkin hanya nafas ini saja yang belum kena pajak. Dimana Pemerintah dibawah Mr.Presiden Jokowi ?.

 

Hapus Terlebih Dahulu Pasal 33 UUD 1945.

Sekiranya berbagai persoalan diatas yang berhubungan dengan BBM di Pertiwi, maka persoalan privatisasi tidak semanis seperti yang digambarkan dalam visi Kementrian Negara BUMN yang akan meningkatkan peran serta masyarakat dalam kepemilikan saham BUMN, seolah-olah masyarakat luas dilibatkan dalam kepemilikan BUMN. Namun kita tahu, yang sebenarnya dimaksud dengan kepemilikan masyarakat disini adalah para pemilik modal atau investor. Karena sangat tidak mungkin masyarakat luas seperti kebanyakan masyarakat di Indonesia dapat membeli saham BUMN yang diprivatisasi oleh Pemerintah. Artinya yang diuntungkan dari privatisasi BUMN ini hanyalah sebagian kecil masyarakat yang memiliki modal besar; dan belum tentu masyarakat INA, sudah dapat dipastikan Asing ada disini. Jadi ada baiknya hapus saja keberadaan Pasal 33 UUD 1945 yang merupakan konstitusi Bangsa Indonesia. Naif ?. Tidak karena apabila niatnya adalah untuk kepemilikan saham masyarakat INA maka gunakanlah Koperasi. Tiap masyarakat dapat memiliki saham dalam system Koperasi.

Melihat, Meniru, Atau Tidak Sama Sekali.

Sebenarnya untuk berbagai persoalan BBM ini kita INA memiliki jalan keluar, bukan menjadikan subsidi sebagai kambing hitam. Koperasi dengan Prinsip koperasi menurut UU no. 25 tahun 1992 adalah: Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka. Pengelolaan dilakukan secara demokrasi. Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan jasa usaha masing-masing anggota. Dan kita telah memiliki Departemen Koperasi dibawah Menteri Koperasi. Berdaya upaya kearah mewujudkan pasal 33 UUD 1945 namun konsep kita yang harus diambil itu seperti apa?. Kita dapat mencontoh misal negara-negara tetangga yang mendahulukan kepentingan pembangunan ekonomi kerakyatan dari tingkat terbawah seperti , Korea, China, Singapura, Malaysia dan Jepang. Indonesia sudah sepatutnya melakukan sekaligus mengevaluasi berbagai konsep dengan tujuan mengedepankan ekonomi kerakyatan.

Namun, kenyataannya tidak demikian. Sistem ekonomi Indonesia sejak kemerdekaan, dan telah memasuki usia 77 tahun pada 17 agustus 2022 , praktis masih sama saja dengan selama kita sekian abad berada di bawah penjajahan asing. Sistem ekonomi yang berkembang hingga saat ini masih bersifat liberal-kapitalistik-pasar bebas, sekaligus dualistik.

Nah sampai kapan kita menganut sistim ekonomi seperti demikian?, sebuah pertanyaan yang memang seharusnya kita daya upayakan untuk mewujudkan pasal 33 UUD 1945.

Kenapa kok malah dibentuk Holding Ultra mikro yang bertujuan untuk  cost of fund atau biaya dana bagi UMKM dan dibentuknya sub-sub holding di BUMN-BUMN besar dan Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara seharusnya bukan ini yang dilakukan tetapi tata kelola dari BUMN tersebut yang harus Diubah. Dan terus memperbaiki dan mengevaluasi Koperasi. Terbukti kita Indonesia (INA) pernah berhasil dalam membentuk KUD pada upaya mewujudkan swasembada pangan dan diakui oleh PBB. FAO pada 1986-1987 memberikan medali kepada INA sebagai penghargaan keberhasilan INA dibidang pertanian khususnya dalam mencapai swasembada pangan.  

Jangan sampai sistem sosial-budaya yang dimiliki oleh bangsa kita yang dominan adalah feodalistik, hierarkis-vertikal, sentripetal, etatik, nepotik, dan bahkan despotik.

Sepertinya, berbagai hal tersebutlah yang berlanjut hingga hari ini, sistem ekonomi dualistik. Apabila tidak adanya niat kita Bangsa INA untuk mewujudkan UUD 1945 maka akan terbentuklah jurang menganga ( Sudah mulai terbentuk)  antara 95 persen penduduk yang merupakan rakyat asli, pribumi yang sejak awal hidup dalam kemiskinan, kebodohan, dan terbelakang dan penyertaan sekitar 5 persen dari ekonomi nasional yang "Tergopoh-gopoh" di sektor nonformal. Sementara 5 persen lainnya umumnya nonpribumi menguasai 95 persen kekayaan ekonomi negeri ini. Tanya ?.

Sebenarnya kalau kita mau Fairplay  kata "dikuasai" secara harfiah tentu saja tidak sama dengan "dimiliki". Pemilik adalah tetap rakyat INA yang menguasai tanah tersebut secara turun-temurun. Jelas bahwa negara tidak berpihak kepada rakyat, tetapi kepada para kapitalis multinasional dan sekelumit,sekelompok,kelompok tertentu yang saat ini menguasai bagian terbesar dari tanah rakyat itu. Situasi Kondisi saat ini , yang namanya tanah rakyat, tanah adat atau kita kenal dengan sebutan Tanah Ulayat. Tanah ulayat ialah tanah bersama para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Hak penguasaan atas tanah masyarakat hukum adat dikenal dengan Hak Ulayat.

Sekali tanah ulayat menjadi tanah negara, kendati sudah habis masa pakai ataupun tak lagi dipakai, tak juga bisa dikembalikan ke pemiliknya : Masyarakat Umum,Publik, Rakyat. Hal itu hanya karena penafsiran Ayat 3 Pasal 33 UUD 1945 yang sangat negara-sentris, harfiah, bahwa "bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". 

Kata "dikuasai" secara harfiah tentu saja tidak sama dengan "dimiliki". Pemiliknya tetap adalah rakyat.  Demikian juga penanganan BUMN yang menjalankan fungsi PSO, menjalankan amanat UUD 1945 pasal 33 seharusnya ditangani oleh Koperasi, dan pembenahan koperasi tersebutlah yang seharusnya dilaksanakan oleh Negara (Siapapun Pemerintah Terpilih) bukan hanya mencari "Pundi-pundi uang Material" sesaat dan mengorbankan rakyat serta Kepentingan Kedaulatan Negara dan Bangsa Republik Indonesia.

Mau apa Tidak. Bukan Bisa Atau Tidak. 

Yusuf Senopati Riyanto.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun