Begitu ya begitu tapi jangan begitu, Keseimbangan dalam ojo dumeh yang sering kita dengar kondisi keadaan masyarakat, rakyat INA saat ini benar-benar dalam  keadaan,kondisi yang teramat susah,sengsara. Pemerintah saat ini dibawah Mr.President Jokowi sepertinya telah berlebihan dalam bertindak dan berimbas pada kesengsaraan masyarakat,rakyat. Ungkapan ini mempunyai arti sebagai peringatan agar orang tidak berbuat yang terlalu berlebihan sehingga menimbulkan permasalahan baru atau bisa mengganggu tatanan yang telah terbentuk. Misalnya ; saat inikondisi keadaan masyarakat INA sedang menata kehidupan pasca pandemicovid-19 yang sampai dengan saat inipun belum selesai,tetapi pemerintah tidak memiliki empati dengan tetap menaikkan harga BBM.Belum lagi UU HPP yang mungkin hanya nafas ini saja yang belum kena pajak. Dimana Pemerintah dibawah Mr.Presiden Jokowi ?.
Â
Hapus Terlebih Dahulu Pasal 33 UUD 1945.
Sekiranya berbagai persoalan diatas yang berhubungan dengan BBM di Pertiwi, maka persoalan privatisasi tidak semanis seperti yang digambarkan dalam visi Kementrian Negara BUMN yang akan meningkatkan peran serta masyarakat dalam kepemilikan saham BUMN, seolah-olah masyarakat luas dilibatkan dalam kepemilikan BUMN. Namun kita tahu, yang sebenarnya dimaksud dengan kepemilikan masyarakat disini adalah para pemilik modal atau investor. Karena sangat tidak mungkin masyarakat luas seperti kebanyakan masyarakat di Indonesia dapat membeli saham BUMN yang diprivatisasi oleh Pemerintah. Artinya yang diuntungkan dari privatisasi BUMN ini hanyalah sebagian kecil masyarakat yang memiliki modal besar; dan belum tentu masyarakat INA, sudah dapat dipastikan Asing ada disini. Jadi ada baiknya hapus saja keberadaan Pasal 33 UUD 1945 yang merupakan konstitusi Bangsa Indonesia. Naif ?. Tidak karena apabila niatnya adalah untuk kepemilikan saham masyarakat INA maka gunakanlah Koperasi. Tiap masyarakat dapat memiliki saham dalam system Koperasi.
Melihat, Meniru, Atau Tidak Sama Sekali.
Sebenarnya untuk berbagai persoalan BBM ini kita INA memiliki jalan keluar, bukan menjadikan subsidi sebagai kambing hitam. Koperasi dengan Prinsip koperasi menurut UU no. 25 tahun 1992 adalah: Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka. Pengelolaan dilakukan secara demokrasi. Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan jasa usaha masing-masing anggota. Dan kita telah memiliki Departemen Koperasi dibawah Menteri Koperasi. Berdaya upaya kearah mewujudkan pasal 33 UUD 1945 namun konsep kita yang harus diambil itu seperti apa?. Kita dapat mencontoh misal negara-negara tetangga yang mendahulukan kepentingan pembangunan ekonomi kerakyatan dari tingkat terbawah seperti , Korea, China, Singapura, Malaysia dan Jepang. Indonesia sudah sepatutnya melakukan sekaligus mengevaluasi berbagai konsep dengan tujuan mengedepankan ekonomi kerakyatan.
Namun, kenyataannya tidak demikian. Sistem ekonomi Indonesia sejak kemerdekaan, dan telah memasuki usia 77 tahun pada 17 agustus 2022 , praktis masih sama saja dengan selama kita sekian abad berada di bawah penjajahan asing. Sistem ekonomi yang berkembang hingga saat ini masih bersifat liberal-kapitalistik-pasar bebas, sekaligus dualistik.
Nah sampai kapan kita menganut sistim ekonomi seperti demikian?, sebuah pertanyaan yang memang seharusnya kita daya upayakan untuk mewujudkan pasal 33 UUD 1945.
Kenapa kok malah dibentuk Holding Ultra mikro yang bertujuan untuk  cost of fund atau biaya dana bagi UMKM dan dibentuknya sub-sub holding di BUMN-BUMN besar dan Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara seharusnya bukan ini yang dilakukan tetapi tata kelola dari BUMN tersebut yang harus Diubah. Dan terus memperbaiki dan mengevaluasi Koperasi. Terbukti kita Indonesia (INA) pernah berhasil dalam membentuk KUD pada upaya mewujudkan swasembada pangan dan diakui oleh PBB. FAO pada 1986-1987 memberikan medali kepada INA sebagai penghargaan keberhasilan INA dibidang pertanian khususnya dalam mencapai swasembada pangan. Â
Jangan sampai sistem sosial-budaya yang dimiliki oleh bangsa kita yang dominan adalah feodalistik, hierarkis-vertikal, sentripetal, etatik, nepotik, dan bahkan despotik.
Sepertinya, berbagai hal tersebutlah yang berlanjut hingga hari ini, sistem ekonomi dualistik. Apabila tidak adanya niat kita Bangsa INA untuk mewujudkan UUD 1945 maka akan terbentuklah jurang menganga ( Sudah mulai terbentuk) Â antara 95 persen penduduk yang merupakan rakyat asli, pribumi yang sejak awal hidup dalam kemiskinan, kebodohan, dan terbelakang dan penyertaan sekitar 5 persen dari ekonomi nasional yang "Tergopoh-gopoh" di sektor nonformal. Sementara 5 persen lainnya umumnya nonpribumi menguasai 95 persen kekayaan ekonomi negeri ini. Tanya ?.