Dari sisi Pembangkit : Masih banyak menggunakan BBM sehingga Production cost nya tinggi Dari gambaran di atas dapat di simpulkan bahwa, Jawa, Madura, Bali berpotensi sebagai Profit Center sedangkan luar Jawa pada umumnya berpotensi sebagai Cost CenterÂ
Sehingga saat ini dengan kondisi PLN sebagai satu-satunya PKUK (sudah tidak lagi sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan), seharusnya PLN dapat melakukan Cross Subsidi Jawa Luar Jawa secara langsung, tanpa melalui birokrasi yang panjang, dan control dari Pemerintah relative mudah.Â
Apabila niatnya untuk menerangi 100% Nusantara dengan biaya tidak mahal. pada Pembangkit saja (pola Single Buyer) sedangkan apabila ingin mengusahakan Ketenagalistrikan dalam sebuah Grid, maka mereka di haruskan membentuk system/grid sendiri sebagaimana telah dilakukan, diantaranya oleh PT Cikarang Listrisindo di Cikarang, yaitu mereka membangun sendiri pembangkit, Transmisi, Distribusi, Jaringan Ritel dalam satu paket dan terpisah sama sekali dari Grid PLN.Â
Dengan demikian maka masyarakat konsumen disuguhi 2 (dua) Grid yaitu kepunyaan PLN dan Cikarang Listrisindo, dan rakyat akan mencari Grid mana yang lebih murah. Pola pengelolaan lain adalah apabila swasta ingin bersaing dengan PLN dan tidak masuk dalam Grid PLN , dengan membangun pembangkit untuk pemakaian sendiri. Itulah existing kelistrikan di Indonesia.
Grid PLN yang sudah ada saat ini, misal kelistrikan Jawa-Bali-Madura, yang Notabene sudah dalam kondisi Interkoneksi dan dioperasikan secara Vertically Integrated System mulai dari Pembangkit, Transmisi, Distribusi dan Retail Oleh PLN, selanjutnya akan di pecah (di acak) kedalam masing-masing fungsi, dan setiap fungsi / Instalasi di kelola oleh banyak badan usaha, inilah yang di sebut Unbundling vertical.
Tidak Sepatutnya Tarif Listrik Naik.
Keuntungan yang diperoleh PT PLN (persero) pada dua tahun buku berturut-turut periode 2019 dan 2020 seharusnya dijadikan awal bagi perubahan system pengelolaan PT PLN (persero) bukan teknis tetapi niat untuk 100% menerangi Nusantara. Naif?., Tentu tidak apabila Pemerintah niat baik untuk menerangi 100% Nusantara. Mari kita lihat PP No 23/1994 tentang PT.PLN (Persero), BUMN ini bertugas sebagai infrastruktur kelistrikan sekaligus mencari keuntungan.Â
Maka kemudian rakyat INA bertanya?, apakah keuntungan Rp 5,99 triliun masih kurang besar?, padahal apabila kita melihat  dari aspek ekonomi keuntungan Rp 5,99 triliun dianggap masih kurang, maka yang sebenarnya,apa adanya PT PLN(persero) harus untung berapa?., Apalagi sesuai UU No 19 tahun 2003 tentang BUMN PLN bertugas sebagai BUMN PSO (Public Service Obligation) yang harus hadir ditengah masyarakat, yang seharusnya sebagai fungsi pelindung masyarakat, rakyat INA. Atau, keuntungan PT PLN(persero) pada dua tahun buku berturut-turut 2019 dan 2020  sebenarnya hanya Lips service, windows dressing pencitraan belaka?...
Menjadikan "too much question mark" dalam soal PT PLN(persero).
Apabila tahun depan Pemerintah benar-benar jadi menaikkanTDL maka keuntungan PLN pada dua tahun buku berturut-turut 2019 dan 2020 Â sebenarnya hanya Lips service, windows dressing, pencitraan belaka.
Apakah untuk menutupi bahwa sesungguhnya PT PLN(persero) sudah dikuasai oleh Oligarkhi "tertentu" dengan memperalat  kekuatan Luar Negeri?.