Kapan pertama kali kamu naik pesawat? Coba di ingat-ingat dulu deh!
Pasti jawabannya bervariasi antara masing-masing orang. Bagi mereka yang tinggal di kota dan mempunyai kelebihan duit, hampir pasti tidak ada momen spesial yang melekat dalam pikirannya. Pokoknya terima jadi, tiket sudah dibelikan oleh orang tua dan tinggal naik pesawat, menikmati suasana, sampai deh di tempat tujuan. Lain lagi dengan orang yang duitnya pas-pasan dan tinggal di daerah yang jauh dari bandara. Orang-orang seperti ini harus menunggu momentum pas yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa. Entah itu ikut lomba, dibeliin sama temen, ikut pertukaran pelajar, dll.
Disini saya ingin bercerita sedikit tentang pengalaman saya saat hendak pertama kali naik pesawat. Jadi, pada awalnya saya tidak berminat untuk ikut membeli tiket promo Tiger Airways (Mandala), walaupun sudah diajak-ajak oleh teman dari jauh hari. Keinginan saya untuk ikut berlibur baru timbul sehari sebelum keberangkatan. Kok bisa? Dari mana tiketnya? Untungnya saja ada salah satu orang yang tidak bisa ikut liburan ini dengan alasan klasik ala mahasiswa. Apakah itu? Uangnya tidak cukup alias bokek. Alhasil, saya berusaha untuk membujuk dia supaya memberikan kursinya kepada saya. Dalam rangka mendapatkan tiket ini sangatlah tidak mudah. Penuh perjuangan dan kecemasan setiap langkahnya (lebay).
Tetapi pada kenyataannya memang demikian. Hal ini karena teman saya ternyata tidak sedang berada di Bandung. Dia sedang berlibur di Jakarta tepatnya di daerah kemang. Setelah itu saya mulai pesimis dan lesu, sekan-akan kehilangan momentum untuk mencoba terbang perdana dengan pesawat. Tiba-tiba beberapa menit kemudian terlintas ide untuk menyusulnya saja. Toh, pesawatnya juga bakalan berangkat dari Bandara Soetta. Tanpa pikir panjang dengan hanya waktu 10 menit saya berhasil packing dan mempersiapkan segala kemungkinan yang terjadi, hanya ada satu tujuan yaitu terbang perdana. Dengan ditemani hujan saya diantar oleh si tom-tom ke salah satu agen travel di dekat Ciwalk.
Berbekal KTM saya meminta potongan harga ala mahasiswa kepada petugas travel. Alangkah untungnya saya karena di dalam mobil travel dengan bodi dominan warna merah tersebut hanya mengangkut empat orang termasuk saya. Jadi, bisa tidur dengan terlentang deh, serasa tidur di kasur. Setelah sampai di daerah Lebak Bulus (Poin Square kayaknya), saya langsung bertanya kepada orang yang lewat bagaimana cara menuju kemang dengan menggunakan kopaja. Ternyata jawaban dari setiap orang berbeda-beda dan membuat saya semakin pusing. Jadilah saya gugup karena teringat lagunya koes ploes tentang kejamnya Ibukota. Hingga saya bertemu dengan bapak tua yang mengajak saya ikut bersamanya karena ternyata kita searah. Untung saja masih ada orang baik di Ibukota.
Akhirnya, saya sampai juga di Kemvil (Kemang Village) dalam keadaan seutuhnya. Setelah masuk ke dalam mal dan mulai mencari tempat ketemuan dengan teman. Pada saat itu saya hanya memakai sandal jepit dan celana pendek saja, tak ada rasa malu karena memang saya gak punya malu. Sempat berkeliling sebentar di dalam dan melihat betapa muahalnya berbagai barang yang di jual disana. Saya rasa ini bukan tempat yang cocok untuk saya membeli barang-barang. Setelah itu saya bertemu sama temen di sebuah kafe yang harganya jauh dari kata murah.
KTP dan tiket pesawat teman saya sudah ditangan, tiba-tiba saya tersadar bahwa saat itu sang waktu baru menunjukkan pukul 8 malam. Padahal waktu keberangkatan pesawat keesokan harinya. Disini saya menjungkir-balikkan otak untuk dapat berfikir luas demi mendapatkan tempat berteduh. Entah dapet wangsit dari mana saya teringat kalau dalam rombongan tiket promo ini ada teman saya yang rumahnya di daerah Jatinegara. Langsunglah saya hubungi dia dan meminta petunjuk untuk sampai ke rumahnya. Dengan berbekal keberanian saya menuju ke Blok M untuk menumpang Bis Mayasari yang akan mengantarkan saya ke Jatinegara.
Oh iya, jadi yang mendapatkan tiket promo ini ada 7 orang. Dengan enam orang mahasiswa dan satu orang emaknya mahasiswa. Dan keenam orang mahasiswa ini tinggal di satu atap yang bernama asrama. Kecuali satu orang perempuan yang diundang untuk ikut bergabung. Dan 4 orang merupakan orang minang yang berniat pulang kampung. Lanjut ke cerita, kegelisahan dan kegalauan menghantui saya selama perjalanan Jatinegara ke bandara. Bayangkan, orang yang belum pernah sekalipun naik pesawat harus menghadapi situasi yang tidak pasti, yaitu diusir oleh petugas bandara karena bisa jadi ketahuan memakai identitas orang lain. Kalau terjadi beneran saya pasti akan menyesal karena sudah capek pergi sana-sini, mana menghabiskan bayak duit pula.
Untungnya saja dewi fortuna memayungi saya dengan keajaiban, halah lebay. Tapi ada benarnya karena saat menyerakan tiket dan KTP tidak terjadi masalah apa-apa terhadap saya. Si petugas tidak mengecek kecocokan identitas dengan orang yang ada di depannya. Dengan rasa haru saya melangkahkan kaki menuju garbarata dengan ditemani dewi fortuna ke pesawat yang akan menerbangkan saya untuk pertama kalinya. Mau tau harga tiketnya? Kasih tau gak ya? Okelah karena anda sudah mau membaca cerita ini, saya kasih tau harganya deh, yaitu 60 sahaja PP, atau senilai dengan tiket bus Bandung-Purwokerto sekali jalan. Haha. Tapi belum termasuk airport tax lho.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H